10. Pembunuh Bayaran

734 162 52
                                    

“Itu hanya gejala keracunan makanan, tidak perlu khawatir karena tidak terlalu parah. Tapi ada baiknya segera dicegah,” jelas sang Dokter.

Alin dan Hana lantas bernafas lega mendengarnya. Segala pemikiran negatif mereka akhirnya terbukti salah.

“Nanti saya kasih resep untuk obatnya.”

Mereka pun keluar dari ruangan tersebut. Hana menyuruh Alin agar duduk saja menunggunya mengambil obat. Dilihat dari wajah Alin yang pucat membuat Hana tidak tega.

“Lo diem aja di sini, biar gue yang ambilin obatnya,” ucap Hana berlalu pergi meninggalkannya.

Sesekali Alin meringis saat perutnya kembali merasa mual. Ia segera meminum air mineral yang sebelumnya sudah ia bawa untuk sedikit menghilangkan rasa mual, sembari memijat pelan perutnya.

Ia kemudian beralih membuka ponsel dan melihat rentetan pesan dari Askal yang berlagak mengkhawatirkannya. Alin tak berniat membalas dan kembali menyimpan ponsel.

Apa pentingnya mengurus laki-laki toxic seperti itu?!

Alin menoleh begitu seseorang duduk di kursi sebelah, menatapnya dengan tersenyum. “Lo pacarnya Askal kan?”

Alin teringat—Faril, ketua tim basket Feros yang tak lain merupakan saingan Bargadoz. Dan tentunya musuh berat Askal dalam dunia basket.

Faril tersenyum melihat Alin yang nampak diam terkejut atas kehadirannya. Ia menjentikkan jari di depan wajah Alin hingga gadis itu tersadar.

“Lo sakit ya? Pasti ke sini sama Askal?” ujarnya bertanya.

“Nggak.”

“Oh ya? Masa pacarnya sakit nggak ditemenin berobat?”

Alin diam tak menanggapi. Ia pura-pura mengalihkan pandangannya saat Faril terus saja tak berhenti menatapnya. Sungguh, Alin benar-benar kepanasan dengan hawa di sekitar.

“Lo gerogi?”

“Nggak.”

“Kenapa merah gitu?”

Alin berdehem kikuk. “Nggak juga.”

Faril terkekeh melihat tingkah Alin yang baginya lucu. “Askal memang gitu. Jangan terlalu termakan omongan manisnya,” ujarnya tiba-tiba. Ok, Alin sudah menyadari itu.

“Terus lo ke sini sama siapa?”

“Temen,” jawabnya singkat.

Beberapa saat mereka terdiam dalam hening. Alin sibuk memainkan botol air mineral yang ia genggam, sementara Faril sesekali melirik gadis di sebelah yang enggan menatapnya.

Faril cukup gemas hingga ia tidak tahan lagi untuk diam.

“Mau gue kasih tau satu rahasia Askal yang nggak banyak orang tau?” sahutnya dengan suara pelan, membuat Alin mulai terpancing penasaran.

“Gue mau bilang ke lo karena kasian aja cewek baik kayak lo dijadiin sasaran cowok modelan Askal.”

“Bukannya lo juga sama aja kayak Askal,” sergah Alin. “Kalian berdua kayaknya nggak jauh beda.”

Faril lantas tertawa pelan. "Gue terlihat nakal cuma dari tampang, Mba."

“Jadi?”

“Gue cuma mau ingetin .. apa yang lo lihat nggak selamanya sama kayak yang lo pikir.”

Alin melirik sekilas. “Gue tau. Nggak usah ikut campur, gue punya pilihan sendiri dalam ngatur hidup gue.”

“Dan gue tau Askal nggak kayak yang lo maksud!"

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang