Happy reading ❤
Aku sampai di rumah dengan keadaan basah kuyup. Tanpa menghiraukan tatapan heran dari Ayah dan Bunda yang sedang berada di ruang tengah, aku langsung berlari menuju kamarku. Untuk saat ini aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun.
Setelah selesai mandi aku kembali termenung, otakku sibuk berkelana pada setiap kejadian yang terjadi disekolah tadi, kalau difikir-fikir ini semua seperti mimpi, tapi nyatanya ini benar-benar terjadi.
Jujur sekarang aku bingung, siapa sebenarnya yang pantas aku salahkan. Apakah Aksa? Tapi kenapa harus Aksa? Tidak ada yang salah dengan pilihannya, dia tidak salah jika dia mencintai orang lain, dia hanya mengikuti kata hatinya, setiap manusia memang berhak menentukan pilihannya bukan?
Lalu apakah aku yang sebenarnya salah disini? Tapi kenapa harus aku? Aku juga mengikuti kata hatiku, disini aku hanya menentukan pilihanku, aku juga tidak tau jika pilihanku akan berakhir seperti ini.
"Yar, Bunda masuk ya?" Terdengar Bunda berkata seperti itu dibalik pintu.
Meskipun sekarang aku enggan untuk berbicara dengan siapapun, tapi menolak permintaan Bunda adalah satu hal yang tidak bisa aku lakukan. Maka dari itu aku berakhir mengizinkan Bunda masuk.
"Masuk aja Bun, nggak papa,"
Tidak lama kemudian, pintu kamarku terbuka. Terlihat Bunda datang dengan membawa segelas teh hangat dan juga satu mangkuk mie kuah yang masih terlihat mengepulkan asapnya.
Jika suasana hatiku sedang baik, sudah dipastikan aku akan berteriak kegirangan karena Bunda membuatkan aku mie kuah ditengah hujan seperti ini.
"Udah mandi kamu, Yar?"
Bunda bertanya sambil meletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas samping tempat tidurku.
"Udah kok Bun," Aku hanya menjawab singkat.
"Kamu itu tadi kenapa? Kok pulang ujan-ujanan kaya gitu, kalau masih hujan ya neduh dong Yar, jangan malah ujan-ujanan kaya anak kecil. Kalau nanti sakit gimana?"
Bunda mulai mengeluarkan petuahnya sore ini. Aku menghela nafas panjang, lalu dengan suara pelan aku menjawab.
"Ya kalau nunggu reda kelamaan lah Bun, lagian Yara juga nggak akan sakit kok karena ujan-ujanan,"
"Kamu ini kalau dibilangin bantah terus ya!"
Sejenak Bunda diam, lalu aku mendengar dia menghela nafas panjang lalu tanpa aba-aba dia duduk disampingku, mengusap suraiku begitu lembut.
Jujur mendapat perlakuan seperti ini sama sekali tidak membuatku merasa lebih baik, justru aku sangat ingin menangis sekarang. Tapi aku juga tidak ingin menangis didepan Bunda.
"Kalau ada apa-apa itu cerita Yar, jangan dipendem sendiri. Bunda tau kamu sekarang udah besar, kamu bukan Yara yang dulu lagi. Kalau dulu apa-apa kamu ceritain ke Bunda, sampe Bunda bosen dengernya. Tapi Yar, sampai kapanpun kamu tetap anak kecil dimata Bunda, kamu tetep gadis kecil kesayangan Bunda. Jadi nggak papa kalau kamu mau nangis didepan Bunda, nggak papa mau apa-apa kamu aduin ke Bunda, Bunda justru seneng kalau kamu mau terbuka sama Bunda. Jadi Cerita ya, Yar?"
Setengah mati aku menahan air mataku supaya tidak keluar, tapi akhirnya tetap saja gagal. Di tengah isakanku aku mulai bercerita kepada Bunda, meskipun yang kuceritakan hanya garis besarnya saja.
"Yara nggak tau Bun, Yara kenapa. Tapi rasanya sakit, hati Yara sakit banget Bun. Selama ini Yara selalu ngelakuin apapun buat dia, Yara selalu ngorbanin semuanya buat dia. Tapi dia nggak tau apa-apa Bun, dia nggak bales apa-apa buat Yara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Itu Luka
Teen FictionIni tentang Yara dan Aksa, tentang mereka yang terbiasa sama-sama, mereka yang mungkin juga pernah sakit karena rasa yang tidak sengaja mereka pelihara, karena ragu yang selalu membuat mereka bisu. Lalu bagaimana akhirnya? Adakah salah satu dari mer...