Chapter 30 ♗

806 171 22
                                    

Shuttt.

Baik Dylan maupun Valias memiliki kedua mata yang terbuka lebar namun mulut yang tertutup rapat.

Keduanya secara bersamaan menengok ke belakang dan melihat sebuah panah menancap di sebuah batang pohon tiga meter di belakang sana. Panah itu benar-benar melewati ruang jarak antara kedua kepala mereka, sensasi kejut masih belum menghilang dari bahu dan sisi wajah mereka berdua.

"Kau lagi??"

Si anak laki-laki waktu itu. Dia berjongkok di atas sebuah dahan pohon tinggi dengan busur di tangan dan wadah tabung berisi panah tersampir di belakang punggungnya. Dia mengerutkan kening pada Valias yang kehadirannya disinari cahaya api di tangan Dylan.

"Sebenarnya siapa kau? Kenapa kau bisa ada di sini?"

Valias mengembalikan pengendalian dirinya dengan cepat. Berucap merespons pertanyaan anak itu. "Aku datang ke sini untuk bicara dengan kalian," akunya.

"Ha? Bicara apa? Kenapa kau begitu percaya diri untuk bicara dengan kami? Kau bukan siapa-siapa," anak itu memasang muka sama sekali tak bisa percaya.

Valias mendongak memandang anak yang tidak terlihat jelas karena gelap malam itu. Wajah dan ekspresinya tidak terlihat, tapi Valias bisa mendengar suaranya dengan jelas. "Aku tau. Tapi aku ingin meminta bantuan kalian," ujarnya.

"Apa? Bukankah kau terlalu sok akrab dengan kami? Hanya karena bos menuruti maumu dan tidak membunuh orang itu bukan berarti dia akan mendengarkanmu," anak kelompok Kei itu berucap tak suka.

"Aku tau." Valias menjawab. "Tapi, aku tetap harus bicara dengannya," lanjutnya kukuh.

Tidak ada jawaban dari atas sana. Tapi kemudian ada suara grusuk, dan detik selanjutnya anak itu sudah melompat turun dan mendarat di depan Valias dan Dylan. Api di tangan Dylan membuat mereka bisa melihat rupa anak itu. Dia setinggi Valias. Dan lebih pendek dari Dylan.

"Siapa orang ini?" Dia mengernyit pada Dylan.

"Dia temanku. Aku ingin menemui kalian sendirian, tapi dia mengikutiku."

"Kau? Menemui kami sendirian? Di tengah hutan? Dengan fisikmu? Kau mau mati?"

"......"

Kenapa semua orang bilang kalau aku mau mati?

Anak itu mendengkus. "Pastikan dia diam dan tidak mengganggu kami."

Valias mengangguk. "Dylan?"

Dylan memandangnya sebentar sebelum memalingkan wajah.

Semakin ke atas tanah semakin kering. Valias dan Dylan menyempatkan diri mereka untuk membersihkan sepatu mereka dengan dedaunan kering. Sedangkan si anak laki-laki teman Kei itu secara mengejutkan cukup sabar dan berluas hati untuk menunggui mereka.

Mereka bertiga berjalan semakin mendekati tampak cahaya api hingga Valias dan Dylan bisa melihat kumpulan orang di sekitar api unggun serta samar-samar suara perbincangan mereka. Kumpulan orang itu menyadari kedatangan seseorang, langsung mengerutkan dahi ketika melihat siapa yang datang.

"Kau?!"

Beberapa dari mereka yang awalnya duduk langsung melonjak berdiri. Mereka semua memandang ketiga tamu mereka. Hanya satu yang tidak menunjukkan kepedulian sama sekali. Kei duduk bersandar pada pohon mengasah pedangnya.

Apakah pedang itu masih harus diasah?

Cerita itu menjelaskan bagaimana pedang milik Kei begitu tajam hingga seseorang bisa berdarah hanya dengan menyentuhnya dengan begitu ringan. Tapi Kei di depannya masih saja menajamkan pedangnya. Valias melihat itu menghembuskan napas.

Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인 (🌘CFYM) | yoggu033🎐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang