Neha dan Rere bersyukur, bahwa pengurus mengundurkan keputusan Neha yang dikeluarkan dari pesantren untuk sementara waktu. Sebab hukuman melanggar pergi ke area terlarang belum dituntaskan oleh mereka berdua. Kesempatan itulah yang akan Rere gunakan untuk mencari tahu kebenaran dibalik apa yang terjadi kepada Neha.
Sebenarnya, Rere memang sempat meragukan Neha. Namun, ketika ia mendengar percakapan para pengurus pesantren yang menunjukkan bahwa Neha bisa saja difitnah.
Saat itu ...
Rere ingin mengambil barang Neha yang tertinggal di kantor pengurus. Ia berjalan dengan terburu-buru. Namun, langkahnya terhenti ketika samar-samar Rere mendengarkan percakapan antara Ustazah Fathimah dan Ustazah Latifah menyebutkan nama Neha. Sehingga membuat Dia urung untuk mengetuk pintu.
"Kalo saya pikir-pikir Ustazah, Neha itu difitnah," ujar Ustazah Lathifah.
"Difitnah bagaimana? Bukti-buktinya sudah jelas," sahut Ustazah Fathimah.
"Begini Ustazah, kita seharusnya cari tahu dulu siapa yang mengirim surat waktu itu. Kenapa harus mengatakannya lewat surat? bukankah lebih baik memberitahu kita secara langsung?"
"Ustazah Latifah, itu karena dia ingin menyembunyikan identitasnya. Mungkin saja dia takut atau tidak enak hati kepada Neha?"
"Ustazah, tapi kita harus cari tahu siapa orang itu, agar bisa dipastikan dengan benar bahwa Neha memang bersalah. Takutnya, kita salah mengambil langkah,"
"Kesaksian dari Daffa kan sudah cukup? Daffa juga sudah mengakuinya, masih mau bukti apalagi?"
"Tapi kita tahu betul Ustazah, Neha orangnya itu seperti apa,"
"Neha yang sekarnag tidak seperti dulu, dia sudah bergaul dengan Rere. Ingat yang terakhir kali dia sudah berani ke atas atap gedung. Jadi wajar saja kalo sampai ke tahap berhubungan dengan yang bukan mahromnya."
Rere mendengar itu, dadanya terasa sesak. Ia segera kembali ke UKP untuk menemani Neha.
Rere menangis sejadi-jadinya, di samping Neha. Ia menyesal sempat meragukannya dan juga merasa bersalah bahwa Neha dicap buruk gara-gara dirinya.
Neha sudah mulai membaik, dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan diantar oleh Rere.
Selama perjalanan ke asrama, banyak mata menatap ke arahnya dengan penuh benci. Namun, ada juga yang tidak peduli.
"Kamu sementara di kamar aku aja gimana?"
"Enggak ah, aku baik-baik saja kok!"
"Kamu yakin?"
Neha mengangguk dengan cepat, dan segera masuk ke kamarnya yang saat ini seperti tempat yang paling mengerikan. Tatapan-tatapan dingin tertuju padanya, ada yang pura-pura sibuk tidak melihat kedatangannya ada juga yang asik mencibirnya lewat sindiran. Neha berusaha untuk tidak menghiraukan semua itu. Lagipula, dia makan dan minum bukan dari hasil jerih payah mereka, jadi untuk apa dia peduli? Neha cukup belajar bagaimana hidup di pesantren, pahit getir dia harus tetap menghadapinya. Karena tujuannya di pesantren ini beda dengan pertama kali dia datang. Niatnya sudah diubah, tujuannya pun sudah berbeda, yang paling utama adalah mendapatkan ridha Allah, ilmu yang bermanfaat, barokah dunia akhirat, dan yang terpenting saat ini dia harus kuat agar bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
"Malu jadi penghafal Al qur'an tapi munafik,"
"Gak kebayang sih, gimana perasaan Najma saat ini,"
"Emang ya, musuh dalam selimut semakin mendunia,"
"Juara kalo sok polos, ternyata busuk,"
"Udah ah, capek bahas hal itu bikin tenggorokan gatal!"
![](https://img.wattpad.com/cover/282210153-288-k20975.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
kalam cinta pesantren || SUDAH TERBIT
أدب المراهقينperjuangan seorang santri dalam menahan nafsunya di jalan allah, dan memilih menyembunyikan sedalam mungkin cintanya terhadap yang belum halal untuknya