4 I feel you

5.3K 412 38
                                        

"Papa, tadi aku habis main air. Terus cari kerang ditemani Julian. Aku tadi makan sate, makan ayam betutu, makan ice cream, terus beli air kelapa karena sakit perut. Tapi papa jangan khawatir, Julian udah kasih aku obat. Tadi Julian juga cium aku."

Julian terperangah mendengar ucapan Caren kepada ayahnya, yang saat ini tengah mengobrol panjang lebar di telepon. Apa harus Caren cerita sedetail ini? Bahkan wanita berambut panjang dengan senyum yang imut itu, tidak merasa canggung membicarakan masalah ciuman kepada ayahnya sendiri.

Tapi setelah bersama Caren seharian ini, sepertinya istrinya itu memang tidak pernah berpergian tanpa ayahnya. Caren juga masih sangat polos dan mudah sekali ditipu. Julian tidak bisa bayangkan jika wanita itu bertemu dengan pria brengsek atau semacamnya.

"Papa, Caren tutup telfonnya dulu yaaa... Caren mau main lagi sama Julian. Byebye pa, jangan lupa makan. Papa jangan sakit kaya kemarin, perusahaan papa udah nggak bangkrut lagi kan? Papa harus bahagia." Ujar Caren dengan senyuman yang sangat manis.

Julian menatap Caren sendu sekarang. Padahal pernikahan mereka adalah sebuah paksaan. Bahkan dari awal Julian juga sudah warning, bahwa Caren hanya sebatas partner untuk menutupi aibnya. Tapi kenapa Caren bisa sesantai itu menjalani pernikahan mereka saat ini?

Wanita itu selalu tersenyum dan tak pernah mengeluh sekalipun. Menunjukkan rasa tidak suka juga tidak pernah. Sampai sekarang Julian tidak mengerti apa Caren bahagia atau bersedih saat bersamanya.

"Jul... kenapa bengong? Aku lama ya? Ayo!" Caren menyeretnya untuk kembali menyusul ketiga teman Julian yang saat ini sedang duduk di sebuah sofa dengan alkohol masing-masing.

"Kita keluar aja ya, dari sini. Kamu pasti nggak nyaman kan?"

"Tapi ini pertama kali aku masuk bar. Biar keren. Papa selalu ngelarang aku."

"Ya emang kamu nggak pantes berada disini!"

"Tapi aku pengen. Sekaliii aja!" Rengek Caren dengan wajah memelas.

"Yaudah sini diem aja."

Julian menarik Caren duduk disebuah sofa dekat Valdo, lalu membawa Caren kepangkuannya seperti biasa.

"Valdo nggak cemburu kan? Aku sama Julian hanya partner. Kita hanya bersahabat. Aku hanya menutupi aibnya saja." Bisik Caren tanpa beban. Dia bahkan menepuk pundak Valdo yang saat ini menatap Julian penuh arti.

Sebelum Valdo menjawab, Julian lebih dulu mengambil wajah Caren untuk ditatapnya. "Diem ya, jangan bicara lagi. Kamu mau minum?"

"Perut aku masih sakit, aku cuman mau disini sebentar saja biar kelihatan keren. Nggak mau minum apa-apa." Ujarnya polos. Sepertinya Caren ini memang anak orang kaya yang kurang pergaulan dengan dunia luar.

Julian kembali mendesah lalu mengangguk. Karena wanita itu mengeluh masih sakit perut, ia berinisiatif mencari air hangat untuknya.

"Kamu tunggu disini, aku cariin minuman hangat biar perutmu nggak sakit lagi." Julian berkata dengan lembut, lalu menyampirkan jaketnya untuk Caren.

Valdo tersenyum saja melihat perhatian Julian untuk istrinya. Ini yang katanya cuman partner? Tapi sebagai sahabat Valdo cuman berharap yang terbaik untuk mereka kedepannya.

Setelah kepergian Julian, Valdo menatap Caren yang sedang mengayunkan kedua kakinya seperti anak kecil. Wanita itu memeluk jaket Julian seolah menunjukkan bahwa ia sedang kedinginan.

"Julian pernah trauma waktu kecil." Ujar Valdo tiba-tiba.

Seketika Caren menoleh ke arah Valdo dengan tatapan tetkejut. "Trauma?" Tanyanya heran.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang