15

479 111 39
                                    

Gue bakal berbagi rahasia soal Wanda yang mungkin kalian nggak bakal tahu. Wanda punya tahi lalat di pangkal paha sebelah kanannya.

Iya, tahi lalat. Bintik hitam di tengah kulit putih mulusnya.

Nggak usah berandai-andai atau membayangkan. Karena gue juga cuma sekali lihatnya. Katanya, Wanda merasa nggak pede dengan bintik tersebut. Jadi dia lebih sering membubuhinya dengan cairan foundation. kalau dia harus pakai baju mini. Bikini misalnya hehe.

Mungkin tahi lalat buat dia adalah aib. Tapi bagi gue its make her perfect more. Sekaligus memastikan kalau Wanda adalah manusia biasa. Bukan bidadari yang tiba-tiba jatuh ke bumi. Eaaak.

Gue harus nahan diri gue sendiri. Ketika gue ingat ada tahi lalat di pahanya. Karena setiap gue tahu, satu hal yant mau gue lakukan. Menciumnya. I know itu liar banget. Ya namanya juga cinta. Biasanya dibarengi dengan nafsu.

Malam ini, gue melihat tahi lalat itu yang kedua kalinya. Wanda lagi pakai celana pendek. Its super pendek. Bikin sorry celana dalam bewarna merah dia terlihat. Dan juga, satu titik hitam yang ada di pangkal pahanya dia.

Gue harus menahan diri. Paling nggak itu yang bisa gue lakukan. Meskipun rasanya udah tegang banget. Dari berbagai sisi. Kalau Wanda gerak, rasa tegang gue meningkat satu tingkatan. Gerak lagi. Nambah lagi. Dan...

"Nda, bisa diem nggak sih. Fokus kalau nonton. Ini grasak-grusuk terus!" sebenarnya kalau dia pakai baju yang sopan, kayanya gue nggak masalah. Tapi, kalau kaya gini terus. Gue bisa khilaf atau gila. Udah tau pacaran aja haram ini mau grepe-grepein anak orang. Astaga.

Eh, sebentar. Dosa pacaran sama dosa grepe-grepe pacar itu sama nggak? Kalau sama mah mending gue sekalian aja nggak sih?

Charis fokus!

Wanda mengerucutkan bibirnya pas gue bilang gitu. Kemudian berdecak sebal. "Ini aku nggak diapa-apain apa?" kata dia dengan wajah super sebal.

Gue menautkan alis, mata gue yang tadinya sangat diusahakan untuk tetap melihat TV, akhirnya melihat dia. nanya maksudnya apa. Tapi yang gue lihat cuma wajah dedek gemas yang aduh lah pusing gue. Udah capek.

"Daleman aku sesetel. Mau liat nggak?"

Gue semakin menautkan alis gue. "Kamu ngomong apa sih Nda?" kata gue deg-degan.

Dia narik tanga gue terus nurunin kerah bajunya. Disana ada bra warna senada dengan celana dalam dia yang terlihat tadi. Terus, dia menangkupkan tangan gue ke arah dadanya.

GILA.

Gue yang kaget langsung dorong Wanda. Sumpah ini pikiran gue udah buntu. Gue nggak bisa lama-lama di sini. Jadi gue sambar jaket gue dan kunci vespa gue. Kemudian pergi meninggalkan Wanda yang lagi sinting itu.

Gue merasa berdosa kalau gue mengikuti apa yang tadi Wanda tawarkan. Meskipun hati kecil gue. Hati paling sudut. Udah mulai main bakar-bakaran. Alias ingin meladeni kemauan Wanda. Tapi, gue nggak mau rusak Wanda. Jangan sampe aja.

Tapi pas gue nyalain motor gue lihat pintu kosan dia belum ketutup. Gue jadi ngerasa bersalah. Akhirnya dengan helem gue berjalan ke arah kosan itu dan berdiri di depannya. Manggil dia sampe dia keluar.

Wanda abis nangis. Gue tahu. Gue jadi nggak enak sama dia. akhirnya gue meluk dia, tepuk-tepukkin kepala dia dengan lembut. "Aku mau aja gitu-gitu sama kamu Wanda sayang. Tapi aku nggak bisa. Jadi jangan lagi-lagi ya. Aku sayang sama kamu. Kamu juga harus sayang sama diri kamu. Disimpen aja apa yang mau kamu tawarin ke aku. Nanti kalau jodoh, aku tetep bisa menikmatinya kok."

Anjirlah, kesambet roh ustadz mana gue ini. Hih. Ngeri.

.

Gimana ya. Gue sih emang suka-suka aja kalau Wanda pakai baju seksi. Tapi nggak pas ke supermarket juga kali. Kaya sekarang misalkan. Dia mau beli eskrim sama ciki. Ciki andalan dia adalah ciki 2000 yang pake saos itu. Sungguh anak kecil sekali.

Sebenarnya supermarket ini nggak jauh dari kosan dia. Tapi, kan sama aja tempat umum. Jadi ketika dia pakai croptop itu baju yang udelnya kemana-mana. Sama celana pendek. Semua orang lihat dia. Yang waw.

Iyalah aset gue ini. Diumbar-umbar!

Akhirnya gue memutuskan, menarik dia pas tahu supermarket kayaknya penuh sama orang. Dia heran kayaknya pas gue tarik. Karena gue langsung menuju ke sudut supermarket.

"Angkat tangannya," kata gue sambil melepas jaket gue.

Dia kelihatan bingung. Tapi ujung-ujungnya dia angkat tangan sih. Sambil takut-takut lihat gue yang sebenarnya memang udah rada kesel juga sama dia yang pakai baju itu.

Dia lihat gue yang udah lepas jaket. Kemudian, "Kamu mau apa?" katanya.

Gue sih kesel sendiri karena jaket gue nyangkut. Jadi gue yang sebenarnya udah kesel sama dia yang pakai baju minim. Juga jadi kesel dengan jaket gue yang nyangkut.

Dia yang mungkin pegel karena tanganya udah ke atas. Diturunin. Dan pas banget pas jaket gue lepas. "Aku bilang angkat kok turun lagi," kata gue.

Dia kembali angkat tangan. Terus gue mendekat ke dia, merentangkan jaket gue di tangan kanan, melingkarkannya di pinggang dia. Posisi ini membuat gue sama dia menjadi amat sangat dekat

Tapi, dia tiba-tiba dorong gue. Membuat punggung gue terhuyung ke belakang. Membuat suara beberapa barang di rak tersebut jadi jatuh. Dan orang–orang melihat gue tiba-tiba.

Sementara Wanda, menyilangkan tangannya di atas dada. Sambil menatap gue penuh selidik. "Kemarin pas aku tawarin nggak mau. Sekarang kamu mau grepe-grepe aku di sini?"

Sebentar. Ada yang salah. Gue yakin ada yang salah. Jadi gue diem dulu. Sebentar. Nunggu apa yang dimaksud oleh Wanda barusan. Karena apapun yang dikatakan Wanda, nggak nyampe gitu di kepala gue.

"Nda?" kata gue lirih lalu melihat-lihat orang yang menatap gue penuh selidik.

"kamu kalau mau pegang-pegang jangan di sini. Nunggu sampe kosan lah!"

Gue yakin ada yang salah.

"Aku nggak pake bra yang kemarin aku pake. Ntar kamu ilfeel. Di kosan aja. Kita beli eksrim dulu."

Pasti ada yang salah.

"Kamu marah ya nggak aku kasih? Kok diam aja?" dia jalan ke arah gue, buat menyadarkan gue yang masih bingung.

"Yaudah ke kamar mandi aja yuk. Biar kamu nggak marah."

Pasti. Gue yakin ada yang salah.

Sampai tiba-tiba seorang kasir supermarket itu menghampiri gue dan Wanda. Dan bilang, "Mbak Mas, di sini dilarang mesum ya. Apalagi kalau belum menikah."

Gue. Mesum? Ya nggak mungkin lah!

Tapi.. Wanda..

"Iya mas, saya juga nggak mau. Mending di kosan kan bebas. Tapi, yang ngebet pacar saya. Tadi saya disuruh angkat tangan. Tau-tau dia buka jaket terus nyosor ke saya."

Gue sudah memastikan ini. Ini salah. Buktinya sekarang semua orang melihat ke gue. "A-anu. Bukan gitu," kata gue panik. Sumpah gue nggak bisa mikir. Nggak bisa bilang kalau maksudnya bukan itu.

"Juwancok! Lelaki bajingan!" seorang ibu berjilbab panjang mukulin gue sama tasnya. Anjir, sakit lah. Tapi alhamdulillah bikin gue sadar. Kalau sekarang gue harus pergi.

Tapi Wanda..

"IBU APAAN SIH KOK PUKULIN PACAR SAYA!" katanya dengan lantang.

"Ya iyalah, bajingan gitu. Kamu putus sama dia! maunya sama badan kamu doang! Lagian kamu pake baju yang seksi kaya gitu lagi adooooh anak muda jaman sekaran."

Wanda memicingkan mata. Lalu memberengutkan wajahnya tidak suka. Gue berjalan menghampiri dia. "Kamu nih. Aduh bu maaf ya bukan gitu maksud..." gue belum selesai bicara.

Satu pukulan tas itu kembali bersarang di kepala gue. "Alah bajingan tetap bajingan!"

"IBU! IH APAAN SIH KOK PUKUL CHARIS LAGI!"

Sumpah gue mau menguburkan diri sekarang aja. Karena sekarang yang gue liat Wanda narik ujung hijab si ibu dan si ibu narik rambut sebahu Wanda. Sementara gue? Gue nggak bisa apa-apa. Karena kalau memisahkan gue bakal kena pukul si ibu lagi. Kalau gue tarik Wanda akan ada puluhan pasang mata melihat gue. Dan diam saja adalah pilihan terbaik. 

.

Bau-bau kambek. Hmm

Tidak Ada Jam KerjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang