05

32 14 8
                                    

Happy reading😍

Setelah pertengkaran yang terjadi sore tadi, Aksa langsung mengantarku pulang.

Di sepanjang perjalanan kami berdua sama-sama bungkam. Sebenarnya aku tidak tahu kenapa aku jadi ikut diam seperti itu, hanya saja melihat wajah kusut Aksa, aku berfikir bahwa ini bukan saatnya untuk aku bicara.

Dan sekarang aku berakhir disini, duduk termenung di samping jendela kamar sambil mengamati bulan yang bersinar di atas sana. Otakku sibuk berkelana pada kejadian sore tadi, sibuk menerka-nerka kira-kira bagaimana kondisi Aksa saat ini.

Jujur aku khawatir dengan laki-laki itu, kebungkamannya di sepanjang jalan pulang tadi sudah cukup menjawab semuanya, bahwa Aksa pasti tengah kacau sekarang.

"Loh Yar, belum tidur kamu?" Suara bunda berhasil mengalihkan atensiku.

"Belom, Bun," Jawabku yang masih asik menatap objek berwarna pucat di atas sana.

"Lagi mikirin apa?" Tanya Bunda sambil mengusap suraiku pelan.

"Aksa." Jawabaku singkat.

"Tadi sore, Om Rudi dateng lagi Bun, dia marah-marah sama Aksa." Lanjutku sambil menatap Bunda.

Dapat kudengar bunda menghela nafas panjang, "Rudi ngomong apa aja sama Aksa Yar?"

"Om Rudi ngajak Aksa pulang, tapi ya gitu, obrolan apa aja diantara mereka pasti akan berakhir pertengkaran, Aksa sebenci itu Bun sama papanya."

"Dari dulu hubungan mereka emang nggak pernah baik Yar, jadi semua itu sudah menjadi hal yang wajar, kamu nggak usah terlalu khawatir, Aksa itu kuat, buktinya dia bisa bertahan sampai sekarang. Jadi tugas kamu cuma temenin dia Yar, jangan pernah tinggalin dia, suport dia terus, karena cuma itu yang kamu bisa."

Sebenarnya menemani dan mensuport Aksa adalah hal yang tidak perlu diminta lagi, karena sudah jelas tanpa diminta pun aku akan melakukannya secara suka rela, meskipun aku sendiri belum tahu, apakah Aksa akan melakukan hal yang sama nantinya.

Aku mengangguk, menyanggupi semua permintaan yang dilontarkan oleh bunda.

"Yaudah sekarang tidur, ditutup juga jendelanya, dingin tau!" Ucap bunda sambil mencubit hidungku pelan.

"Siap bundahara." Jawabku sambil terkekeh.

"Ih kamu mulai deh," Ucap bunda sambil berjalan keluar kamar.

Aku hanya menatap punggung itu sampai hilang tertelan jarak, Perlahan aku bangkit dari posisiku, lalu aku berjalan menuju kasur king sizeku dan mulai merebahkan diriku disana. Ketika aku berada diambang kesadaran, tanpa diperintah bibirku secara sukarela berkata, "Selamat tidur Aksa, semoga mimpi indah."

Aksa memang selalu menjadi orang terakhir yang ada dalam fikirkanku sebelum aku memejamkan mata, selalu begitu.

***

Pagi ini tidak seperti biasanya, aku berangkat sendiri. Aksa hari ini lenyap entah kemana, memang sejak kemarin aku belum melihat kembali sosoknya, jangankan sosoknya, pesannya saja dari kemarin belum kuterima.

Maka di tempat ini, di SMA Tunas Bangsa aku berharap aku bisa kembali melihatnya, bisa kembali melihat segala hal tentangnya.

Tidak terasa langkahku yang perlahan ternyata sudah membawaku sampai pada ruang kelas yang sedang aku tuju, yaitu XI IPA 2.

Masih di depan pintu aku sudah bisa melihat Clara yang sedang duduk sambil sibuk memainkan ponselnya. Tanpa ingin mengulur waktu lagi aku segera melangkahkan kakiku memasuki kelas ini.

Mencintaimu Itu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang