6. Es Krim 2

800 198 53
                                    

“Cie yang mainnya lovestagram-an,” cibir Casandra menyambut kedatangan Alin di kelas. Alin hanya melayangkan tatapan malas dan berlalu duduk di kursinya.

“Lo bener-bener udah kecantol Askal ye .. ”

“Bisa-bisanya juga lo duduk tenang pake jaketnya Askal,” cicitnya tak berhenti.

Alin mendesah kasar. “Emang kenapa sih? Kayak di dunia ini cewek tuh cuman gue aja yang nggak boleh deket Askal,” gerutunya.

Casandra lantas mendelik. “Liat tuh!” Ia menunjuk dengan ekor matanya ke arah di mana teman perempuan satu kelas mereka memandangi Alin dengan tatapan sinis.

“Terus?”

“Lo pengen jadi santapan mereka? Muka udah macem maung begitu.”

“Berlebihan. Askal juga manusia kali, punya hak sendiri maunya sama siapa.”

“Ngatur!” ketus Alin sengaja meninggikan nada bicaranya agar terdengar oleh siswi yang memandanginya.

Sok cantik najis!” celetuk salah satu dari mereka.

Alin tak menanggapi. Ia hanya menganggapnya sebagai hal lumrah.

“Alin emang cantik yeu sirik!” balas Casandra.

Murahan sih iya.”

Mentang dideketin Askal, percaya diri sama belagu jadi nggak beda jauh.”

Kek jadi idol dadakan gitu? Tinggi banget tuh mimpi!

Modal tampang begitu aja, cantikan juga Cassy.

Isi kepala Alin terhenti saat ia mendengar nama yang dilontarkan oleh salah satu siswi di kelasnya. Ia mengerutkan dahi saat mereka tiba-tiba mengaitkan dirinya dengan Cassy.

Cassy? Kenapa jadi Cassy? Apa hubungan Askal dan Cassy?

“Lin,” sahut Casandra. “Askal ada di luar.”

Alin mengalihkan tatapannya dan melihat sosok Askal tengah berdiri di ambang pintu, menebarkan senyuman seraya melambaikan tangan padanya.

Ia segera beranjak dari duduknya untuk menghampiri laki-laki itu.

“Mau ambil jaket?” tanyanya yang dijawab dengan gelengan.

“Aku pengen ditemenin makan.”

“Ini kenapa?” Tangan Alin beralih menyentuh sudut bibir Askal yang terdapat sedikit luka sobek.

“Semalem kamu nggak langsung pulang?” tukasnya.

“Aku dibegal,” jawab Askal membuat Alin membulatkan matanya. “Tapi nggak apa-apa, untungnya cuman dompet yang diambil.”

“Kamu baik-baik aja? Nggak ada luka lain?” Alin bertanya panik.

“Nggak, Sayang.”

“Terus isi dompet apa aja?”

Askal meringis menunjukkan cengirannya. “Kosong.”

“Kok bisa?”

“Bisa dong. Karena Askal selalu punya akal,” ujarnya dengan bangga. Alin mencebik, mencubit lengan kekarnya.

“Coba aja kamu nurut aku suruh pulang tuh!”

“Udah, yuk temenin makan.”

Begitu tangannya digenggam, Alin menoleh ke belakang di mana terdapat teman satu kelasnya yang masih memperhatikan tidak suka.

ASKALIN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang