🕘 chapter thirteen: you're really too kind.

3.3K 440 7
                                    

Sepuluh menit sebelum jarum jam menunjuk ke angka sembilan tepat, waktu kursus akhirnya usai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepuluh menit sebelum jarum jam menunjuk ke angka sembilan tepat, waktu kursus akhirnya usai.

Alex memasukkan kembali biola ke dalam hard case sembari menunggu Fanny yang tengah izin ke kamar mandi sejenak sekaligus menyimpan biola miliknya ke kamar. Laki-laki itu kemudian berpindah ke sofa dan mengeluarkan ponsel, berbalas pesan dengan Haikal guna membicarakan rencana pertemuan di esok hari.

Beberapa detik berlalu. Suara langkah kaki yang menuruni tangga terdengar hingga berhasil menarik atensi Alex. Mulanya Alex mengira itu adalah Fanny, sampai ia dapat melihat jelas sosoknya dengan lebih jelas.

"Fanny ke mana, Kak?" Sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Fay, dan Alex tidak menduga hal itu sebelumnya.

"Lagi ke kamarnya sebentar," balas Alex sekenanya, dengan senyum sewajarnya.

"Lesnya udah beres?"

"Iya, udah."

Kemudian, Fay manggut-manggut. "Perlu saya panggilin Bang Faza-nya, nggak?"

Kedua alis Alex terangkat rendah. "Ah, nggak usah," tolaknya halus. "Tadi saya udah chat, katanya saya langsung pulang juga nggak papa, soalnya dia lagi fokus nugas juga."

Alex kemudian beranjak dari sofa setelah menyakukan ponsel. Hard case biola pun sudah berpindah ke punggungnya. Lalu, laki-laki berambut hitam itu berjalan mendekati Fay yang berdiri di dekat tangga dengan gaya rumahan yang sudah biasa ia lihat di jadwal-jadwal sebelumnya.

"Kamu udah bener-bener sembuh sekarang?" tanya Alex secara impulsif, topik tersebut sesungguhnya tak muncul sama sekali dalam benak sebelumnya. "Kemarin habis hujan-hujanan kamu nggak sakit lagi, 'kan?"

Fay terdiam sejenak, tampak tak menyangka Alex akan menanyakan hal tersebut. "Nggak, Kak," balasnya. "Lagian kena hujan nggak akan bikin saya langsung sakit. Tapi, makasih udah khawatirin saya, walaupun sebenernya saya bingung kenapa Kakak masih aja khawatir padahal hari itu udah lewat."

Kini, Alex yang dibuat terdiam oleh penuturan Fay. Butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya ia bisa menjawab, "Karena Faza sempat nitipin kamu ke saya pas dia nggak ada, jadi ... saya ngerasa harusnya saya nganterin kamu pulang hari itu dan mastiin kamu sampe rumah dengan selamat. Tapi sayangnya saya nggak bisa."

Penjelasan Alex membuat Fay memasang tampang seolah ia telah salah mendengar. Namun, keseriusan dalam wajah Alex menjadi bukti bahwa apa yang terjadi kini memang nyata.

Fay tertawa singkat, lalu menggeleng-geleng pelan. "Kak," panggilnya, "you're really too kind."

Alex mengerjap setelah sebelumnya sempat terhipnotis oleh tawa gadis itu yang ia saksikan untuk pertama kalinya. "Gimana?" tanyanya memastikan.

"Harusnya, setelah Kakak beliin obat dan nungguin Bang Faza pulang, tanggung jawab Kakak udah selesai sampai di situ. Habis itu, udah, Kakak nggak perlu mikirin saya lagi."

Kalimat-kalimat itu berhasil membungkam Alex dalam sekejap. Alex tak mengira akan mendengar jawaban seperti itu, tapi kemudian ia sadar bahwa saat ini ia tengah berhadapan dengan Fay. Jadi, wajar saja perkataan tersebut yang ia dapatkan. Rasanya ... seperti menerima penolakan secara halus--untuk yang kedua kalinya.

Senyum kecut lekas terbentuk di bibir Alex sebelum iya berkata, "Maaf, Fay, kalo sikap saya itu malah bikin kamu jadi nggak nyaman. Saya beneran nggak ada maksud apa-apa, kok."

Dahi Fay tampak berkerut, bingung. "Kenapa Kakak jadi minta maaf? Maksud saya bukan git--"

"Kak Alex! Maaf ya lama, habisnya Fanny sakit perut tadi."

Suara Fanny yang baru saja menuruni tangga menginterupsi, menghentikan secara paksa ucapan Fay pada Alex. Gadis itu tampak terkejut kala menemukan kakak perempuannya turut berada di sana.

"Loh, Kak Alex lagi ngobrol sama Kak Fay, ya? Maaf, Fanny nggak tau," ujar Fanny dengan secuil sesal dalam nada bicaranya.

Alex tersenyum kecil. "Nggak papa, Fanny, ngobrolnya udah selesai, kok," sahut laki-laki itu tenang, seolah pembicaraan dengan Fay sebelumnya tidak pernah terjadi. "Kalo gitu aku pulang dulu, ya? Jangan lupa latihan lagi lagu baru yang aku ajarin tadi."

"Siap, Kak!" balas Fanny bersemangat, dan Alex terkekeh geli karenanya.

Laki-laki itu kembali melihat Fay yang juga tengah memandangnya dengan tatapan yang tak terdefinisikan. "Saya pulang, ya," pamit Alex kemudian.

Tanpa kata, Fay hanya membalas dengan anggukan.

Dan, malam itu pun menjadi salah satu malam tak terlupa di mana Alex meninggalkan kediaman keluarga Faza dengan perasaan kecewa yang tidak ia ketahui dengan jelas apa penyebab sesungguhnya.

🕘

author's note:

ya ampun udah lama banget ya aku nggak nulis an di sini wkwk, ga kerasa juga udah masuk chapter 13 nih.

sejauh ini gimana nih menurut kalian? kasih tau aja di kolom komentar ya, aku juga menerima segala kritikan kok, jadi nggak usah sungkan yaa!

sampe ketemu di chapter selanjutnya! ❤

bandung, 1 september 2021

love, dinda.

Meet Me at Nine P.M. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang