10

659 72 3
                                    

Jennie Panhan memeluk Tay saat melihatnya memasuki kantor.

"Aku merindukanmu Tay. Sudahi cutimu. Duduk sini." Ujarnya, menuntun Tay untuk ke dalam ruangannya. Tay tersenyum saat wanita itu menyediakan susu coklat di kulkas mininya.

"Ada yang bisa ku bantu Tay?" Tay menerima susu coklat itu seraya mengucapkan terima kasih, duduk bersebrangan dengan Jennie. "Aku sedang melakukan sebuah investigasi, sebuah kasus orang hilang. Aku sudah memeriksa bagian imigrasi, hasilnya nihil. Aku belum mengecek bagian Anda."

"Untuk itu, kami memiliki banyak bagian. Thailand terlalu luas jika hanya aku yang menguasainya."

"Aku hanya butuh pesisir, entah itu pantai ataupun laut. Sesuatu tentang air dan ombak."

"Ah," Jennie mengangguk. "Kalau begitu kamu bisa bicara dengan Nanon, kurasa ia bisa membantumu."

"Terima kasih Jennie." Wanita itu mengangguk sekali dengan senyum. "Maafkan aku, tapi aku harus segera rapat. Langsung saja kabari Nanon, bilang padanya jika aku yang menyuruhnya."

"Sekali lagi, terima kasih." Ujar Tay, ia menyesap susu coklat di tangannya sampai habis.

.

.

.

Tay tiba di rumahnya bersama dengan Off, malam ini tampaknya Off akan menginap. "Lalu, apa yang kamu dapatkan?" Tuntut Off.

"Nanon mengatakan padaku jika butuh waktu yang lama untuk mengumpulkan datanya. Data mayat tak teridentifikasi di sepanjang pesisir Thailand." Kata Tay.

Off datang menghampiri Tay yang sudah duduk di sofa cream miliknya.

"Menurutmu, apa yang kamu rasakan kalau kamu menjadi Singto?"

"Singto Prachaya Ruangroj? Hm... tentu saja, aku akan merasa tenang tanpa memikirkan cicilan mobil."

Tay berpaling.

"Maksudku, saat kamu mengetahui jika anak kandungmu yang kamu abaikan bertahun-tahun ternyata di adopsi orang lain. Lalu ketika kamu hendak membahagiakannya, ia hilang." Tay menerawang ke balik jendela kaca rumahnya. Ia melihat beberapa mobil lewat dengan kilau lampu temaram. "Dan mungkin sudah wafat."

Off menyeret pijakan kaki terdekat dan bertengger di atasnya, kentara khawatir. "Aku mungkin akan sedih. Tidak, aku sangat menyesal."

Tay tersenyum dengan sendu.

"Tapi, bagaimana kamu bisa tahu bahwa New wafat?" Tanya Off lembut.

"Firasatku."

.

.

.

Tay duduk di bangku kemudi. Malam ini Off membawanya tur sampai ke ujung dunia. Tidak juga, karena suasana hati Tay yang tidak bagus, membuat Off mengajaknya jalan-jalan menuju Chiangmai. Di salah satu pesisir pantainya yang indah.

Ketika mereka mendekati garis pesisir udara menjadi dingin dan keirng, menjanjikan ombak dingin dan Tay mulai mengeratkan jaketnya. Ia turun dari mobil. Melewati jalanan sepi sendirian untuk menenangkan pikirannya yang sempat kacau.

Dia mengikuti petunjuk jalan hingga perlahan menyusuri jalan sempit menuju bibir pantai. Dia dapat mendengar deru ombak di kejauhan, menabrak pantai dalam irama tanpa henti.

Tay mendengarkan angin yang bertiup ke selatan, mendengarkan angin bersiul melalui retakan batu dan rongga rahasia dan teluk-teluk kecil di sepanjang pantai. Terasa menarik-narik rambut dan pakaiannya.

Suara ombak makin menguat. Bajunya terhentak hentak seakan ditarik seseorang yang tengah merengek. Tay mendongak, malam ini bulan tampak separo.

Setelah hatinya sedikit membaik, ia kembali menyapa Off yang hampir tertidur. Kemudian mereka berganti menyetir.

Tay ingat, saat ia berumur tiga belas tahun. Ia pernah menyukai berjalan-jalan. Namun kali ini di usianya yang sudah tiga puluh tahun, Tay sudah terbiasa dengan perjalanan yang panjang.

Kamu ingat saat kita masih tiga belas tahun? Mari kembali ke masa itu.

Memories Bout YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang