sebelas

15 3 0
                                    

Takdir punya plot twist yang kerap tak dapat kutebak. Bagaimana dulu Aku yang memanjat doa berharap Abim kembali padaku. Malah berujung dengan takdir yang membuatku jatuh hati pada sosok lain. Bukan pada orang asing, tapi pada dia yang dulu juga mendambaku. Aku pikir di babak kedua kami akan lebih mudah untuk menyatukan rasa. Tapi, takdir emang gak suka hal-hal indah didapat dengan mudah. Berjuang duku biar bersyukur sama hal indah, barangkali begitu maunya.

"Wa!"

"Dewa!!!"

"Dewa!!"

Aku dan Dewa sedang berada di Gramedia. Cukup heran kenapa anak ini mau banget ke tempat ini. Biasanya bakal kabur pertama kalau diajak kemari.

"Gue denger flo. Jangan teriak-teriak. Entar cewek-cewek disini pada tahu nama gue." Ucapnya yang nyaris tidak kudengar.

"Bodoamat."

Tadi niatnya mau minta Dewa untuk mengambil satu novel yang ada di rak paling atas. Ya maklum tubuhku terlalu mungil untuk rak tinggi ini. Akhirnya aku berusaha sendiri mengambilnya. Tapi, ada sebuah tangan yang meraih buku tersebut lebih dulu. Kalau kutebak orang itu pasti berada di belakangku.

"Makanya renang biar tinggi."

Aku merasa sekarang rotasi bumi sedang berhenti. Nafasku tercekat sesaat. Sekitar yang riuh berasa sepi.

"Ambil buruan. Tangan gue pegel nih." Ucapnya sambil mengulurkan novel tadi padaku

Dengan gemetar kuraih buku tersebut. Mungkin sekarang wajahku sudah menggambarkan keterkejutanku. Jadi tak perlu kusembunyikan, buang-buang waktu juga.

"Makasih,Ji."

Benar! Yang ada di depanku sekarang adalah dia. Tuh benerkan? takdir lucu banget. Padahal mau banget aku nangis sekarang dan bilang kangen. Sayangnya niat tersebut harus terurung saat seorang gadis datang dan mengamit lengan laki-laki ini.

"Ayo cari disebelah sana." Ucapnya pada Aji. Yang disambut dengan elusan dipuncak kepalanya dari cowok tersebut.

Kakiku sudah bergetar sedari tadi. Tanganku sudah ingin menjatuhkan buku yang kugenggam. Mataku sudah mendesak air mata keluar. Tidak! Aku tidak boleh selemah ini. Dengan semampuku tersenyum.

"Flo, ini Kayla. Pacar gue."

Padahal aku berharap dia mengabaikanku dan pergi gitu aja. Tidak perlu memperjelas siapa yang ada disampingnya itu.

"Flo" aku membalas jabat tangan Kayla.

Untung suaraku tidak bergetar. Aku mau pergi sekarang.

"Kenalin ini Flo, temenku."

"Lain kali aja kenalan lebihnya ya, Ji. Gue..." Aku mencari alasan agar bisa pergi.

"Dewa udah nungguin gue." Lanjutku dan kemudian berlari menuju dewa.

Aku tidak tahu menahu keberadaan Dewa. Hingga kuputuskan untuk menuju pojok rak buku yang sepi. Tubuhku limbun. Aku terduduk dengan dua lutut tertekuk. Masa bodoh jika ada orang yang melihat. Rasanya Aku cuma mau nangis aja.

"Mbak"

"Mbak kalau nangis disini jangan kenceng-kenceng."

Aduh.... Aku bingung harus gimana. Berhenti nangis lalu lari gitu aja. Atau masa bodoh dan lanjut nangis.

"Ya Allah, ini Flo. Ngapain tadi gue panggil, mbak."

Bentar deh. Suaranya gak asing. Mirip kang seblak langganan. Aku mendongakkan kepalaku. Benar didepanku ada mas Keano.

"Mas Keano ngapain disini?"tanyaku masih dengan terisak.

"Gue kira ada jin tomang nangis. Mau gue usir. Berisik banget soalnya. Eh ternyata elo."

Second Story : Hai Aji!! Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang