Dua Puluh Enam

96 25 20
                                    

Handphoneku berbunyi, pertanda pesan masuk. Kukeluarkan handphone dari saku, kemudian membaca pesan yang masuk tersebut. Dari Cloud rupanya. Ah, kuharap ia bisa mulai masuk sekolah lagi. Semoga keadaannya membaik sekarang.

Sampai sekarang, aku benar-benar belum tahu apa yang terjadi dengan Cloud. Ia tiba-tiba saja dirawat di rumah sakit dan enggan memberitahuku kejadian apa yang menimpanya hingga harus masuk rumah sakit. Ia sakit apa hingga dirawat selama dua bulan lebih disana? Bahkan sekarang sudah masuk bulan ke tiga jika dihitung.

Aku yakin seratus persen bahwa teman-teman sudah tahu apa yang terjadi pada Cloud, termasuk Brian. Namun mereka tak mau memberitahuku. Apa alasannya? Agar aku tak khawatir? Jika iya, hal itu benar-benar menyebalkan. Setiap kutanyakan soal penyakitnya pada Cloud, ia juga selalu melontarkan kalimat, "Aku baik-baik aja. Santai, Ran. Kangen, ya?"

—semalam aku mimpiin bidadari, loh
—masa bidadarinya mirip kamu
—jadi kangen..

Bibirku menyunggingkan senyum kecil begitu membaca pesan tersebut. Jemariku cepat-cepat membalas.

—jangan-jangan itu bukan bidadari,
melainkan aku?

Tak perlu menunggu lama, Cloud kembali mengirimkan balasan.

—iya, pasti itu kamu

Ah, mumpung ia mengirim pesan begini, lebih baik kutanyakan lagi. Aku benar-benar penasaran ia sakit apa. Jemariku lincah mengetik di atas keyboard, mengirimkan pesan dengan cepat.

—kamu sakit apa, sih?
—dari bulan-bulan yang lalu, nggak ada satupun yang kasih tahu aku kamu sakit apa

Butuh waktu yang cukup lama hingga Cloud kembali menjawab pesanku. Mataku melirik ke arah pintu ruangan kelas, memastikan tak akan ada guru yang masuk. Aku sedang di gedung bimbingan belajar sekarang. Tugasku dari guru juga sudah selesai. Jadi, bisa bersantai main handphone sembari menunggu teman-teman lain menyelesaikan tugas.

—aku baik-baik aja, Ran
—kenapa, sih?
—kangen, ya?

Jawaban itu lagi. Ia tampak sengaja tak ingin aku tahu penyakit apa yang dideritanya. Se-takut itu membuatku khawatir?

—aku kesana sekarang, ya
—aku suruh Brian antar aja.
—katanya kalian nongkrong bareng di rumah sakit kan? kebetulan dia bakal jemput aku les hari ini.

Beberapa menit, Cloud menjawab lagi.

—masih jam les, kan?
—nanti aja kalau udah selesai les nya

Oh, iya. Tapi sebentar lagi juga bel pulang akan berbunyi. Baru saja jemariku hendak kembali mengetik, Cloud sudah kembali mengirim pesan.

—hari ini aku mau pergi, Ran
—jangan kangen

Dahiku mengerut, kemana? Bukankah ia masih harus di rumah sakit? Jangan-jangan, harus pindah rumah sakit ke luar negeri karena penyakitnya tak bisa disembuhkan di Indonesia? Aneh, sih. Mendadak sekali kalau memang iya. Lagi, jemariku menari di atas keyboard.

—kemana?
—kamu masih di rumah sakit, kan?
—belum sembuh, kan?

Cloud mengirimkan pesan lagi.

—kemana yaa

"Ish," gumamku sebal. Aku sudah cemas begini, masih saja sempat bercanda. Tidakkah ia tahu bahwa candaannya barusan itu tidak lucu sama sekali? Dasar manusia, pikirku tanpa menyadari bahwa aku juga manusia.

—ke Tuhan, Ran

Jemariku yang hendak membalas pesannya seketika membeku. Aku merinding secara tiba-tiba. Kubujuk jemariku untuk terus mengetik, dengan lebih cepat. Candaannya yang kali ini lebih tidak lucu dibanding yang sebelumnya.

Ran dan LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang