22. Ingin Kembali

717 101 81
                                    

Alin baru saja keluar dari kamarnya terkejut melihat Bara sedang berbaring di atas sofa dengan keadaan wajah babak belur. Laki-laki itu nampak kelelahan, terlihat dari dadanya yang naik-turun tak beraturan.

Alin menghela nafas, lantas berinisiatif membawakan wadah berisikan air serta kain lap bersih. Ia duduk di samping Bara yang tertidur dan membersihkan wajahnya secara perlahan sebelum memberi salep.

Bara terusik saat merasakan perih pada lukanya, ia terbangun dan sedikit terkejut melihat sang adik tengah membasuh wajahnya. Ia pun segera berangsur duduk.

Alin mengulas senyum, meski di dalam kepalanya sudah terbayang berbagai pertanyaan untuk Bara.

“Baring lagi, biar aku bersihin dulu terus pake salep,” tutur Alin.

Bara masih termenung memandangi sang adik tanpa suara. Suasana hatinya sedang bercampur aduk, sehingga Bara memilih diam.

“Abang luntang-lantung di jalan mulu jadi kurus begini .. mau aku siapin makan dulu?” tanyanya.

Sudah satu minggu terakhir Bara tidak pulang ke rumah. Semenjak kejadian ricuh di depan rumah Askal, ia kabur-kaburan bersama teman-temannya membuat kegaduhan di berbagai tempat, hingga lagi-lagi harus berhadapan dengan polisi.

Bara tidak pernah kapok saat tubuhnya harus berakhir babak belur seperti sekarang. Laki-laki itu seakan menjadikan perkelahian sebagai hobi.

Alin hanya sedih, menangisi pilihan jalan Bara semakin tak karuan. Ia sering kali meminta Bara untuk kembali pulang ke rumah, namun laki-laki itu seakan tuli tak menghiraukannya.

Kini Bara menatap sendu adik sambungnya yang hendak beranjak menuju dapur. Kedua netranya mengarah pada perut gadis tersebut yang mulai membulat.

Ada sedikit rasa bersalah karena dirinya tidak bisa menjadi kakak yang baik sebagai pengganti orangtua untuk Alin.

“Gimana janin kamu?” sahut Bara menghentikan langkah Alin.

Alin menoleh dengan sedikit terkejut. “B-baik .. Faril yang bantu aku.”

“Syukur kalo gitu,” pungkasnya kembaki berlanjut membaringkan tubuh.

Alin terdiam sejenak. Ia paham jika Bara masih mengkhawatirkannya dan masih memperdulikannya, meski kehidupan Bara sudah tidak jelas arah.

“Aku masak dulu,” ucap Alin.


Tidak ada jawaban dari Bara. Laki-laki itu memejamkan mata sehingga Alin akhirnya berlalu melanjutkan langkah menuju dapur.


• • •


“Aku mau ke rumah Bude, tengokin Cakra. Mau ikut?”

Askal tengah duduk di lantai, bersandar pada pinggiran ranjang sembari mengepulkan asap rokok. Ia menoleh pada Cassy dengan lirikan datar.

“Nggak,” jawabnya singkat.

“Biasanya kamu paling semangat ketemu Cakra—”

“Dia bukan anak gua!” ketus Askal.

“Y-yaudah kalo gitu .. aku berangkat. Sekalian aku mau bawa pulang Cakra ke sini biar kita urus sama-sama.”

Mendengar hal tersebut sontak membuat Askal melayangkan tatapan sengit pada Cassy. Ia mematahkan rokok yang masih sisa seperempatnya dan dibuang begitu saja ke lantai.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang