004. Poor Zea and Happy Casey
Casey menandatangani berkas yang menjadi bukti kesepakatan mereka, kemudian menatap mitra bisnisnya dengan seutas senyum.
"Terima kasih Nona Rivers ... dengan bantuan ini saya bisa mengembangkan lagi bisnis saya yang hampir bangkrut. Terima kasih," ucap seorang pria paruh baya bernama Eki Waluyo seraya menjabat tangan Casey, tak lupa senyum mekarnya.
Casey membalas jabat tangan itu, agak bernapas lega saat pertemuan pertama ini akhirnya selesai juga. "Kalau begitu saya permisi," pamit Casey.
Pria itu mengizinkan, dan mengantar Casey sampai mobil. Meskipun, Casey masih kuliah dan baru berumur dua puluh tahun, tetapi namanya sudah dikenal di kalangan bisnis. Bahkan, Casey disegani dan kerap kali dipuji.
Semua ini tentu karena Grandma. Sejak SMA Casey sudah dijejali dengan ilmu bisnis, tiap hari jadwalnya padat, diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Casey tak ada waktu bermain seperti gadis kebanyakan, karena waktunya adalah milik Grandma.
Setelah berpamitan dan memasuki mobilnya, Casey langsung melepas topeng yang sedari tadi dipakai. Dari kaca kecil di depannya, Janus menatap wajah muram Casey. Dia pun bertanya, "Ada apa Nona?"
Casey melirik Janus sekilas, kemudian mengambil kaca mata hitam dan memakainya karena tak ingin pria itu melihat matanya yang memerah. "Tidak ada," jawabnya.
"Nona mau pulang sekarang?" tanya Janus lagi.
Casey langsung menoleh dan berkata, "Jangan bercanda Janus! Antarkan saya ke tempat seminar."
"Kalau Nona lelah kita bisa pulang sekarang, acara seminar itu tidaklah begitu penting," ucap Janus.
"Jangan membantah Janus! Antarkan ... atau saya pergi sendiri," ancam Casey.
Janus menatap Casey dengan ekspresi biasa saja, tidak merasa takut atau bagaimana. "Nona mana berani pergi sendiri," sahutnya.
Casey diam, tak ingin meladeni Janus lebih jauh lagi. Dia lalu menatap Bvlgari watch-nya yang menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit, masih ada sisa dua puluh menit sebelum sampai. Akan Casey gunakan untuk memejamkan matanya barang sejenak.
-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
Aslan menatap sepeda dan topi Zea dengan sorot khawatir, pembantunya bilang bahwa Zea tiba-tiba menghilang saat hendak pergi ke minimarket. Lalu tiba-tiba ada orang yang mengantarkan sepeda dan topinya ke rumah Zea.
"Bibi enggak telepon orang tuanya, ‘kan?" tanya Aslan kemudian.
"Enggak, Den, saya takut kena omel!"
Aslan membuang napas lega. "Oke, kita tunggu sampai nanti malam. Kalau Zea belum pulang baru kita telepon orang tuanya," ucapnya yang langsung diangguki oleh Bibi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ambitious Richest Girl | 2021
RomantizmCasey merasa hatinya telah mati. Namun, Aslan datang dan malah menghidupkannya kembali. _________________________________________ Copyright by decantdra Ditulis: Agustus, 2021 Selesai: ...?