22. Dejavu

793 91 2
                                    

Hi, aku update

Ada yang rindu nggak? Masih pada stay di cerita ini 'kan?

Yuk, ajak temen-temen kalian buat baca cerita ini:)

Yuk, ajak temen-temen kalian buat baca cerita ini:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hari Selasa praktek fisika dimulai di mana siswa kelas sebelas IPA satu diminta untuk mengoperasikan seperangkat alat tranformator listrik yang terdiri dari batang besi dan kumparan serta alat ukur daya. Dalam ujian praktek siswa dibagi dalam beberapa kelompok di mana setiap kelompok berbagi tugas dalam mengoperasikan tranformator. Semisal dalam satu kelompok ada siswa yang bertugas mempersiapkan alat, mengoperasikan trafo atau tranformator, mengukur besar tegangan atau daya magnet yang dihasilkan, serta mencatat hasil pengamatan, dan seterusnya."

Pak Samsul selaku guru fisika menjelaskan tentang praktek fisika hari ini yang dilakukan oleh kelas 11 IPA 1 bertempatan di lapangan serba guna yang dekat dengan kantin. Seharusnya sekarang ada jam istirahat, tetapi guru fisika malah menyuruh anak kelas 11 IPA 1 praktek.

"Semuanya sudah paham?"

"Paham, Pak!" jawab murid 11 IPA 1 serempak.

Pak Samsul menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalau begitu silakan kalian kerjakan dan untuk kelompok sudah ditetapkan tadi."

Sementara itu, Ririn yang sedang beristirahat bersama Adhifa di kantin hanya bisa menatap Alvan dari kejauhan. Suaminya itu kebagian sekelompok dengan satu laki-laki yang bernama Irfan, serta tiga perempuan yang bernama Siti, gadis berhijab anak pesantren. Dinda, gadis tomboy yang rambutnya diikat seperti buntut kuda. Terakhir ada Mona, gadis cantik yang dijuluki sebagai beautiful girl at Philomena High School.

"Din, alat-alatnya udah siap semua belum?" tanya Alvan kepada Dinda. Alvan bertugas sebagai ketua kelompok.

Dinda menjawab. "Semuanya udah, tadi barusan gue cek."

"Oke, sekarang kita mulai aja. Ingat, harus teliti dan yang paling penting hati-hati," kata Alvan memberitahu.

Semuanya berjalan baik-baik saja, Alvan juga sesekali mencuri-curi pandang kepada istrinya yang dibalas senyuman oleh Ririn. Sampai akhirnya sebuah ringisan terdengar.

"Eh, lo kenapa?" tanya Dinda kepada Mona.

Mona meringis dengan jari telunjuknya yang berdarah. "Aduh, aw. Jari gue kegores sama ujung meja yang runcing."

Alvan menghela nafasnya, ia mengeluarkan satu hansaplast dari sakunya. "Sini jari yang luka, gue pakein hansaplast."

Mona menjulurkan telunjuknya yang terluka kepada Alvan dan laki-laki itu pun segera membalutnya dengan hansaplast.

"Lain kali hati-hati biar nggak luka lagi," omel Alvan seraya melirik Mona sekilas, kemudian ia kembali sibuk dengan tugasnya.

Mona mengulum bibirnya, menatap Alvan dengan kagum. Entah kenapa yang Alvan lakukan tadi membuat jantungnya berdebar, padahal sebelumnya ia tidak pernah seperti ini meski banyak laki-laki yang mendekatinya.

[iii] [END] MAS SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang