01

115 28 18
                                    

Mencintai dalam diam adalah cara yang paling aman, tapi juga menyakitkan.

-Yara Leta Destia

-Yara Leta Destia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Semilir angin pagi yang masuk melalui jendela kamarku, menyapu wajahku yang kala itu sedang berdiri di balik kelambu, menyadarkan aku akan lamunan yang tak pernah mengenal kata usai.

Memang tidak ada kata usai jika berfikir tentang dia, dia yang entah sadar atau tidak, sudah menarik ku masuk ke dalam salah satu ruang hatinya, lalu dia membuatku kebingungan di sana, dia tidak mengizinkanku untuk keluar, tapi dia juga tidak memberiku penjelasan atas dasar apa dia menahan ku.

Ingin sekali ku ingatkan bahwa aku juga manusia yang memiliki rasa lelah, lelah untuk terus menunggu yang aku sendiri tidak tahu kapan dan bagaimana ujungnya. Aku mencintaimu, tapi aku juga tidak bisa jika harus terus menunggu.

"Yar, ada Aksa tuh!"

Dapat kudengar Bang Tirta berteriak dari ruang makan.

"Iya, ini udah mau keluar kok," Jawabku sambil menenteng ransel warna hitam milikku.

"Pagi Bundaku tercinta," Sapaku sambil menduduki kursi ruang makan.

"Pagi sayang."

"Percuma sayang kalo nggak jadian." Sahut Bang Tirta dengan wajah paling menyebalkan yang pernah kulihat.

"Apaan banget deh nggak nyambung." Jawabku kesal.

Diam-diam aku melirik aksa, takut jika dia menyadari bahwa ucapan Bang Tirta tadi ditujukan untuknya. Bagaimanapun, aku tetap tidak ingin Aksa mengetahuinya, mengetahui bagaimana perasaanku sesungguhnya, bagiku bisa berada di dekat Aksa saja, itu sudah lebih dari cukup.

Suasana kini menjadi hening, hanya ada suara denting sendok yang sedang beradu dengan piring. Semuanya sibuk dengan sarapannya masing-masing.

Sementara aku, dalam keheningan ini aku mengamati wajah Aksa lamat-lamat, menikmati mahakarya Tuhan yang menurutku begitu indah. Hidung bangir nya, mata teduhnya, serta rahang tegasnya. Semua yang ada pada diri aksa tidak berhenti membuatku kagum.

Aksa itu terlalu tenang, bahkan bagiku dia jauh lebih tenang dari air danau. Pikirannya sulit ditebak, apalagi hatinya.

Aku tidak pernah berani untuk menyelaminya, karena seperti yang banyak orang katakan, air yang tenang lebih menghanyutkan. Aku selalu takut tenggelam, aku selalu takut jika semuanya berubah, aku tidak mungkin sanggup jika harus melalui hari tanpa kehadiran Aksa.

Oleh karena itulah selama ini aku memilih berjalan ditempat yang paling aman, karena bagaimanapun, jauh dari Aksa tetap bukan pilihan yang terbaik.

"Yar, berangkat yuk, "

Mencintaimu Itu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang