11

7 0 0
                                    

Lagian kita emang nggak pernah bisa Yar untuk memiliki dua-duanya, maksud Abang, ketika lo menginginkan dua hal sekaligus, lo nggak akan bisa untuk memiliki dua-duanya, lo harus mengorbankan salah satu untuk bisa memiliki salah satunya.

- Tirta Permana

***

Hari ini adalah hari Sabtu, hari dimana seharusnya aku bisa tidur sampai siang mengingat aku tidak perlu pergi ke sekolah, tapi entah karena apa aku justru bangun pagi-pagi.

Dan sekarang aku disini, duduk termenung sendirian di teras rumah, menikmati segarnya udara dan hangatnya mentari pagi.

Sejujurnya ada yang sedikit menganggu pikiranku, perihal semalam. Jika kalian ingat, semalam aku kembali mengatakan kalimat yang seharusnya tidak aku katakan.
Kenapa kubilang seharusnya tidak aku katakan? Karena pada akhirnya semua akan percuma.

Jika kalian bertanya bagaimana respon Aksa semalam? Jawabannya cukup membuatku jengkel, dia hanya mengatakan, "Apaan sih, Yar," Lalu terkekeh pelan.

Aku terkejut bukan main ketika air tiba-tiba saja mengguyur tubuhku. Seketika aku mendongakkan kepala, mencari darimana asal air itu, dapat kulihat matahari bersinar dengan begitu terang di atas sana, langit pun juga terlihat sangat cerah. Aku seperti orang bodoh yang mencari hujan ditengah teriknya matahari.

"Woy Yar, mana ada ujan, orang panas gini hahaha,"

Dapat kulihat Bang Tirta sedang tertawa terbahak-bahak di bagasi, jika dilihat dari pakaiannya yang setengah basah,sepertinya dia sedang mencuci motornya.
Pandanganku lalu turun ke tangannya yang sedang memegang pipa air, dapat ku simpulkan bahwa ini adalah perbuatannya.

"Sialan lo, nyuci motor yang nyuci aja nggak usah pake siram-siram gue," Ucapku bersungut-sungut.

"Makanya pagi-pagi tu jangan ngelamun, kesambet baru tahu rasa lo," Ujarnya lalu Ikut duduk di sampingku.

"Lagi mikirin apa sih, Yar?"

"Nggak mikirin apa-apa." Jawabku acuh.

"Bohong banget," Ucapnya sembari terkekeh pelan.

"Aksa kan?" Bang Tirta bertanya lagi sambil menatapku intens.

Seketika aku langsung menolehkan kepalaku, mendengar nama Aksa rasanya seperti mendapat sebuah sengatan yang selalu berhasil membuatku kaget.

"Nggak, sok tahu banget sih lo, Bang," Jawabku berusaha mengelak.

"Udah cerita aja. Kenapa lagi tuh anak?" Tanyanya serius.

Aku menghela nafas pelan, "Ya gitu, emang kenapa lagi?"

"Nggak peka terus anaknya? Atau gimana?"

Akhirnya aku hanya bisa mengangguk pasrah, sudah pernah kubilang kan dulu, berbohong pada Bang Tirta pada akhirnya juga akan percuma, dia pasti tahu.

"Yar, Abang kasih tahu deh, sebenernya mudah kok buat cowok ngelihat apakah si cewek ini suka sama dia atau nggak. Ya logikanya, ngapain lo peduli sama dia selama ini kalau nggak ada rasa. Bener kan? Nyatanya manusia cuma peduli ketika dia punya perasaan khusus Yar, kalau nggak ya nggak mungkin dia peduli. Jadi menurut Abang Aksa mungkin udah tahu, tapi entah karena apa dia belum berani untuk ngungkapin."

Sejenak dapat kudengar Bang tirta menghela nafas panjang, "Kalau dari yang Abang lihat kalian itu sama-sama gengsi Yar, sebenarnya lo sama Aksa udah sama-sama tahu gimana perasaan masing-masing, cuman ya gitu, dua-duanya sama-sama gengsi. Ditambah lagi dengan kedok sahabat yang selama ini udah kalian bangun, jadi tambah susah. Kalau saran Abang mending lo confess aja, daripada nungguin terus. Ya emang sih bakal ada dua kemungkinan setelahnya. Kemungkinan pertama semuanya bakal berjalan mulus dan lo sama Aksa bisa jadian, kedua persahabatan lo yang jadi taruhannya. Tapi bukannya emang gitu konsekuensi mencintai sahabat sendiri? Lagian kita emang nggak pernah bisa Yar untuk memiliki dua-duanya, maksud Abang, ketika lo menginginkan dua hal sekaligus lo nggak akan bisa untuk memiliki dua-duanya, lo harus mengorbankan salah satu untuk bisa memiliki salah satunya. Jadi sama halnya ketika lo pengen Aksa jadi pacar lo, ya berarti lo harus siap buat kehilangan sahabat. Meskipun nanti Aksa jadi pacar lo, tapi statusnya berubah kan? Bukan lagi sahabat tapi pacar. Itu yang abang maksud kehilangan sahabat, begitu juga sebaliknya. Jadi nggak usah takut buat nyatain perasaan lo,"

Mencintaimu Itu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang