Tiga Belas

93 27 8
                                    

"Cloud sebenarnya sakit apa, sih?" tanyaku, menghampiri Joan yang sedang asik menyalin tugasku di mejanya. Tinggal Joan yang belum kutanyai soal Cloud. Untung saja Lily belum datang, ia tak akan bisa memperingati teman-teman soal penyakit Cloud yang tak boleh dibocorkan sembarangan padaku.

"Rahasia," jawabnya jutek, tak mengalihkan pandangan dari buku. Jemarinya masih lincah menulis jawaban yang seratus persen disalin dari bukuku.

"Ayolah, aku, kan, udah kasih kamu jawaban, kamu kasih tahu aku soal penyakit Cloud. Adil jadinya," bujukku, berdiri di sebelahnya.

Tanganku merampas buku tulis yang tadinya tergeletak di meja Joan, melarang Joan untuk menyalin lagi.

"Sini, dong. Kok diambil?" tanyanya kesal, berusaha meraih bukuku.

Kepalaku tergeleng, "Nggak! Kamu harus kasih tahu dulu Cloud sakit apa, baru kukasih."

Joan berpikir keras, bimbang. Ia jelas tak boleh sembarangan memberitahuku penyakit yang diderita Cloud. Namun masalahnya, ia juga perlu salinan tugasku sekarang.

Kepala Joan tertoleh kesana-sini, tampak berjaga. Ia menatapku lagi, "Gue kasih tau, tapi lo kasih buku itu, ya?"

Aku mengangguk yakin. Jantungku berdegup dua kali lebih keras sekarang.

"Kak Cloud itu.. um.. sakit-"

"Hai. Ngapain, nih?" Lily menepuk pundakku, membuatku terkejut.

Aduh sial. Jika Lily sudah datang, maka Joan tak akan berani memberitahu soal penyakit Cloud. Harusnya Joan memberitahuku lebih cepat sebelum Lily datang dan memotong omongannya.

"Pasti lo mau kasih tau penyakit kak Cloud, ya, Joan? Untung aja gue tepat waktu." Senyum Lily mengembang, membuat Joan menunduk takut.

"Sini tugas lo." Joan mengambil cepat buku tulis yang tadi kurampas, kembali menyalin jawaban.

Lily berjalan santai ke tempat duduknya di bagian belakang kelas, duduk disana. Tersenyum lagi padaku.

Aku mendengus kecil, sebal. 

🦋

"Halo, Ran! Cari siapa?" Una yang sedang menyapu lantai kelasnya langsung menyapa begitu melihatku mengintip dari depan pintu.

Aku sedang berada di depan pintu kelas Jyne, mencari gadis itu. Aku rindu pulang dengannya. Mumpung Brian tak menjemput entah kenapa dan Cloud masih di rumah sakit, aku ingin pulang dengannya. Woonu juga bilang dia tak bisa jemput karena sedang mempersiapkan konser di luar negeri.

"Jyne. Dia udah pulang, ya?" tanyaku balik pada Una, teman kelas Jyne.

"Waduh, Jyne udah pulang duluan tadi. Buru-buru banget kelihatannya. Mungkin mau ke psikolog lagi." Una mengangkat bahu.

"Psikolog? Dia selama ini kesana?"

Una mengangguk, "Kamu sahabat dekatnya. Kok nggak tahu?"

Aku diam sejenak, "Jyne nggak pernah kasih tahu aku."

"Dia sering izin di tengah pelajaran untuk ke psikolog, kemudian balik lagi ke sekolah. Wali kelas kami sampai cemas dengan keadaannya. Semoga Jyne baik-baik aja, sih," lanjut Una.

Kepalaku mengangguk, Jyne memang sedang tidak baik-baik saja. Masalah keluarga pasti membuat Jyne tertekan.

"Ya udah, terima kasih Una!" ucapku, tersenyum hangat.

"Santai aja. Mau langsung pulang, Ran? Bareng kak Brian lagi? Atau kak Cloud?" goda Una.

"Brian nggak akan jemput lagi kayaknya. Udah lama banget dia nggak jemput, nggak tahu kenapa," jawabku.

Ran dan LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang