27. Dia Kembali

615 81 126
                                    

Hana yang mendengar suara gaduh lantas segera menuju ke luar kamar diikuti oleh Sienna. Ia terkejut mendapati Faril tergeletak tak sadarkan diri dan dengan cepat menghampirinya.

“Bunda mana?” tanya Sienna panik setelah menyadari tidak ada Alin di sana. Anak itu pun berlarian ke penjuru rumah mencari sang ibu yang tentu saja nihil hasilnya.

Hana kemudian mengambil sepucuk kertas yang berada di tangan Faril lalu membukanya.

‘Kupinjam Alin sebentar - Haron’

“Siapa Haron, Kak?” Sienna mulai menangis menggoyangkan tangan Hana.

Hana terdiam sebentar mengingat ucapan yang pernah dikatakan Alin padanya mengenai pria bernama Haron, yang merupakan ayah sambung Alin.

“Cepet telepon Om Fingki!”

• • •

PLAK!

Suara tamparan keras mengisi heningnya ruangan di mana hanya terdapat seorang pria dewasa dan seorang anak lelaki tengah berada di dalamnya.

Anak berusia 11 tahun itu hanya diam menunduk, menahan rasa perih di wajah kirinya.

“Lo di sini cuman numpang, jangan bertingkah sama anak gua!” gertaknya. “Lo pikir lo bisa seenaknya bikin celaka anak gua ha!”

Askal kemudian mencengkram bahu anak lelaki yang masih berdiri di hadapannya dengan kasar.

“Gua nggak akan segan buang lo dari rumah ini kalo sampe Irene celaka lagi!” pungkasnya yang lantas berlalu pergi meninggalkan anak itu dan mengunci pintu ruangan tersebut dari luar.

“Ayah, jangan kunci!” seru Cakra. “Maafin Cakra. Buka pintunya .. ”

Laki-laki dengan pakaian jas rapi dan rambut yang tak beraturan itu tak menghiraukan sahutan dari dalam ruangan yang baru saja ia tinggalkan.

Askal berjalan begitu saja menuju halaman rumahnya untuk menemui istri dan putrinya yang tengah menangis.

Cassy nampak menyambut Askal dengan wajah gelisah. Ia khawatir memikirkan apa yang dilakukan laki-laki itu pada putranya.

“Masih sakit, sayang?” tanya Askal berjongkok di hadapan anak gadis yang kini memeluknya.

“Abang udah Ayah hukum. Jangan nangis lagi ya.”

Ia kemudian meminta pada asisten rumah tangganya untuk mengantar Irene ke kamarnya. Sementara ia dan Cassy hendak berbincang di teras.

“Apa yang kamu lakuin ke Cakra?” ujar Cassy. “Kamu nggak bertindak berlebihan kan? Cakra masih kecil, Kal.”

“Tenang aja sih. Aku cuman kasih dia pelajaran sedikit, biar nggak semena-mena sama Irene.”

“Mungkin itu cuman nggak sengaja. Mana mungkin Cakra dorong adiknya buat kena batu.”

Askal membalas tatapan Cassy dengan sengit. “Kamu lupa kejadian bulan lalu? Cakra hampir aja bunuh Irene!”

“Bukan begitu kenyataannya, Kal. Justru Cakra mau nolong Irene waktu dia didorong temennya,” sergah Cassy. “Kamu ini kenapa pilih kasih banget sih sama Cakra!?”

Laki-laki yang berdiri di hadapannya hanya mendengus malas seraya mengalihkan wajahnya. “Aku tetep nggak akan bisa terima dia jadi anak aku.”

“IT'S OK! .. Aku nggak permasalahin itu dari dulu kan? Aku cuman minta perlakuin Cakra dengan wajar, bukan kayak anak penjahat!”

Cassy benar-benar hampir hilang kesabaran karena selalu saja mendapati Askal menyiksa Cakra secara mental dan fisik.

Ia bisa menerima kalau Askal tidak menganggap Cakra sebagai putranya. Hanya saja jika ia juga memperlakukan Cakra dengan semenanya, itu sudah melewati batas kesepakatan.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang