10

16 1 0
                                    

Segala sikap semesta selalu menyertakan makna

- Yara Leta Destia

Hari masih pagi, matahari bahkan belum sepenuhnya menampakkan diri. Tapi aku sudah berkali-kali menghubungi Zidan.

Tidak perlu bertanya apa alasannya, sudah pasti alasanku adalah Aksa. Aku tidak bisa menunggu sampai siang untuk menanyakan bagaimana kondisi laki-laki itu semalam.

"Halo, Dan."

"Halo Yar, iya gue tau lo khawatir sama Aksa, tapi ya nggak gini juga dong, masa lo telponin gue pagi-pagi, emangnya gue rumah sakit apa yang nerima telpon 24 jam?"

Terdengar Zidan menggerutu diseberang sana, mungkin karena aku sudah mengusik tidur nyenyak nya.

"Y-ya maaf, Dan. Tapi kan lo tau, masalahnya sekarang cuman lo satu-satunya orang yang bisa gue tanyain tentang Aksa," Jawabku berusaha membela diri.

"Satu-satunya lo bilang? Ada Awan Yar astagfirullah. Tuh anak udah bangun dari tadi malah," Zidan berbicara dengan nada kesal.

"Iya sih, tapi kan lo tau Awan orangnya gimana,"

"Iya-iya cewek emang paling bener,"

Aku terbahak mendengar jawabannya, "Nah gitu dong, jadi gimana Aksa?" Tanyaku kembali pada topik awal.

"Lo tenang aja, aman. Masih tidur juga anaknya, apa mau gue vidio in sekalian biar puas?" Tanyanya kesal.

"Nggak perlu lah, tapi tadi malem dia nggak ngelakuin yang aneh-aneh kan?"

"Nggak." Jawabnya singkat.

"Lo yakin?" Tanyaku lagi berusaha memastikan .

"Yakin astaga Yar,"

Sejenak aku dan Zidan sama-sama diam, sampai akhirnya Zidan kembali mengeluarkan suaranya.

"Eh Yar, tadi malem Aksa ngerokok deh. Sampek 4 batang kalau nggak salah,"

"Hah? Ngerokok? Sampek 4 batang, Dan?"

Aku melontarkan pertanyaan bertubi-tubi pada Zidan. Iya aku terkejut, pasalnya selama aku mengenal Aksa, tidak pernah sekalipun aku melihatnya mengonsumsi barang bernikotin itu. Lalu apa katanya tadi? 4 batang? Itu bukan jumlah yang sedikit kan untuk perokok pemula?

"Iya Yar, gue liat pakek mata kepala gue sendiri koki. Tapi gue nggak negur sih, ya gimana mau negur kalau dia tampangnya aja udah kayak mayat hidup gitu,"

"Tapi dia selama ini nggak pernah ngerokok, Dan," Ucapku lagi masih belum yakin.

"Mungkin dia lagi butuh pelampiasan, Yar."

Aku menghela nafas panjang, "Iya gue juga mikir gitu, gue juga nggak bakal menghakimi dia soal ini kok. Gue cuma takut aja kalau dia bakal ngelakuin hal-hal yang lebih nekat lagi setelah ini,"

"Udah nggak usah terlalu lo pikirin, gue yakin Aksa bakal baik-baik aja kok,"

"Semoga, ya udah gue tutup dulu ya, Dan?"

"Iya, lain kali jangan nelpon gue pagi-pagi gini, untung lo Yara."

Ucapnya masih terdengar kesal. Namun alih-alih merasa bersalah atau menyesal karena sudah mengganggunya, aku justru tertawa mendengarnya.

"Emang kenapa kalau gue Yara?"

"Ck, pakek nanya lagi, ya gue maklumin lah, karena lo best friend nya Aksa,"

Mencintaimu Itu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang