32. Saksi Pilu [21+]

1.5K 62 146
                                    

Rekomen sambil denger
Rela - Shanna Shannon

...

Btw awas ya udah aku labelin jelas bgt tuh. Kalo gk minat bagian itu boleh skip aja.

Tapi aku gk terlalu memperjelas semuanya sih, cuman jaga² aja ya.

• • •

“Mana Alin?” tanya Faril dengan wajah tidak santainya menghampiri Casandra yang tengah terduduk dengan keringat dingin.

“Loh, Alin tadi baru aja mau balik ke rumah sakit,” jawabnya bohong.

“Terus kenapa nggak sama lo?”

“Gue mau ngabisin ini dulu lah, mubazir.”

“Kok ada dua gelas?” sahut Ibnu.

“I-iya .. gue pesen dua, auss~”

Jujur saja, Casandra benar-benar sudah panas-dingin sekarang.

“Lo nggak bohong kan?” tukas Faril merasa tidak yakin. “Muka lo pucet, ada yang lo sembunyiin?”

“Nggak-nggak! Suudzon aja lo,” elaknya.

DOR!

DOR!

Hingga sebuah suara tembakan mengejutkan seisi kafe — termasuk mereka bertiga yang masih berbincang. Seluruh pegawai dan pelanggan pun segera berhamburan keluar dari kafe dalam keadaan panik.

Sementara Faril berlari menuju ruang belakang kafe di mana sumber suara tembakan tersebut berasal.

Ibnu meminta Casandra untuk pergi menjauh terlebih dulu. Sebelum akhirnya ia sendiri menyusul Faril.

“Lo cek toilet!” titah Faril pada Ibnu yang segera dilaksanakannya.

Faril sendiri bertugas mengecek setiap sudut ruangan dapur dan gudang, namun tidak ada hasil apapun. Ia lantas menyusul Ibnu yang juga nihil hasilnya.

“Di sini ada pintu belakang?” tanya Ibnu.

Faril baru menyadarinya dan dengan cepat mencari pintu yang terletak di belakang kafe. Hingga akhirnya ia menjumpai engsel pintu tersebut telah rusak. Ia pun mencoba mendobraknya hingga pintu itu dengan mudah terbuka.

Sayangnya lagi-lagi tidak ada hasil ataupun bukti jelas. Mungkin hanya seorang pencuri yang menerobos.

Faril lantas segera menghubungi Alin, khawatir jika terjadi sesuatu padanya.

Namun berkali-kali ia menelepon nomor ponselnya, tidak satupun yang dijawab perempuan itu. Ia dengan gelisah menyusul Casandra yang menunggu di depan kafe bersama yang lainnya.

“San, lo yakin Alin balik ke RS?” tanya Faril. “Kok gue telepon nggak diangkat?”

“M-masa sih?” Casandra yang wajahnya kembali pucat lantas turut menghubungi nomor ponsel Alin, dan hasilnya pun nihil.

Ia juga mencoba menelepon Askal, namun sama saja — mereka tidak menjawab teleponnya.

“Ini tas Alin kan?” Ibnu yang baru saja keluar menunjukkan sebuah tas selempang kecil.

Casandra hanya bisa menelan salivanya melihat raut wajah Faril yang seketika berubah.

“Alin masih di sini?” tanyanya dengan nada suara yang sanggup membuat bulu kuduk perempuan itu berdiri.

“Jawan, San!!”

“I-iya .. t-tadi dia ke toilet. G-gue nggak ngira bakal ada kejadian kayak gini,” jawabnya.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang