7

611 73 1
                                    

Tay menghubungi Off ketika neneknya menanyai kabarnya. Setelah mencium pipi neneknya gemas, Tay menggiring Off yang berhasil ia datangkan langsung dari Bangkok. Ketika keduanya masih mahasiswa, Off sering dijanjikan berlibur di Chiagmai. Hanya saja waktu yang begitu singkat membuat keduanya tidak bisa memenuhi janji itu. Maka sekarang adalah waktunya.

"Jadi," kata Off, "adakah hal penting yang sebenarnya membuatmu memohon padaku untuk menghabiskan weekend di tempat sejauh ini?"

Tay mendongak, masih menertawakan sesuatu yang ia temukan di kamar masa kecilnya. Ia menunggu Off menghilangkan wajah suntuknya sesaat. "Ayolah Off, aku hanya berusaha membuatmu menghilangkan stress karena pekerjaan sebentar saja. Chiangmai bukan pilihan yang buruk." Kata Tay dan Off hanya menggedikkan bahu.

"Malah kupikir kamulah yang seharusnya stress dengan pekerjaanmu. Atau bisa ku katakan, karena mendapat cuti sebagai bonus kini kamu makin stress?"

"Berhenti mengada-ada."

"Lalu apa? Ataukah alasanmu kesini karena ada hubungannya dengan New?"

"Kamu terkejut?" Tanya Off melihat mata Tay membelo.

"Ya, sejujurnya memang aku kemari karena ternyata New pernah tinggal di Chiangmai cukup lama. Ia menghabiskan masa remajanya di sini. Rumah neneknya. Tidak jauh kok dari sini."

Off mengawasi Tay yang berjalan mendekat, memposisikan tubuhnya di samping Off yang menyandar pada bahu sofa.

"Menurutmu jika memang Singto adalah ayah kandung New, bagaimana perasaannya ketika New tidak datang ke pemakamannya?"

"Hm..." Off menyesap teh yang sejak tadi sudah tersedia. "Tentu saja Singto bersedih. Ia pasti merasa bersalah pada New, tapi satu sisi mungkin ia ingin merindukan New."

Tay menatap Off, keterkejutan terpeta di wajah. "Aku juga memikirkan hal yang sama denganmu."

"Jadi... alasanmu ingin menemukan New bertambah satu?"

Tay sedikit bingung dengan topic yang tiba-tiba Off bahas. "Maksudmu?"

"Selain janjimu pada Pluem, maka ini adalah alasan kedua kenapa kamu sangat ingin sekali bertemu dengan New? Iya, kan?"

"Lalu?" Tanya Tay, Off melirik padanya.

"Kamu hanya berusaha mencari alasan untuk menemukan New."

"Tidak, aku—"

Tay berusaha mengubah topik namun saat tatapan tajam Off mengarah padanya, duduknya jadi tidak nyaman. Tay ragu-ragu.

"Aku juga tidak mengerti mengapa aku ingin sekali menemukannya."

Off tersenyum. "Jujurlah pada dirimu sendiri, mungkin kamu akan menemukan jawabannya. Bukan saja pertanyaan dimanakah New, bisa jadi pertanyaanmu juga."

Tay tersedak tehnya saat mendengar Off berbicara bijak.

"Aku tidak menjadi temanmu tanpa alasan." Ujar Off bangga.

.

.

.

Keesokan harinya, Tay datang menepati janjinya pada Pluem. Pemuda itu sudah berdiri di dekat pagar sejak Tay turun dari taxi.

"Apakah rumah nenekmu dekat? Baru sepuluh menit tadi aku menghubungimu."

Tay berjalan cepat melewati tubuh Pluem. Mungkin Pluem menangkap ketidaksabaran di matanya, maka Pluem langsung mengajaknya masuk. Maka Taypun tidak membuang waktu memasuki rumah itu.

"Akan ku bawa kamu ke tempat paling pribadi New."

Kamar New.

Ruangan itu adalah kamar pribadi New, terletak di pojokan. Semuanya tampak lebih terawatt ketimbang kemarin. Kasurnya tertutupi kain putih. Begitu juga beberapa perabotan lain. Kamar ini mendapat pasokan udara dari jendela besar yang menghadap taman belakang.

Tay menghirup napas sangat dalam. Jantungnya berdetak sangat kencang. "Nikmati waktumu."

Pluem menutup pintu di belakangnya meninggalkan Tay yang kini berjalan menuju meja belajar New.

Kosong.

Seolah New tidak memiliki kenangan apapun di atas meja kayu oak putih.

Jemarinya merasakan tekstur kasar yang dihasilkan dari gesekan antara kulit dan permukaan meja. New benar-benar menyimpan semua terlalu rapi, atau mungkin ia memang pandai menyembunyikannya.

Tay membuka kunci lemari putih itu.

Hanya berisi pakaian yang dilipat rapi. Baju biasa hingga seragam sekolah seperti almamater, serta jaket kualitas bagus, tapi tidak mewah atau berlebihan. Terdapat sedikit koleksi dasi untuk pakaian formal. Beberapa kotak kecil yang Tay perkirakan sebagai jam tangan.

Lalu laci lemari yang berisi lukisan milik New. tidak seindah yang kerap Tay lihat. Mungkin ini adalah karya awal-awal karir New dalam dunia menggambar. Satu set lukisan pedesaan yang di kelilingi oleh pantai, beberapa buku tentang mesin, tali pendek berwarna putih kini sedikit menguning, dasi sekolah. Ketika Tay menarik dasi itu, dasinya terurai dan sebuah replica gear terlempar ke lantai hingga berputar.

Tapi di bawah dari itu, dia menemukan kotak perhiasan kecil berwarna putih.

Dia membuka kotaknya.

Sebuah cincin.

Cincin platina sederhana. Penampilannya tidak mahal, pikir Tay. Dia membolak-balik cincinnya, mencari ukiran, tapi ia tidak menemukan apa-apa. Tubuhnya membungkuk memungut replika gear yang terjatuh tak jauh dari kakinya.

Tay memutuskan membereskan semuanya dan pergi mencari Pluem.

Memories Bout YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang