11

544 152 31
                                    

Gue sudah bilang kalau satu hal penting yang harus dilakukan oleh laki laki adalah, tidak membiarkan pacar mereka masuk ke dalam wahana rumah hantu.

Soalnya. Belum setengah menit Wanda sudah teriak di kuping gue dengan panik. "Aaaaaaaaaak," gue ikutan kaget. Bukan karena kaget ada hantu. Tapi. Karena Wanda teriak.

"Apaan sih kamu?! Nggak ada apa-apa juga," kata gue kesal.

Dia cuma cengengesan, "Ini gelap sayang. Aku ga bisa lihat."

Lah. Gue kira dia kenapa. Ternyata cuma karena gelap. Terus nggak lama, gue sama dia jalan lagi. Dia dengan pedenya cuma gandeng tangan gue dengan berani.

Tapi nggak lama.

"Aaaaaak."

Dia yang teriak. Gue cuma geleng-geleng. Di depan kita berdua asa sosok hantu dengan darah bohongan mengucur di depan matanya. 

"Gitu doang Wanda. Astaga. Apaan deh kagetan gitu."

Dia diam aja. Intinya. Dia teriak terus terusan. Apalagi pas ada sosok hantu di dalam. Teriak nggak berhenti. Kuping gue sampai pengang.

Pas kita udah di pintu keluar. Dia lepasin tangan gue terus jalan lebih dulu. Gue menyusul di belakang. Ngeliat dia, lagi jongkok sambil menyembunyikan wajahnya. Gue tau dia lagi nangis.

"Udah nggak usah nangis. Tadi kan aku bilang. Nggak usah masuk karena pasti bakal takut," gue ngelus puncak kepalanya.

Tapi dia masih nggak mau angkat. Gue tunggu. Baru beberapa menit kemudian dia angkat wajahnya. Matanya bengkak. Terus pipi dan hidungnya merah. Jelek.

"Sumpah sih kamu jelek banget," kata gue yang langsung saja mendapatkan sebuah pukulan keras di bahu.

"Jahat banget. Aku lagi nangis diledekin."

Gue nggak ngeledek. Cuma menyampaikan pendapat gue. "Iya, iya maap. Yaudaha yok ke tempat lain," gue narik tangannya dia tapi dia nggam bergerak.

Gue tatap mata dia yang sayu. Yaudah gue lemah. Nunggu dia ngomong maunya apaan. 

"Lapar," kata dia pelan.

Ya pada intinya gue menuruti apa yang dia mau. Karena sekarang kita berdua lagi duduk di foodcourt dan memesan dua buah burger dengan keju melimpah. Paling nggak Wanda yang ngomong ke gue soal keju yang melimpah.

"Kamu kenapa tadi keluar-keluar nangis? Kaya nggak anak kecil tau," gue memberikan dia tisu buat mengelap bekas air matanya di pipi.

"Sedih lah, emang ada alasan lain?"

Gue mengangguk. "Ya ada, takut misalnya."

"Aku nggak takut," gue tahu dia bohong.

"Tadi yang teriak-teriak siapa kalau bukan kamu?"

"Itu aku lagi kesurupan kayaknya," sumpah sih ini oot banget. Emang ada orang kesurupan sadar disurupin? Wanda doang kayaknya.

"Palsu," gue masih nggak mau kalah.

"Aku nggak takut! Aku cuma sedih."

Iya deh iya

"Sedih kenapa, aneh banget," ya aneh, keluar dari rumah hantu kok sedih bukan trauma.

"Kasian setannya. Kayaknya pas hidup dosanya banyak makanya diazab. Ancur banget kan tadi jasad-jasadnya."

Gila loh. Dikira Rumah Hantu di Jepang realisasi darj serial Hidayah apa ya. Suka bingung gue ngadepin pernyataan Wanda.

"Makanya kamu jangan macem-macem nanti diazab kaya gitu mau?" Ya pada akhirnya gue ladenin aja deh.

Dia mengangguk, "Iya, aku siap jadi istri sholehah."

Tidak Ada Jam KerjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang