Gue nggak pernah bisa paham apa yang ada di kepala Wanda. Bahkan ketika dia sedang manja-manjanya. Soalnya pernah gue sesekali romantis. Kasih dia bunga di depan indekosnya yang mungil itu. Tapi apa coba balasan yang gue dapatkan?
"Ih dasar keong racun, ngapain kamu bawain aku bunga sebanyak ini?"
Parah kan? Charis yang seniat ini dikatain keong racun. Kaya, nggak sekalian aja kucing garong. Masih mending kucing, bisa dielus-elus sama yang punya. Lah ini keong racun. Ketahuan banget kan dia angkatan berapa?
Tapi, itu nggak memutuskan gue untuk berhenti menjadi romantis. Karena pada akhirnya gue juga bucin, alias budak cinta. Gue tetap melakukan hal-hal absurd buat Wanda. Contohnya sekarang. Pas dia chat gue mau ke salon buat benerin rambutnya yang katanya udah mulai bercabang.
Gue pikir sih ya potong rambut ujungnya doang mah paling lama juga dua jam kan. Jadi yaudah gue dengan senyum yang mengembang, menawarkan diri buat nemenin dia. Kan kasian juga dia ke salon sendirian. Bertemu dengan orang-orang yang nggak dia kenal.
Salonnya kebetulan juga nggak begitu jauh dari kantor. Jadi gue usul jemput dia di kantor dulu selepas liputan kemudian mampir ke kantor setor foto abis itu cus sama Wanda. Ya niatnya gitu sis meskipun drama dulu dengan Sekretaris Redaksi karena, you know what, gue belum setor berkas parkir untuk di rembruise.
"Kan aku udah bilang, parkir tuh karcisnya dikumpulin sayang, lumayan tauk, dua ratus ribu rembruise-annya. Bisa jajanin aku di Warung Edi," itu komentar si cantik yang sekarang duduk di belakang gue sambil ngerangkul.
Gue yakin ada jutaan laki-laki yang sangat iri sama gue. Ya jelas. Wanda tuh cantik, bentukannya udah ngalah-ngalahin Cleopatra. Kalau sekarang siapa tuh, Amanda Manopo yah? Atau siapa deh, Alyssa Daguise yang pacarnya Al Ghazali, yah itu pokoknya. Cantikan Wanda dong. Soalnya percuma cantik kalau nggak mau dipacarin ya kan?
"Dih, akumah jadi photographer juga sampingan beb, yang utama mah yang lain. Ngapain juga ngumpulin receh," sombong sama pacar yang lebih kaya, sunnah ya teman-teman. Beranda doang asli. Kalau serius malu gue sama Wanda yang ortunya punya saham di kantor gue.
"Iya deh, iya. Emang pekerjaan utamanya apa ganteng?"
Cuma Wanda yang selalu gue suka, nyebut gue ganteng. Soalnya kalau Bekti yang manggil gue ganteng ngeri juga yah. Disebut ganteng sama Wanda gue jadi kesem-sem. Untung gue lagi pake buff. Jadi pipi merah gue nggak kelihatan.
"Pekerjaan utama, pacarin konglomerat. Crazy Rich Bekasian," kata gue yang disambut pukulan genit oleh Wanda di puncak helm gue.
Dia ketawa. Gue ketawa. Duh sederhana sekali sih kebahagiaan gue. Gue kaya merasa nggak butuh makan. Nggak butuh gaji. Cuma butuh keharmonisan ini aja gitu. Lo boleh deh najis-najisin gue. Kadang gue kalau mau tidur juga suka gitu. Najis-najisin diri sendiri. Sebucin itu emang gue sama si Wanda.
Pas kita sampai di salon, gue parkir. Wanda nungguin gue sambil pasang muka yang nggak enak. "Ini yakin kamu mau temenin aku?" tanyanya sekali lagi.
Gue sih yakin, kok jadi dia yang nggak yakin gini? Baru juga ditemenin ke salon. Ditemenin ke masa depan juga gue mah hayok. "Jangan bilang selingkuhan kamu kerja di sini?" tebak gue. Bercanda, tenang aja.
Nggak lama gue ngomong gitu, ada seorang laki-laki, eh perempuan. eh laki-laki kok. Pokoknya makhluk berjenis kelamin dipertanyakan ini menyapa Wanda dengan suara ngebas. Hal lain yang membuat gue yakin kalau dia ini laki-laki.
"Isinya modelan gitu semua masa aku pacarin? Udah bener aku pacarin laki-laki tulen. Masa mau selingkuh sama modelan gitu sih? Kamu kalau nuduh tuh yang bener."

KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Ada Jam Kerja
FanfictionJadi, gue cuma mau cerita aja. Gimana rasanya bumi berhenti berputar hanya karena satu orang. Seperti Wanda misalnya. disclaimer: menggunakan kata non baku.