14. Benar-benar kembali

364 20 23
                                    

Happy reading!

Bastian baru menginjakan kakinya di rumah saat sore hari. Tadi ia mampir ke markas Artrada dahulu dan malah ketiduran di sana. Oleh karenanya ia lupa jika harus menjemput Arafah sepulang sekolah tadi. Sekarang, siap-siap saja ia menerima amukan dari adik perempuannya itu.

Baru saja ia melangkah masuk ke dalam rumah, suara melengking Arafah langsung menyambut pendengarannya.

"BAGUS! KEMANA AJA LO SAMPE LUPA JEMPUT GUE?!" Arafah menjambak rambut cowok itu keras membuat si empunya meringis kesakitan. Ditariknya Bastian ke arah ruang keluarga yang sudah terdapat Kania dan Adrian yang kebetulan pulang cepat hari ini.

"Aw ... sakit anjir adek laknat lo! Lepas nggak?!" teriak Bastian kesakitan sembari menepuk-nepuk tangan Arafah yang berada di kepalanya itu.

"Nggak!"

"Bunda ... liat kepala Bastian mau coplok ditarik sama Arafah, Bunda," rengek Bastian seperti anak kecil.

Kania menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Adek, kenapa rambut Abangnya ditarik-tarik, sayang?"

Gadis itu segera melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Bastian, kemudian menghempaskan dirinya tepat di samping Adrian. Tangannya bergelayut manja di lengan kekar Ayahnya itu. Sedangkan Bastian merapikan rambutnya yang acak-acakan akibat ulah Arafah, sembari sesekali mengusapnya. Walaupun jambakan Arafah tidak terlalu keras, tetapi lumayan meninggalkan rasa sakit di kepalanya.

"Habisnya Abang nggak jemput Arafah, Bunda," adunya kepada Kania.

"Sorry, Dek. Tadi gue ketiduran di markas, makanya lupa jemput lo," ucap cowok itu menjelaskan alasan kenapa ia tidak menjemput adiknya itu.

Arafah mendengus keras. "Untung aja tadi gue nggak diapa-apain sama preman," gerutunya pelan yang didengar jelas oleh Adrian karena posisinya yang bersebelahan.

"Kamu digangguin preman? Mana yang sakit? Ada yang luka nggak?" Sontak ucapan Adrian membuat Kania dan Bastian terkejut bukan main. Dengan segera wanita itu menghampiri anak bungsunya.

"Kamu nggak papa, kan, sayang? Diapain sama mereka? Ada yang sakit?"

Arafah menggeleng sebagai jawaban. "Nggak ada, Bunda. Arafah baik-baik aja, kok, Bunda nggak usah khawatir."

"Aduh, Dek, maafin gue. Gue nggak tau kalau lo digangguin preman. Tapi lo nggak papa, kan? Nggak diapa-apain, kan? Bilang sama gue cepet, malah diem aja lo!" cerocos cowok itu panik menggoyang-goyangkan bahu Arafah. Ia merasa khawatir, pasalnya cowok itu sudah berjanji akan menjemputnya tapi malah harus ketiduran.

Arafah menggeplak kepala Bastian pelan.

"Aduh! Emang adek durhaka, lo! Gue lagi khawatir malah digeplak."

Arafah memutar bola matanya malas. "Seperti yang lo lihat, gue baik-baik aja."

Mendengar itu, Bastian mengembuskan napas lega. Jika sampai ada sesuatu yang terjadi pada adiknya, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Tapi, kok, lo bisa selamat?" celetuk cowok itu dan langsung mendapat pelototan dari Adrian dan Kania. Bastian mengerjapkan matanya beberapa kali setelah sadar apa yang diucapkannya. Mampus, ia salah bicara.

"Kamu nggak seneng kalau adik kamu selamat?!" tanya Kania garang.

"E-eh, bukan gitu, Bunda. Maksud Bastian, kan, Arafah nggak bisa beladiri," jelas cowok itu gelagapan.

Adrian mengangguk, menyetujui ucapan anak sulungnya barusan. "Gimana bisa kamu lolos dari mereka?"

"Arafah tadi dibantuin sama kak Kesya."

SEBASTIAN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang