4. Mau Es Krim?

918 225 109
                                    

“Bu ..” Panggil Alin pada wanita yang tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Ibunya menoleh dan tersenyum menyambut putri semata wayangnya tersebut.

“Ibu bikin telur dadar kesukaan kamu.”

“Bu?” Alin kembali menyahut saat ia menyadari wajah ibunya terdapat bekas kemerahan dan sedikit lebam. “Itu kenapa?”

“O-oh .. ini Ibu nggak sengaja kebentur pintu, mata Ibu meleng,” jawab beliau diselingi tawa kecil.

“Yuk sarapan dulu nanti telat.”

“Om Rohan ke mana?” Alin bertanya karena biasanya pria yang telah menyandang status sebagai ayah sambungnya itu selalu sudah siap di meja makan lebih dulu.

“Ada kerja lembur, tadi subuh udah berangkat.”

Gadis itu menanggapi dengan ber-oh ria. Perhatiannya masih sesekali tertuju pada lebam di wajah sang ibu yang menurutnya janggal.

Kendati demikian, Alin berusaha mempercayai ucapan beliau meski tidak masuk akal.

“Oh iya, Lin .. Abangmu minta pengen ditengokin sama kamu, kangen dia.”

“Iya, nanti pulang sekolah Alin mau ke sana kok.”

“Yaudah hati-hati, habis itu langsung pulang ke rumah!”

“Siap, Bu!”

• • •

Plok!

Alin yang baru saja menginjakkan kakinya di koridor dikejutkan dengan telur yang mendarat tepat mengenai kepalanya. Telur tersebut mengucur membasuhi rambut hingga wajahnya. Alin menoleh mencari siapa pelaku yang sudah berbuat demikian.

“Upss~ sorry, kirain tong sampah berjalan.”

“Agak cocok sih ya, HAHAHA~”

“Lain kali liat-liat, abisnya gue nggak bisa bedain mana tong sampah asli mana yang palsu.”

Tentu saja siapa lagi pelakunya jika bukan teman-teman Cassy—perempuan yang tak sengaja Alin tumpahi seragamnya dengan makanan tempo waktu.

Padahal Cassy sama sekali tidak mempermasalahkan, namun temannya justru semakin menjadi-jadi membalas Alin.

“Euh, busuk!”

“Kenapa, nggak terima?!”

“Sini bales!”

Tanpa basa-basi Alin meraup bekas telur yang ada di rambutnya yang lantas ia cipratkan pada ketiga perempuan tersebut. Mereka sontak menjerit, menghindar. Sudah tentu hal itu membuat mereka semakin murka pada Alin.

“Lo nggak ada otak, hah!” pekik Dinar.

“Apa bedanya sama lo, nggak bisa bedain tong sampah sama manusia .. Mata lo buta? Picek ya?” balas Alin ketus.

Dinar nampak ingin mencakar wajahnya, namun bau anyir telur membuatnya tidak tahan untuk mendekati Alin.

“MINGGAT AJA LO DARI SINI! BAU SAMPAH!”

“Kenapa kalo bau, mau juga? Nih!” Alin kembali menyipatkan sisa telur di kepalanya dengan kesal seraya berlalu pergi menuju toilet untuk membersihkan rambutnya.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang