2

169 51 44
                                    

<> <> <>

"Iya aku udah sampai, nggak usah kawatir Kak."

Agir menatap langit-langit kamarnya, tentu saja kamar dari rumah yang dibelikan oleh Si cowok dengan ucapan kasar itu. Dia sedang berbicara dengan seseorang melalui panggilan telepon.

"Iya, nggak usah khawatir, aku kuat kok," ucap Agir dengan mata yang mulai memanas, cewek itu diam mendengarkan ucapan orang dari handphonenya.

"Eggak nangis kok, makasih ya kak, atas semuanya." air matanya tanpa diperintah luruh begitu saja, disusul dengan isakan kecil yang membuat orang itu khawatir.

"Agir nggak papa, maaf udah bikin repot Kak, aku matiin dulu, udah malam."

Tutt

Agira menghembuskan nafasnya berat, berusaha meredakan tangisnya namun malah semakin menjadi-jadi. Lalu dia tersentak, mulai bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju koper, mengeluarkan baju-bajunya dan berbagai surat penting lalu memasukkan kedalam lemari.

Dia lalu mengetik sesuatu dihandphonenya, berniat membuat jadwal untuk seminggu kedepan. Karena minggu itu jadwalnya pasti padat sebelum memasuki sekolah barunya.

Setelah siap dia merebahkan tubuhnya pada kasur, merenungi banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini dihidupnya. Semuanya terasa mendadak, kini dia hanya hidup seorang diri. Tidak, tapi masih ada dia. Hanya dia sandaran hidupnya sekarang.

"Makasih, Kak." gumamnya.

<><><>

Satu Minggu Kemudian

"Mari ikuti saya Agira, saya akan mengantar kamu."

"Iya, Buk." Agira menghembuskan nafasnya gugup, mengikuti kemana guru itu membawanya. Lalu guru itu berhenti disalah satu kelas, langsung mengetuk pintu dan membukanya.

"Permisi Pak Riko, saya mengantarkan murid pindahan, Agira silahkan masuk." ucap Buk Weni yang mengantar Agir, dia lalu pamit pergi.

"Silahkan perkenalkan diri kamu." ucap guru yang bernama Riko itu.

'Wih, ganteng!' batin Agir terkikik sembari menganggukkan kepalanya pada Pak Riko yang memang masih muda.

"Hai guys, perkenalkan nama gue Agira Amera Fanki. Gue adalah anak pindahan. Sekian terima kasih." ucapnya singkat, matanya hanya terfokus menatap satu titik disudut kelas.

"Tinggal dimana Agira?"

"Kok bisa cantik banget sih?"

"Senyumannya manisnya banget!"

"Bentar deh, Fanki? Gue nggak pernah denger marga lo deh, orang tua lo pemilik perusahaan apa?"

"Em, gue nggak punya perusahaan apa-apa, gue anak beasiswa disini." ucap Agir pelan.

"Heh! Beasiswa ternyata"

Ucapan-ucapan memuji itu langsung tergantikan oleh ucapan sinis penuh ejekan. Agir hanya bisa diam, karena dia tahu, uang segala bagi orang, mereka hanya melihat uang, berteman juga karena uang. Dan itu yang dibencinya.

"Sudah sudah. Agira, kamu boleh duduk." ucap Pak Riko. Agira berjalan pelan menuju sudut kelas, lalu mendudukkan dirinya disamping seorang cowok yang sejak tadi menelungkupkan kepalanya.

"Kita ketemu lagi." ucapnya tersenyum penuh arti.

<><><>

Bel istirahat berbunyi, membuat Agir langsung melihat kearah samping, tepat dimana seorang cowok mengangkat kepalanya sembari menguap. Terlihat cowok itu termenung sembari menatap langit-langit kelas, sepertinya sedang mengumpulkan nyawa yang tertinggal dialam mimpi.

AGIAARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang