DUA BELAS

34 15 13
                                    


Mungkin Tuhan belum izin elo bahagia.
—Adhinath

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading.

Adhinath mengendarai motor hingga kecepatan tinggi di jalanan yang terbilang lumayan sepi, dirinya terus melaju tanpa memikirkan keselamatannya.

Sepertinya suasana hatinya saat ini sangat tidak baik. Jadi ia melampiaskan dengan cara seperti itu.

Tiba-tiba angin berhembus kencang dibarengi dengan awan-awan hitam di sertai gemuruh petir mulai menyambar, dan hujan mulai turun sangat lebat hingga membuat jalanan didepan hampir tidak terlihat.

Suara petir masih menyambar di barengi hujan serta angin, Adhinath masih melajukan motornya tanpa terlintas di pikirannya untuk meneduh sebentar.

Karena hujan masih deras, jadi pandangan ke arah jalanan pun masih tidak terlihat jelas. Adhinath terus melaju tanpa henti, sampai akhirnya.

Brak!!

Sebatang pohon besar tumbang jatuh di hadapannya, Adhinath sontak kaget melihat pohon tumbang tersebut, dirinya langsung mendadak mengerem motornya.

Dan membelokkan stang motor nya ke arah kiri, karena jika ke arah kanan dirinya bisa terperosok ke dalam jurang.

Kondisi jalanan yang sangat licin membuat Adhinath kesulitan untuk memberhentikan motornya, hingga akhirnya dirinya menabrakkan motornya ke pohon tumbang tersebut, dan membuat dentuman sangat keras.

“AW!” teriak Adhinath ketika dirinya terjatuh dari motornya.

Lutut Adhinath robek karena tergores ranting pohon yang ujungnya sangat tajam, membuat Adhinath meringis ngilu.

“Argh! Sialan kenapa bisa tumbang sih, nih pohon.” omelnya.

Adhinath bangun untuk mendirikan motornya, dirinya tidak peduli dengan lututnya yang terus-menerus mengeluarkan darah.

Berhasil mendirikan motor kesayangannya, Adhinath langsung sentandarkan di dekat pohon tumbang tersebut.

Lututnya masih berdarah, oh ya hujan masih sangat deras. Langit seketika gelap karena hari sudah menjelang malam. Adhinath benar-benar sendiri tidak ada yang menolongnya.

Dirinya merogoh kantong celananya, lalu mengambil handphonenya tapi sialnya handphonenya mati.  Karena kemasukan air hujan.

Adhinath mengacak-ngacak rambut nya frustasi, melihat jam tangan anti airnya yang sudah menunjukkan pukul 6 sore.

Tiba-tiba Adhinath tersenyum pedih, melihat kondisinya sekarang. Lantas dirinya membaringkan tubuhnya di aspal, masih dengan senyumannya itu.

Adhinath & SalmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang