06. Masyaallah, Suami Gue

1.5K 162 152
                                    

Hi, aku update!




06. Masyaallah, Suami Gue

Langit jingga kini tergantikan dengan warna gumpalan hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit jingga kini tergantikan dengan warna gumpalan hitam. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan hingga menusuk ke tulang tubuh. Lampu-lampu rumah dan bangunan lainnya mulai menyala, jalanan pun mulai tidak sepadat siang tadi.

Gadis dengan memakai kaos kebesaran itu duduk di sofa dengan memakai camilan, netranya fokus kepada televisi besar yang ada di hadapannya. Mulai malam ini Ririn dan Alvan akan tinggal di apartemen yang Alvan beli dua tahun yang lalu. Kedua orang tua mereka pun sudah setuju dan tidak mempermasalahkan jika mereka ingin tinggal berdua di sana.

"Akh!" Ririn berterima keras ketika lampu apartemen tiba-tiba saja mati, otomatis televisi pun ikut mati.

"Alvan!"

Gadis itu berdiri dari duduknya, melupakanmu camilan ringan yang ia makan. Sekarang yang Ririn pikirkan adalah bagaimana caranya agar bisa menemukan Alvan, suaminya.

"Alvan, lo di mana? Gue takut, Alvan!" Di tengah-tengah kegelapan, gadis itu berjalan secara perlahan-lahan. Ririn harap ia tidak salah melangkah untuk menuju kamar karena yang Ririn ingat, Alvan tadi berada di kamar.

Ririn memegang knop pintu, membukanya secara perlahan. Akan tetapi, suara teriakkan serta wajah menakutkan membuatnya terkejut. Ia langsung berjongkok dengan tangisan yang pecah. Ia terkejut melihat wajah Alvan yang disoroti oleh senter.

"Hiks Alvan!"

Laki-laki itu langsing panik mendengar suara tangisan istrinya, padahal ia hanya berniat bercanda saja. Alvan berjongkok, menyamakan tingginya dengan gadis itu.

"Eh, lo nangis? Astaga, gue cuma bercanda," ucapnya dengan perasaan bersalah.

"Muka lo mirip tuyul, gimana gue nggak kaget coba ... Hiks."

"Sorry, gue cuma bercanda doang. Sini, peluk dulu."

Ririn menurut, ia memeluk tubuh laki-laki itu dengan erat. Jangan lupakan juga dengan tangisannya yang belum kunjung mereda. Ririn itu sangat takut dengan gelap, jika suasana gelap seakan membuat dadanya sesak. Ririn sebenarnya tidak takut dengan hantu, tetapi karena tindakan Alvan yang tiba-tiba membuatnya menjerit ketakutan.

Alvan melangkah kakinya menuju sofa dengan Ririn yang ia dekap. Ia duduk di sofa panjang dan mendudukkan tubuh mungil Ririn dipangkuannya.

"Udah, jangan nangis. Cengeng banget lo," ujarnya seraya mengusap pelan punggung istrinya.

Ririn tak menjawab, gadis itu sibuk untuk menenangkan dirinya dan berdoa agar mati lampu ini cepat berlalu. Berbeda dengan Alvan yang berharap mati lampu ini berlanjut sampai besok.

Suasana hening, Alvan memilih untuk tidak berbicara. Matanya juga sudah sangat mengantuk, membiarkan posisi itu tetap begitu hingga pukul tiga dini hari. Alvan terbangun, memilih membaringkan Ririn di ranjang. Lumayan pegal juga memangku istrinya itu sela berjam-jam. Listrik juga sudah menyala, otomatis lampu juga menyala.

[iii] [END] MAS SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang