Ch. 6

3.3K 293 11
                                    

Tapi setidaknya, sekarang pilihan outfitnya udah terbatas sih. Nyisain dua pasang doang. Antara kaos warna putih dengan celana jeans atau kemeja denim lalu bawahannya pake celana jeans semi bahan. Haechan binguuunnnnnnggggg.

Ah sudahlah, mari kita tinggalkan Haechan yang masih menimbang – nimbang akan pakai baju apa untuk esok hari.


























Gemerlap cahaya matahari menembus masuk melewati gorden putih milik pria imut berambut hitam dengan pipi gembil yang senantiasa menggembung disana. Poni yang menyentuh sedikit mata si pemilik yang masih katup itu mulai sedikit bergerak karena adanya desiran angin pagi dari ventilasi.
Gorden pun mulai menimbulkan suara gesekkan yang mengakibatkan netra itu mulai terbuka sedikit untuk menyesuaikan cahaya yang akan masukkan kesana.

Renjun, mengusak pelan matanya menggunakan punggung tangan miliknya. Diregangkannya kemudian otot – otot badannya yang tak terlalu terlihat itu guna melampiaskan pegalnya.

Kriiiinnnggggg….

Sepertinya kali ini jam beker itu keduluan oleh pemiliknya. Renjun membentangkan tangannya agar menyampai ke nakas kayur berlapis cat putih itu untuk menekan tombol di atas jam beker yang tak lain fungsinya adalah memberhentikan bunyi alarm tersebut.

Renjun membangunkan badannya dengan gerakkan yang perlahan kemudian menyenderkan punggung sempitnya itu pada headboard kasur king sizenya. Entahlah, orang tuanya terlalu royal sampai membelikan ukuran terbesar, padahal hanya Renjun yang tidur disana.

Hari ini adalah hari Minggu. Renjun terlalu biasa memasang alarm pada hari apapun itu supaya dia terbiasa bangun pagi. Renjun suka aroma udara pagi hari apalagi pukul tujuh pagi. Memang tidak bisa dideskripsikan, tapi Renjun suka.

Selain menyukai udara pagi, Renjun juga menyukai bau petrikor yang tak lain adalah bau hujan. Kala hujan, Renjun sering sekali berpikir berlebihan baik tentang orang tuanya yang dia bayangkan meninggal, teman – temannya yang mungkin mengkhianati dia, ataupun soal trauma yang dulu pernah ia dapat.

Renjun menggerakkan bokongnya menuruni kasur, memakai sandal hotel yang dibawa pulang olehnya diam – diam waktu pergi ke kota Bandung. Iya, Renjun waktu itu pernah ke Bandung sama keluarganya Haechan. Keluarga dia terlalu sibuk sampai ia harus ikut berlibur sama keluarga orang lain.
Tidak apa, itu bukan masalah yang besar bagi Renjun. Renjun adalah anak tunggal. Jadi, kalau dia cuman berlibur bertiga sama papa mamanya, sudah dipastikan suasana di mobil pasti akan awkward sebab mereka jarang sekali berbincang. Jadi, Renjun bersyukur orang tua Haechan mau mengajaknya berlibur.

Renjun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Berdiri di depan cermin yang dapat memantulkan bayangan hingga ke bagian perut. Renjun melihat bayangan dirinya yang sangat tampan, narsisnya.

Renjun membuka lemari yang tersembunyi dibalik cermin kemudian mengambil sikat gigi berwarna biru gelap dan pasta gigi rasa stroberi miliknya. Silahkan tertawakan Renjun karena masih memakai pasta gigi untuk anak umur lima tahun. Tenang aja, Renjun gabakal ngapa – ngapainin kalian. Palingan dibetot doang.

Setelah dirasa giginya sudah bersih dan mengkilat, Renjun mengambil gelas air untuk diisi dengan air kran kemudian berkumur hingga tak menyisakan busa dari pasta gigi tersebut.

Renjun merasakan perutnya yang kosong itu telah bergemuruh meminta agar segera diisi dengan makanan. Renjun mengelus perutnya sambil menepuk – nepuknya pelan layaknya seorang ibu yang memberikan ketenangan pada bayi dalam perutnya.

Renjun keluar dari kamar mandinya kemudian turun ke lantai satu tepatnya ke dapur. Renjun udah biasa banget buat masak sarapan sendiri. Ingat ‘kan? Papa mamanya Renjun jarang pulang ke rumah ini. Renjun pun kurang tau sebenarnya mereka nginap di kantor atau di hotel. Biarin aja lah, bukan sesuatu yg penting buat Renjun.

PARFUME | JaeRen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang