6

602 74 1
                                    

Tay menghirup napas dalam-dalam. Mobil sudah bergulir ke depan, akhirnya meninggalkan kota Bangkok. Di kaca spion, Tay masih bisa melihat rumah Pluem yang tertinggal di belakang. Berbelok menuju jalan dan mempercepat laju, hingga padang gelap terbasuh bagai gelombang ombak. Dan ribuan momen masa kecil yang menimpanya.

"Sudah lama sekali kami tidak pernah ke Chiangmai. Tay, apakah kamu pernah ke Chiangmai?" Tanya Pluem.

Tay tersenyum dan menurunkan sedikit kaca mobil agar ia bisa merasakan hembusan angin yang terasa sejuk. Dia tak pernah bosan saat suara angin masuk ke telinganya. Justru kebisingan itu hanya membawa kenyamanan bagi Tay.

"Ya. Aku punya nenek juga di Chiangmai. Sejak masuk Sekolah Menengah Atas, aku sudah jarang ke Chiangmai. Apalagi aku kuliah di luar negeri, malah, nenekku lah yang ke Bangkok menjenguk cucunya."

Saat itu Pluem hanya diam, tapi tanpa diketahui Tay, bahwa ia tersenyum.

Sudah hampir 10 tahun rumah ini tidak dihuni siapapun. Meski beberapa kali Pluem ataupun ayahnya datang tidak serta merta membuat rumah ini terawat.

Tipikal rumah tropis.

Begitu Pluem membuka pagarnya, Tay langsung teringat rumah neneknya. Dengan pohon-pohon jeruk kecil di sepanjang pagar. Garasi yang luas juga dinding yang dominasi kayu jati kokoh. Di sudut sana, ada kolam ikan yang mengering. Beberapa di penuhi lumut. Bahkan lantai teras yang berdebu.

Tay menatap pintu gagah berwarna cokelat. Dia maju dan menarik gagang pintunya.

Terkunci.

Plume ikut maju membuka pintu dengan kunci yang sedari tadi ia pegang. "Sejujurnya aku ragu melihat halaman depannya saja sudah seperti ini. Aku pikir seharusnya aku memanggil layanan bersih-bersih dulu."

Tapi Tay menggeleng pelan. "Akan kita lakukan nanti. Lagipula kita sudah sampai jauh kemari."

Tay diam sejenak, lalu masuk ke dalam dan membuka pintunya lebar-lebar. Jelas sekali tercium bau lembab khas rumah ditinggalkan. Dia mengerling pada lukisan besar di ruang utama yang meski tertutup debu dapat terlihat keindahannya. Dua orang pria berdiri membelakangi menghadap pantai saat matahari terbenam. Itulah yang Tay asumsikan.

"Begitu banyak yang harus di bersihkan. Sebaiknya kita kembali lagi besok."

Tay melonjak dan mengumpat keras-keras, lalu merona ketika dia menyadari Pluem tengah berdiri di dekatnya yang tengah mengamati lukisan itu.

"Eh, baiklah kalau begitu. Tapi aku rasa, aku tidak ikut pulang denganmu. Seperti yang aku katakan padamu, aku punya nenek di sini. Mungkin aku akan menginap di sana." Ujarnya, bertanya-tanya apakah ia harus meminta maaf karena telah mengumpat. Akan tetapi, Pluem tampak tidak tersinggung. Dia sedang menatap Tay lekat-lekat.

"Baiklah kalau begitu, aku akan panggil layanan pembersih siang ini." Dia mengulurkan plastic berbentuk persegi panjang dan Tay menatapnya tak mengerti. "kunci rumahnya." Ujar Pluem.

Tay menerimanya, membolak-baliknya di telapak tangan. "Ini... untuk apa?"

"Ada kemungkinan aku tidak bisa menemanimu nanti-nanti."

"Apakah kamu yakin memberikan kunci rumah keluargamu pada orang asing?"

"Kamu? Kamu bukan orang asing. Kamu berniat menemukan New untukku, kamu bukanlah orang asing." Kata Pluem, sembari berjalan menuju keluar dan menutup pintunya setelah Tay mengekor.

Pluem mengunci rumahdengan kartu satunya yang mirip dengan kartu di tangan Tay. Dan Tay lagi lagimelihat garis halus itu menghilang di bawah debu

Memories Bout YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang