Sudah berapa lama aku berlatih dengan sensei.
Mau badan atau kepala, rasanya penuh semua.Tak hanya teori dan bela diri saja.
Dia bahkan mengajarkanku beberapa teknik bedah.
Tak terima penolakan, dia memaksaku menghadapi phobia sendiri.Tidak mudah untuk berubah.
Kali aku ultraman.
Rasanya seperti menata diri dari awal, menghancurkan cangkang sendiri dan memaksa bergerak keluar.Tapi satu hal yang membuatku ingin tetap melanjutkan peningkatan diri ini adalah untuk melindungi mereka dari kematiannya, setidaknya memperpanjang hidupnya.
Lama-lama aku jadi seperti sensei saja.Hari itu sepulang sekolah, sore hari. Seperti biasa Emma menungguku dan Hina di depan gerbang.
Setiap hari kami berjalan bersampingan dna mengobrol bersama.
Bahkan aku yang sebelumnya pasif, mulai bisa berbicara karena mereka.
Rasaku untuk melindungi mereka semakin tumbuh, mirip seperti tanaman bunga yang mendekati musim mekarnya.Setelah mengantar Hina lebih dulu, hanya bersisa Emma dan aku.
Kami berjalan bersampingan menuju rumahku, dia bilang dia tak mau meninggalkanku pulang sendiri."(Y/n) tidak bisa beladiri, bisa kenapa-napa nanti!"
Dia tak tau apa yang selalu kupelajari tiap waktu luang di halaman rumah.
Aku selalu berbohong pada mereka kalau aku hanya berolahraga saja untuk kebugaran tubuh.
Ah, rasanya tidak nyaman sekali menyembunyikan suatu hal.Kami berjalan sambil mengobrol sedikit, hingga suatu ketika ponsel miliknya berdering.
"Maaf ya, (y/n)! Aku ada urusan mendadak. Dadah!"
Aku hanya mengangguk dan membiarkannya pergi.
Baru saja sosoknya berlari pergi, gantian ponselku yang berdering.
Siapa lagi kalau bukan sensei?"Moshi mosh–"
"Cepat pulang dan ambil tas pinggangmu!"
Aku terkejut mendengarnya yang tiba-tiba merasa panik.
"Untuk ap–"
"Cepat lakukan, bodoh! Sekarang harinya!"
"Hari apa?!"
"Emma akan meninggal hari ini!!"
Jantungku berhenti berdetak.
Tak menyangka waktu yang dinanti sampai tepat hari ini."Apa yang kau lakukan?! Cepat lari! Aku akan mengantarmu padanya setelah kau bersiap."
Aku mengangguk, berlari dengan keceaptan tinggi menuju rumah.
Membuang tas sekolah sembarang tempat, memakai baju apapun di depan mata dan meraih tas pinggang berisi peralatan lengkap."Sudah! Sekarang kemana?!"
Sensei mulai mengarahkan jalanku.
Dia bilang Emma akan meninggal di depan salah satu makam di Tokyo.
Pelakunya tak lain adalah Kisaki Tetta.
Dia menggunakan pemukul baseball untuk memukul Emma yang menunggu di depan makam dengan kecepatan tinggi saat berkendara.
Emma akan tewas jika sedetik saja aku terlambat."Kau harus menghentikan Kisaki sebelum dia memukul Emma. Gunakan teknik yang kuajarkan padamu sebelumnya."
"Ingat, kau juga punya senjata dalam tas mu ataupun tubuhmu. Gunakan itu untuk melindunginya dan dirimu sendiri."
"Aku mengerti!"
"Dan satu lagi."
Aku menunggu sensei berbicara.
"Jangan mati. Jangan sampai kau terluka. Ambil jarak amanmu."
Suaranya semilir, namun cukup terdengar. Dia terdengar seperti benar-benar tak ingin kehilangan siapapun lagi, bahkan dirinya di masalalu sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Number From The Future (Izana x Reader) || Tokyo revenger Fanfiction
Fanfic#2 in #tokyorevenger : 26/08/21 #1 in #izanakurokawa : 26/08/21 ---------------------------- Nomer begitu asing muncul di layar handphone. Siapa yang menelfon? pikirku. Tanpa berpikir panjang jariku menekan tombol 'angkat'. Mendekatkan layar handpho...