Happy Reading💗
Matahari kini tengah bersiap untuk kembali menjalankan tugasnya, perlahan-lahan ia mulai keluar dari persembunyiannya, sinarnya mulai terasa menyengat kulit manusia.
Namun alih-alih bangun dan bersemangat memulai aktivitas, aku justru masih bergelung di balik selimut tebalku. Terlalu malas untuk memulai aktivitas di hari minggu seperti ini. Namun seakan teringat dengan sesuatu, aku langsung bangkit dari posisiku.
"Lah, bukanya gue mau ke rumah Aksa hari ini?" Ujarku bermonolog.
"Kalau bukan karena Aksa gue ogah nih bangun pagi-pagi di hari minggu gini."
Iya Aksa seakan menempati kasta tertinggi dalam hidupku, segala hal tentang Aksa selalu berhasil merubah niat awalku.
Aku selalu rela melakukan apapun demi Aksa, sekalipun itu bertentangan dengan segala niatku.
Aku mulai berjalan sempoyongan menuju kamar mandi, bersiap untuk kembali menjalankan ritual pagi.
Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya aku selesai dengan segala aktivitas bersiapku. Aku berakhir mengenakan celana kulot berwarna hitam dipadukan dengan sweater overzize lengan panjang berwarna cream. Tanpa ingin membuang waktu lagi aku segera berjalan keluar kamar.
"Pagi, Abang." Sapaku sembari menunjukkan senyum selebar mungkin.
"Wih, tumben banget lo minggu pagi udah cakep gini, biasanya juga masih ngorok sambil ileran dalem gua," Ujar Tirta Permana sambil terbahak-bahak, aku sendiri sebenarnya juga bingung dimana letak kelucuannya.
"Apaan deh nggak lucu tau nggak, lagian apa salahnya sih adeknya cantik gini, bukanya bagus, diapresiasi malah dihujat, dasar!"
"Iya iya nih Abang apresiasi, tepuk tangan nih gue." Di depanku Tirta Permana sedang bertepuk tangan heboh sambil tertawa terpingkal-pingkal, menyebalkan, memang Tirta Permana selalu tampak menyebalkan di mataku.
Seakan sadar dengan kejanggalan pagi ini, aku akhirnya bertanya, "Eh, ini Bunda sama Ayah kemana? Kok pagi-pagi udah nggak ada?"
Tanyaku setelah menyadari bahwa kursi ruang makan di rumah ini hanya terisi dua orang.
"Tadi Ayah sama Bunda bilang mau ke Bandung, kerumah nenek, mumpung Ayah libur katanya." Jawab Bang Tirta yang tengah asik menikmati nasi gorengnya.
"Nyebelin banget deh, ngapain coba berangkatnya pagi-pagi banget, mana nggak pamit lagi sama gue." Aku menggerutu kesal.
"Lo aja yang bangunnya kesiangan kali Yar, kayaknya gue tau nih lo mau kemana," Ucap Bang Tirta menyelidik.
"Kemana emang?"
"Jalan sama Aksa kan?"
"Jalan apanya, orang Aksa aja lagi sakit." Aku menjawab acuh.
"Berarti mau jengukin Aksa?" Bang Tirta bertanya lagi.
"Iya Abangku mau jengukin bukan mau jalan."
"Yar, liat Abang deh," Di tengah sarapan pagi ini sepertinya seorang Tirta Permana ingin memulai perbincangan serius, terlihat dari ucapannya yang menyebut dirinya dengan sebutan 'abang' di saat itu Tirta Permana telah kembali memiliki kewarasannya.
"Kenapa?" Tanyaku sembari mulai menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut.
"Lo ada rasa kan sama Aksa?" Tanya abangku tanpa basa-basi.
Gerakanku seketika berhenti, entah kenapa rasanya seluruh tubuhku kehilangan fungsi hanya karena satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Bang Tirta.
Sebenarnya tidak perlu aku berfikir untuk menemukan jawabannya, karena sudah pasti jika aku ingin berkata jujur maka 'iya' adalah jawaban yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Itu Luka
Teen FictionIni tentang Yara dan Aksa, tentang mereka yang terbiasa sama-sama, mereka yang mungkin juga pernah sakit karena rasa yang tidak sengaja mereka pelihara, karena ragu yang selalu membuat mereka bisu. Lalu bagaimana akhirnya? Adakah salah satu dari mer...