23. Dua Perkara

608 92 97
                                    

Bruak!

Cassy yang baru saja kembali dari dapur terkejut begitu melihat Askal mengacak meja rias miliknya hingga semua barang-barangnya berserakan di lantai.

“Askal!!!” sentak Cassy mendorong tubuh Askal ke atas ranjang. “Kamu mabuk, hah?!!”

Nampak jelas sorot marah dalam mata Askal yang membuat Cassy tiba-tiba tertegun.

“Lo ngapain masih ngotot bawa dia ke sini?” ujar Askal dengan nada ketus. “Lo nggak denger gue nggak sudi ngurus anak itu? NGAPAIN MASIH LO BAWA!”

“Tapi dia anak aku!” tegas Cassy. “Ya gapapa kamu nggak mau ngurusin. Aku nggak akan maksa.”

“Jangan harap dia dapet peran ayah pengganti si Aji!”

Cassy hanya menggigit bibir dalamnya dan berlalu meninggalkan Askal untuk mencari putranya.

“Cakra?” Ia mendapati anak polos itu sedang bersembunyi di bawah meja ruang tamu tengah menangis ketakutan.

“Sini sama Mama.”

Balita usia 11 bulan tersebut merangkak menghampiri Cassy dan memeluknya. Wajahnya terlihat pucat, mungkin syok mendengar suara keras yang dibuat oleh Askal.

Sementara Askal baru saja keluar, memandangi sepasang ibu dan anak itu tanpa tertarik sama sekali.

“Jangan bikin ribut di dekat Cakra. Dia masih kecil, mudah kaget,” tutur Cassy.

“Bukan urusan gue kan?” balas Askal yang kemudian melenggang pergi begitu saja.

Cassy hanya diam dengan perasaan kesal yang menumpuk, merengkuh putra kecilnya.

• • •

Gimana, Ril?

“Di markas juga nggak ada, Lin.”

Terus gimana .. gimana kalo Abang aneh-aneh?”

“Gue bakal minta bantuan. Lo nggak usah dipikirin, nanti gue kabarin lagi.”

Cari sampe ketemu ya, Ril. Gue mohon ..

“Iya, Lin. Lo istirahat sama Hana, jangan ke mana-mana.”

Sambungan telepon pun berakhir. Faril nampak menghela nafasnya setelah lelah mencari Bara yang tiba-tiba kabur dari rumah membawa perkakas yang entah untuk apa.

“Sekarang ke mana?” sahut Fingki.

“Lo datengin kita pas ada butuhnya gini doang,” cebik Ibnu yang merasa sedikit jengah.

Faril pun meringis. “Gue bingung. Temen-temen gue pada ngejauh setelah muncul gosip gue hamilin Alin. Ya terpaksa gue minta bantu kalian.”

“Kalo Bara sampe liat kita, apa nggak bakal masalah? Dia nggak bakal salah paham?” tanya Ari.

“Bara cuman dendam sama Askal, nggak mungkin dia nyerang yang nggak ada kaitannya sama urusan dia.”

“Lo pikir Asya meninggal kenapa?” imbuh Fingki yang sontak membuat Faril terdiam. Benar juga, Asya tidak ada hubungan dengan masalah Bara dan Askal namun malah gadis itu yang kehilangan nyawa.

“Gue rela bantu nyari predator cuman demi Alin ya,” ujar Ibnu melirik jahil pada Fingki yang dibalas tatapan sinis.

“Oke, anggap aja kalian bantu buat tebus kesalahan sama Alin. Gue udah bingung mau nyari Bara ke mana, ribetin banget tuh anak tua.” Faril mendengus kesal mengacak rambutnya.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang