Empat Belas

96 28 7
                                    

Untuk yang kesekian kalinya, kulirik tempat duduk di sudut dekat jendela. Dua insan manusia sedang duduk disana. Berhadapan. Laki-laki dan perempuan. Saling tertawa. Menyenangkan kelihatannya.

Kepalaku terunduk. Seharusnya aku yang ada disana. Bukan dia. Bisa-bisanya wanita tersebut bercanda santai oleh pria yang sempat nempel denganku berhari-hari. Wanita tersebut seolah merampas sang pria dariku.  Menyebalkan.

"Halo, Ran!" Suara wanita yang penuh keceriaan terdengar dari belakangku.

Kak Winda.

Aku mengulas senyum, membiarkan Kak Winda duduk di sofa empuk hadapanku. Ia meletakkan totebag putih di atas meja, balas tersenyum. Wajahnya tampak ceria sekali hari ini. Mood-nya sedang bagus.

"Nunggu lama? Duh maaf ya.. tadi perutku sempat mules tiba-tiba." Kak Winda repot mengeluarkan laptop dari tas totebag.

Kepalaku tergeleng, "Nggak lama banget, kok. Paling sekitar sepuluh menit."

"Sepuluh menit itu tetap lama tahu. Maaf, ya? Bentar, kunyalain laptop dulu." Mata hitam Kak Winda bergerak-gerak menatap layar. Jemarinya gesit mengontrol mouse.

"Kamu kalau kujadikan salah satu pengurus acara kolaborasi antar sekolah keberatan, nggak?" Kak Winda berhenti menatap layar, kali ini ganti menatapku.

"Nggak apa, kok. Tapi mungkin aku nggak bisa bantu terlalu banyak. Apalagi kalau rapat pengurus misalnya, karena aku harus les juga," jawabku, kembali mengulas senyum.

Kak Winda mengangguk-angguk, "Baiklah. Pengurus acaranya itu aku, ada pengurus kedua juga. Pengurus kedua itu seharusnya Cloud. Tapi karena dia lagi di rumah sakit, aku ada niatan untuk ganti pengurus keduanya jadi kamu. Nggak masalah, kan?"

"Nggak masalah. Tapi kaya yang kubilang tadi, kak, aku kayaknya bakal jarang ikut rapat. Apalagi kalau rapatnya pulang sekolah. Kecuali kalau rapatnya di tengah jam belajar, kayaknya aku bisa." Aku ikut mengangguk.

Kak Winda tersenyuk senang, untuk kesekian kalinya mengangguk, "Terima kasih banyak, loh. Tadinya sebagai besar OSIS udah sepakat bahwa yang jadi pengurus keduanya anak kelas dua belas. Tapi salah satu OSIS ngusulin kalau pengurus keduanya kelas sebelas aja biar rata gitu. Kalau pengurus keduanya sama-sama kelas dua belas, takutnya info-info penting cuma tersampaikan ke kelas dua belas doang. Aku bingung banget tadi karena aku nggak banyak akrab sama adik kelas. Terus aku ingat kamu tiba-tiba, hehe. Nggak masalah, kan? "

Aku terkekeh, "Kakak mau berapa kali nanyain itu? Aku nggak masalah, kok."

Kak Winda tertawa, "Baguslah."

Sementara Kak Winda masih mengutak-atik laptopnya, aku kembali melirik posisi duduk pasangan tadi. Mereka kali ini tengah mengobrol. Sepertinya bukan obrolan biasa. Serius betul kelihatannya.

Kak Winda sadar daritadi aku memperhatikan seseorang. Ia ikut menoleh ke belakang, tercengang. Matanya lebar sekali menatapku. Mulutnya bahkan terbuka sama lebarnya. Nggak takut ada lalat masuk?

"Itu-"
"Iya." Aku memotong cepat.

Brian dan Jyne. Lagi-lagi nongkrong bersama.

Reaksi Kak Winda sama syok-nya denganku saat aku awal masuk kesini tadi. Tapi sepertinya, Kak Winda lebih syok.

Kak Winda menutup mulutnya dan menetralkan matanya kembali, menggeleng-gelengkan kepalanya. Alisnya mengerut, aku bisa membacanya. 'Masa, sih?' Pasti itu yang ingin ia lontarkan.

"Udah, kak. Lebih baik kita langsung diskusi soal acara kolaborasi itu aja. Nggak ada gunanya urusin mereka," ujarku datar. Membuat Kak Winda langsung setuju.

Ran dan LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang