3. Pernyataan Sederhana

1K 255 90
                                    

Selama 20 menit Alin dan Askal masih bersama di ruang olahraga di mana hanya terdapat mereka berdua di sana.

Alin sangat gugup sampai ia bingung harus bagaimana. Askal melihatnya menundukkan wajah, lalu meraih dagu gadis itu untuk menatap matanya.

“Kamu tau .. terkadang Tuhan mengirimkan seseorang itu bukan sebagai teman hidup, tapi cuma sebatas pengalaman hidup,” ujar Askal dengan suara baritonnya yang syahdu.

Alin masih saja terdiam. Ia larut dalam setiap kalimat yang terucap dari bibir Askal.

“Tapi aku nggak mau cuma sebatas pengalaman di hidup kamu, Al. Aku mau jadi teman sekaligus pengisi hidup kamu.”

“M-maksud lo ngomong kayak gini buat apa?” ucap Alin bersuara.

“Aku mencintaimu dari dulu, Al—dari dulu, sekarang, sampai entah kapan.”

Alin tertegun dengan ungkapan Askal yang sangat mendadak. “Lo bercanda kan? Tiba-tiba jadi puitis banget.”

Askal menggeleng. “Kecepetan ya? Aku nggak mau kamu diambil orang.”

Jujur, jantung Alin rasanya nyaris copot. Ia tidak menyangka laki-laki yang menjadi idola satu sekolah menyatakan perasaan pada dirinya.

Terlebih lagi mereka baru bertemu dan saling mengenal beberapa hari, terlalu cepat untuk mengungkapkan cinta.

“Nggak apa-apa kalo kamu nggak siap jawab sekarang, aku bakal yakinin kamu.”

“Izinin aku buat dampingi kamu terus, Al .. ” Askal hendak memeluk Alin, namun gadis itu spontan mengelak membuat Askal jadi merasa tidak enak.

“Eh sorry, aku terlalu seneng bisa bilang gini,” ucapnya.

Melihat kedua mata Askal, Alin merasa dirinya terhipnotis. Tatapannya yang hangat dan dalam sanggup membuat Alin tak bisa menahan kegugupan yang semakin menggetarkannya.

Askal sangat menyadari itu. Ia sampai tertawa geli karena merasa gemas.

“Gimana, mau jawab sekarang?”

“Em .. kasih a-aku waktu dulu,” lirih Alin.

Askal tersenyum cukup puas sebab Alin akhirnya berbicara formal padanya, meski masih malu-malu bagong. Becanda.

“Oke, kita ke kantin sekarang.”

• • •

Alin benar-benar tidak bisa berkutik karena ia telah menjadi pusat perhatian di kantin sekolah. Banyak siswi yang menatap jengah dan menggunjingkan Alin yang tengah duduk berdua satu meja dengan Askal.

Sementara teman-teman Askal turut mengambil meja di sebelahnya, tak lupa ada Casandra di sana untuk ikut mengawasi Askal.

“Nggak apa-apa jangan dihirauin, gih makan,” ujar Askal menenangkan.

Alin tetap merasa tidak nyaman untuk melahap makanannya saat banyak pasang mata tertuju sinis padanya.

Ia menegup saliva dengan susah sambil kembali menyimpan sendok di atas piring. “Gue pindah ya .. ”

Secepat kilat Askal mencekal tangan gadis itu, menahannya untuk pergi. “Aku bilang jangan hirauin, anggap aja nggak ada!”

“Heh, lu nggak tau ya segarang apa fans-fans lo itu?” sahut Casandra dengan suara pelan. “Lo harus tanggung jawab kalo Alin di apa-apain mereka!”

“Sst, sst .. Neng Sasan jangan cerewet, mau Abang cium?” ucap Ibnu seketika mendapat tamparan di mulutnya.

“Nggak usah nimbrung bisa nggak sih!”

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang