Empat

155 38 16
                                    

"Hai."

Aku mendongak ke samping. Manusia di sampingku sangat tinggi. Parfumnya juga menyengat masuk ke hidungku. Suara beratnya membuatku tersentak.

Kak Cloud.

"Hai, kak," sapaku balik, membungkuk sembilan puluh derajat padanya.

"Santai aja. Nggak usah pakai panggilan kak, biar enak ngomongnya. Nggak usah nunduk begitu juga," katanya, memasukkan sebelah tangan ke kantung celana.

Aku tak menjawab lagi, lanjut berjalan ke arah gerbang.

"Mau pulang?"
"Iya."

Ia menegakkan punggung, "Sama. Bareng aja, yuk?"

"Nggak usah."
"Kenapa? Udah ada pacar, ya? Takut pacarnya marah?"
"Nggak, kak."

Cloud setengah tidak percaya mendengar jawabanku, "Cantik begini belum ada pacar? Berarti aku ada kesempatan."

Aku nyengir canggung.

"Bareng aku aja pulangnya, ya?"
"Nggak usah, kak. Makasih."
"Udah kubilang nggak usah pakai kak"
"Biar sopan, kak."

"Nggak kok. Udah ya, nggak usah pakai panggilan itu lagi. Oke, cantik?" Cloud tersenyum manis. Sengaja membuat anak-anak perempuan yang sedang memperhatikan kami histeris.

Kutelan ludahku. Jyne dimana, ya? Rasanya nggak nyaman jalan berdua begini. Duh..

"Udah tahu namaku, kan?" tanya Cloud lagi.

"Udah."
"Haduh, jawabnya singkat banget. Sengaja cuek ke aku, ya? Biar aku tertarik? Duh Ran, kamu nggak cuek gitu aja aku udah tertarik," goda Cloud, langsung terkekeh sedetik kemudian.

Sialan. Kenapa manusia ini harus muncul sekarang, sih? Bisa-bisanya Jyne naksir dengannya.

Kami sudah sampai di gerbang depan. Anak-anak murid yang sedang menunggu jemputan langsung menoleh ke arah kami, memperhatikan. Terheran kenapa bisa Cloud jalan denganku.

"Aku udah tertarik, nih. Kamu tertarik juga, nggak?" tanyanya makin ngaco.

Beruntung. Aku sangat bersyukur pada Tuhan. Detik itu juga, Brian menghampiriku, berdiri di depanku.

"Siapa, Ran?" tanya Brian, menatap Cloud yang berhenti melangkah di sebelahku.

"Cloud, bro. Salam kenal." Cloud menjabat tangan Brian.

"Pacar kamu, Ran?" tanya Brian, beralih menatapku.

Aku menggeleng cepat sebagai jawaban.

Kali ini, Cloud malah merangkul bahuku, "Calon, cuy. Doain gue."

Wajah Brian mengerut marah. Selama ini, Brian tak pernah menyentuhku sembarangan kecuali saat terpaksa. Bisa-bisanya pria bule yang baru pernah ia lihat menyentuhku dengan seenaknya.

"Kenapa? Kayaknya marah gitu. Pacarnya, kah?" tanya Cloud, menatapku dan Brian bergantian.

Brian membuang napas dengan kasar, "Ayo pulang."

Perlahan, kulepas rangkulan Cloud dan mendekat ke arah Brian. Berdiri di sisi Brian terasa lebih aman.

Aku menatap sekitar. Seperti biasa, para murid berusaha menguping apa yang sedang terjadi. Bahkan beberapa penjual jajanan juga ikut berhenti melayani pelanggan hanya demi memperhatikan Brian dan Cloud yang seperti bertengkar.

"Loh? Kok mau diajak pulang sama dia? Tadi kuajak pulang nggak mau. Menarik. Baru kali ini ada perempuan yang nolak kuantar pulang." Cloud menatap Brian, "Lo siapanya, sih?"

Ran dan LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang