🦋CHAPTER 13

4 3 0
                                    

Happy Reading🦋

"Papa mana kok nggak ikut?" tanya sang Mama tiba-tiba, yang membuat seisi ruangan terdiam.

Pertanyaan apa ini? alasan papanya tidak ikut? tentu Ale tidak tahu, karena mereka juga sangat jarang bertemu. Mereka semua hanya bisa terdiam tidak tahu harus membalas dengan apa.

"Kenapa? kok pada diem?" tanya Mamanya.

"A-anu, itu, tuan lagi ...."

"Papa lagi sibuk kerja ke luar daerah Ma," pungkas Ale yang tidak mau berlama-lama membahas Papanya.

Mamanya hanya mengiyakan tanpa banyak berkata-kata. Walaupun, di hatinya ia bertanya-tanya sesibuk apa sang suami sampai tidak pernah menjenguknya selama beberapa bulan ini.

Drtt ... drtt ....

Suara telepon mengalihkan keheningan yang melanda ruangan ini. Dan ternyata telepon Alelah yang berbunyi. Lalu dengan segera Ale izin keluar setelah mendapat telepon yang entah dari siapa.

"Aku keluar bentar ya! mau angkat telepon dulu," pamit Ale pada orang-orang di dalam ruangan yang dibalas anggukan oleh mereka, kecuali Zara.

"Pasti pacarnya ya? kan usah dibilangin Kak, pacaran tuh haram," papar Zara yang melihat Ale hendak keluar.

"Eh ... sembarangan ya! ini tuh temen Kakak, bukan pacar!" jelas Ale dengan nada kesal.

Lalu setelahnya Ale langsung keluar mencari tempat yang lebih sepi untuk berbicara. Karena yang ia tahu, jika Mamanya mendengar ia berbicara, bisa dipastikan ia akan kena marah karena bahsa yang digunakan jika berbicara dengan temannya, sangatlah tidak sopan. Begitulah sekiranya.

"Halo, ada apaan Div?" ucap Ale terlebih dahulu kepada si penelpon.

"Ini Le, kita mau kumpul di rumahnya si Rio, lo ikut ya! pokoknya harus ikut!" titah si penelpon dengan nada memaksanya, yang diketahui adalah Diva---teman Ale.

Ale tampak berpikir sejenak, tidak langsung membalas perkataan Diva, yang dia pikirkan sekarang adalah, alasan apa yang akan ia gunakan untuk pergi dari sini. Sedangkan, ia baru saja bertemu sang Mama setelah beberapa bulan lamanya, dan ia juga masih ingin menghabiskan waktu bersama Mamanya. Tetapi, di sisi lain, ia juga tidak enak hati untuk menolak ajakan temannya.

"Woyy Le, kok diem sih? lo masih hidup kan?" seru Diva di seberang sana, yang merasa dikacangi. Sontak Ale pun tersadar dari pemikirannya.

"E-eh ... tapi ini Div, gue kayaknya ...."

"Pokoknya gue nggak ada tapi-tapian, apalagi penolakan! intinyalo harus dateng!" putus Diva.

"Yahh ... tapi Div kayaknya gue nggak bis ...."

Tut ....

Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Diva yang membuat Ale mendengkus kesal sekaligus bingung harus bagaimana, dia pun memilih untuk masuk ke dalam ruangan Mamanya.

_______

Di dalam sana Mamanya tampak asyik bercerita dengan Zara dan Bi Imah, entah apa yang dibicarakan, Ale pun tidak bisa mendengar dengan jelas. Lalu Ale mendekat ke arah mereka, dengan tampang kusutnya.

"Lho, itu kenapa kok mukanya kusut banget?" tanya Mamanya.

"Habis diputusin pacarnya sih kayaknya," cerocos Zara.

"Eh ... ini kok Zara ngomongnya pacar-pacaran? nggak boleh ya!" peringat Mamanya yang dibalas kekehan oleh Zara.

"Dih ... apaan? ngaco nih Zara, nggak ada ya!" ucap Ale kesal. Namun lagi-lagi Zara hanya terkekeh sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Kamu kenapa sih Le? ada masalah?" tanya Mamanya.

"Nggak kok Ma. Cuman, tadi teman Lea telpon ngajak kumpul," balas Ale dengan jujur.

"Ya udah kamu pergi sana! ikut temen kamu!"

Titah Mamanya yang membuat raut wajah Ale berbinar. Iya, tidak bisa dipungkiri bahwa Ale memang merasa senang saat ini. Walaupun, di sisi lain, dia juga ingin menemani Mamanya di sini.

"Tapi Ma, kayaknya nggak jadi deh, Ale mau nemenin Mama aja di sini," cicit Ale.

"Lho kok gitu? temen kamu pasti nungguin, lagian Mama kan ada Bi Imah sama Zara yang nemenin di sini," ucap Mamanya meyakinkan.

Ale menghela napas sejenak. "Ya udah Ma, aku pergi dulu ya! assalamualaikum," pamit Ale yang memutuskan untuk pergi saja.

"Waalaikumussalam," jawab mereka semua serentak.

"Bibik sama Zara jagain Mama ya," pinta Ale dari arah pintu.

"Sip, udah sana pegi hushh ... hushh ...." usir Zara.

"Ck, iya-iya, ini juga mau pergi kok," ketus Ale.

________

Di luar ruangan, sekarang Ale tampak melirik pakaiannya dari atas hingga bawah.

"Masa iya sih, gue harus pake beginian ketemu temen-temen? ya kali ah, kayak anak nolep aja," gerutu Ale di sepanjang koridor. Kemudian, ia memutuskan untuk berganti pakaian saja di toilet sebentar. Karena bisa-bisa, ia akan ditertawakan habis-habisan oleh teman-temannya nanti, jika melihat penampilannya yang sekarang. Ah, sudahlah. Membayangkan hal itu membuat Ake meringis pelan.

"Nah, kalo gini kan enak. Nggak kayak tadi gerah, udah gitu kayak anak nolep," ucap Ale tersenyum bangga melihat penampilannya yang sudah kembali ke dalam mode haram. Ya ... begitulah kurang lebih.

"Nggak seharusnya lo ngelakuin ini," tukas seseorang tiba-tiba dari arah belakang, yang membuat Ale langsung berbalik menatap orang itu. Dan betapa terkejutnya Ale kala melihat Bagaslah pemilik suara tadi. Kenapa lagi-lagi ia harus bertemu Bagas?

"Itu sama aja kayak lo ngebohongin diri sendiri," lanjut Bagas.

"Maksud lo apaan hah?" sergah Ale penuh emosi dengan tatapan tajam bak ingin menikam.

"Maksud gue, kenapa lo harus buka tutup hijab lo? kalo ternyata lo nggak niat make," jelas Bagas.

"Lo nggak perlu jelasin ulang, gue udah tau, tau banget malah! maksud peryanyaan gue tadi, urusannya sama lo apa? mau gue gini kek gitu kek, bukan urusan lo kan?" sergah Ale, dengan emosi yang menggebu-gebu.

Sudah Ale katakan sebelumnya, ia sangat malas jika harus berhadapan dengan Bagas, bukan apa-apa, karena ingatan masa lalunya akan kembali melintas saat dia menatap Bagas. Tetapi, karena kali ini, Ale sudah terlampau emosi. Berujung dengan dia yang mau tak mau harus ribut dulu bersama pria itu.

"Bakal jadi urusan gue juga," ucap Bagas yang kelewat santai.

Sedangkan Ale? dia sudah terbakar emosi di tempat, ditambah lagi ucapan Bagas barusan semakin membuatnya naik pitam.

"Lo bukan siapa-siapa gue, jadi apapun yang gue lakuin bukan urusan lo." Tunjuk Ale tepat di depan wajah Bagas. Namun, Bagas terlihat santai-santai saja, bahkan pandangannnya diarahkan ke arah lain. Entah apa alasannya, Ale juga tidak tahu. Setelah berucap demikian lantas Ale pergi tanpa sepatah kata pun.

•To Be Continued•
#WtitingMarathonCPM#

Imam Untuk Azalea (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang