Chapter 3

3.2K 372 19
                                    


Haechan tersadar dari tidurnya sekitar tiga jam setelah matahari terbit. Lampu kamarnya tidak menyala, tapi dia bisa melihat cahaya yang menyalip di sela-sela tirai jendela. Haechan baru menumpu tubuhnya dengan sebelah sikunya di atas ranjang, tapi kemudian kepalanya mulai berdenyut lagi akibat sisa mabuk berat semalam.

"Ugh," lelaki kelahiran Juni itu duduk di sisi ranjang dan mengucek matanya. Kenapa aku tidur menggunakan celana jeans?

Oh, sebuah realisasi mengejutkannya, siapa yang membawaku pulang? Haechan bertanya-tanya. Dia ingat kalau dia belum memberi tau alamat barunya pada sahabatnya sama sekali.

Haechan merapikan sedikit selimutnya dan keluar dari kamar. "Renjun?" panggilnya. Roommate-nya itu tidak ada di ruang duduk ataupun di dapur, tapi Haechan tau Renjun sudah bangun lebih dulu karena kotak teh celup miliknya dibiarkan terbuka di samping cangkirnya di atas meja kopi.

Bunyi engsel jendela yang berderit mengagetkan Haechan. Dia menoleh dan baru menyadari bahwa jendela tinggi yang membatasi ruang duduk dengan balkon tengah terbuka, dan tirai jendela bergoyang tertiup angin yang masuk.

Haechan menengok keluar dan akhirnya menemukan keberadaan roommate-nya itu. Dia melangkahi kusen jendela dan ikut bergabung dengan Renjun di balkon yang sempit tersebut.

"Renjun, kau—" Haechan tertegun menatap lelaki yang kini menumpu lengannya pada pagar balkon, "kau merokok?"

"Oh, hei," Renjun menoleh. Dia 'terlalu fokus' melamun hingga tidak sadar kalau roommate-nya sudah berdiri di sebelahnya. Embusan asap keabuan lolos dari antara bibirnya dan bertiup ke arah Haechan.

"Ow!" Haechan mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghalau asap rokok tersebut, "kenapa kau merokok di sini?"

Renjun menaikkan sebelah alisnya, "kau mau aku merokok di kamar?"

"Bukan begitu!" sela Haechan cepat, "aku hanya... aku tidak menyangka sosok yang tidak suka keluar rumah dan hanya bekerja sepanjang hari bisa merokok."

"Kenapa tidak? Kau melepas lelah dengan minum-minum sampai pingsan, aku hanya melepas lelah dengan cara lain," Renjun menghisap lagi batangan di sela-sela jemarinya.

"Right..., aku bukan berniat mengaturmu," kata Haechan sambil mengamati orang-orang yang sedang berjalan di bawah apartemen mereka, "bagaimana aku bisa pulang tadi malam? Tidak ada yang tau alamatku selain kau."

"Jaemin menelponku," jawab Renjun, lalu menghembuskan asap rokoknya perlahan, "lain kali aku tidak mau menggendongmu ke kamar lagi, kau berat."

"Oh, thanks, Renjun," lelaki yang lebih muda terkekeh, "kau menggendongku sendirian?"

"Kau pikir aku Hulk?" Renjun tertawa kecil. Dia tau meskipun dia punya tenaga untuk mencekik orang yang membuatnya kesal, dia tidak bisa membawa Haechan sendirian naik tangga tiga tingkat. "Mark hyung membantuku."

"Oh," Haechan tertegun sejenak, "jadi Mark juga membawaku kemari? Sampai ke kamar?"

"Ya, kenapa?" tanya Renjun dengan curiga. Batangan rokoknya tinggal setengah, dan dia mematikan apinya dengan asbak yang Haechan tidak tau dibelinya dari mana.

"Tidak apa-apa."

"Kembali ke dalam," Renjun menginstruksikan Haechan dengan dagunya, "aku akan panaskan air untuk membuatkanmu teh. Rohmu kelihatannya belum balik."


"Apa sudah cukup manis?" tanya Renjun sambil menutup kotak teh dan wadah berisi gula di atas konter dapur.

Lovers on the Run | HaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang