13. Daffa dan Neha

63 4 1
                                    

Daffa sedang memperhatikan pin berbentuk terompah, dengan simbol Haddadiyah yang ia temukan di depan pintu kelasnya tadi. Lebih tepatnya, dia melihat ada seseorang yang menjatuhkannya. Daffa juga sempat memanggil seseorang itu, namun sepertinya, dia sedang terburu-buru sehingga tidak mendengar teriakannya.

Daffa memikirkan bagaimana cara agar bisa mengembalikan benda yang di tangannya ini kepada pemiliknya. Apakah dititipkan kepada pengurus santri putri? Bukankah terlalu berlebihan? Atau, ia berikan langsung saja? Namun, apakah itu akan beresiko? Azlan? Ah, makin tidak mungkin. Akhirnya, ia mengingat satu nama, yaitu Najma.

Ia pernah dengar kalau Neha teman dekatnya Najma. Apalagi, jika dengan Najma dia sudah menganggap seperti adik sendiri. Sehingga tidak akan berdampak buruk, pikirnya.

Alvan tiba-tiba mengagetkannya.

"Akhi, itu punya siapa?"

"Punya Neha kayaknya,"

"Terus mau diapakan?"

"Ya balikin lah!"

"Ceritanya gimana kok bisa ada di tanganmu?"

"Tadi ukhty itu menjatuhkannya,"

"Oh begitu." Alvan ber-oh ria.

"Jadi, ana lagi cari cara bagimana benda ini bisa sampai ke pemiliknya lagi,"

"Titip saja ke Azlan! Pasti dia langsung bahagia!"

"Kamu itu malah mendukung maksiat!"

Alvan hanya menyengir.

"Kalau Najma aja bagaimana?" tanya Daffa.

"Bisa sih. Cuma, kalau Najma bukankah nanti akan timbul fitnah? Secara hubunganmu dengan Najma sekarang sudah tidak seperti dulu Daff!"

"Tidak seperti dulu bagaimana? Orang aku tetap menganggap Najma seperti adikku sendiri kok,"

"Yeeeee! Kalo perempuan itu mana ada yang benar-benar mau menganggap kamu kayak saudara sendiri Daff? Kamu tahu betul lah, gosip kalian itu ada di mana-mana. Semua sudah tahu kali, kalau keluarga kalian saling menjodohkan!"

"Terus? Enaknya gimana?"

"Kasih sendiri saja kok repot!"

"Bukankah itu terlalu beresiko?"

"Beresiko bagimana? yang penting 'kan pas banyak orang jangan berduaan! Paling cuma beresiko untuk hatimu." Candanya.

Perkataan Alvan, Daffa mengiyakan dalam hatinya. Dia setuju, apa mungkin yang dimaksud beresiko itu adalah perasaannya sendiri? Sebab, akhir-akhir ini, ia merasa aneh semenjak mendengar suara Neha yang menyentuh hatinya. Mengapa, rasanya seakan ia selalu berdebar tatkala menyebut nama Neha. Apakah dia sudah jatuh hati terhadapnya? Sebab rasanya, Daffa seakan melayang ditumpukan awan, dan berseluncur di atas pelangi, setiap kali ia membayangkan suara Neha yang terus terngiang-ngiang di telinganya begitu merdu. Memang terdengar konyol, bagaimana mungkin seseorang bisa jatuh hati hanya karena suaranya saja. Bagaimana bisa, seseorang berdebar setiap kali mengingat suara orang tersebut. Itu sangatlah langka. Apalagi, yang ia dengar hanya sekali. Namun, di telinganya terus berulang beribu kali. Daffa sepertinya memang telah terjerat oleh suara Neha. Namun, yang jadi pertanyaannya adala, apakah hanya suara saja? Tidak adakah hal yang lain? Jika diingat-ingat betul kejadian kemarin di perpustakaan, kenapa Daffa bisa tersenyum seperti itu? kenapa senyumannya berarti sesuatu yang berbeda dan lebih? Senyum itu sangat jelas, bukan senyuman biasa. Namun, itu senyuman yang muncul disebabkan ia sangat senang bisa berpapasan langsung dengan Neha.

Selama ini, dia hanya mampu mengingat suaranya saja, dan sekarang, ia bisa melihat langsung wajah si pemilik suara itu dengan jelas.

Meskipun sebenarnya saat itu sudah kedua kalinya Daffa melihat wajah Neha. Namun, yang ini berbeda. Tidak ada dalam situasi panik seperti waktu itu kala Neha pingsan, dan tidak ada keresahan yang menyelimutinya juga.

kalam cinta pesantren || SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang