Mungkin mengikhlaskan adalah pilihan paling tepat untuk perasaan yang tidak pada tempatnya.
Second Story : Hai Aji!
°°°
Firma hukum ini jadi tempatku bekerja sejak satu tahun lalu. Saat itu,Mas Jean menawarkanku untuk bergabung dengan firmanya. Karena saat itu Aku butuh pekerjaan yang dengan gaji yang cukup besar. Yang cukup untuk membiayai progam magister yang sekarang kutempuh.Aku terima tawaran tersebut . Tidak masalah jika kalian mengatakanku hanya mengadalkan koneksi.Aku duduk dimeja kerjaku. Menatap meja kerja Mas Jean. Masih teringat jelas hari itu, Kemeja biru tosca berbalut blazer bewarna biru navy dengan celana bahan yang warnanya senada dengan blazerku. Rambutku masih diatas bahu saat itu. Dengan potongan layer. Betapa polosnya diriku saat itu.
'Bahagialah dengan jadi orang sukses. Supaya orang-orang yang meninggalkan lo merasa sedih saat bertemu lagi dengan lo . Sedih karena ternyata upaya mereka buat bikin lo sedih dengan mereka tinggalkan tetnyata gagal'
Kalimat Mas Jean hari itu menjadi kalimat pertama yang membawaku keluar dari zona sakit. Zona dimana diriku hanya menikmati rasa sakit karena ditinggalkan. Hingga membuatku buta dengan kebahagiaan yang sebenarnya sudah Tuhan siapkan untukku.
"Pagi-pagi udah ngelamun aja nih anak."
Mas jean yang baru saja datang menyadarkanku dari lamunan. Pria itu masih sama berperawakan kurus dan tinggi. Dengan kantung mata yang lebar.
"Gue lagi keinget aja awal-awal disini mas." Ucapku padanya.
Mas Jean sekarang sedang berdiri disebelah dispenser. Kayanya abis bikin teh. Kebiasaannya kalau pagi. Awali pagimu dengan teh hijau berkualitas dari kebun teh kemuning, begitu slogannya.
"Jaman lo masih kalem tuh. Yang masih suka lupa sama jadwal sidang gue." Dia terkekeh kecil sebelum menyeruput teh buatannya.
"Iya. Mas inget gak sih? Ya g waktu itu harusnya kita sidang kasus perceraian. Gue salah tulis sidang kasus hak asuh."
"Anjir! Inget gue inget! Nyaris aja itu gue kehilangan pamor. Untung aja gue cek lagi."
Ruangan itu akhirnya dipenuhi suara tawa. Kami kembali mengingat kecerobohan yang dulu kerap kulakuan. Siapa sangka aku yang seceroboh itu mampu bertahan ditempat ini sampai sekarang. Mas jean kerap kali memberiku dorongan saat Aku merasa lelah. Dan Aku bersyukur mengenalnya.
Aku yang dulu sudah hilang arah. Tidak tahu kemana tujuanku. Mas Jean ini ibarat pintu masuk ruang baru untukku yang lelah menyusuri jalanan gelap. Sedang Aji adalah pendamping. Aji bukan tujuanku. Bukan pula yang menunjukkan ku pada jalan dan bukan pula pintu keluar dari ruangan ini.
Aji itu pendampingku. Dia yang kugenggam tangannya saat melangkah maju ataupun mundur. Dia yang mendampingku melewati malam gelap dan pagi yang terang. Dia yang kugenggam tangannya saat Aku jatuh dan saat aku terbumbung bahagia. Itu arti Aji bagiku. Entah bagaimana artiku untuknya.
'Gue siapa lo sih,Ji.'
'bukannya Soulmate'
Jawaban itu yang selalu kudapat tiap kali bertanya. Hingga membuatku memilih untuk menyimpan lagi perasaan yang kerap ingin kutunjukkan padanya. Aku tidak ingin dia kembali hilang karena perasaan yang tak pernah diharapkannya ini. Menjadi soulmatenya sudah cukup untukku, mungkin.
***
Sebenarnya Aku cukup malas untuk mengiyakan ajakan Abim untuk bertemu. Hanya saja dia begitu mendesakku. Daripada makin panjang percakapan via pesan itu berlangsung lebih baik aku iyakan."Ada apa?"
Aku tidak butuh basa-basi.
"Bisa kasih Aku kesempatan? Aku tahu ini terlambat, tapi bisa kasih Aku kesempatan?" Abim menatapku. Mata itu mata yang selalu kupercayai memancarkan kejujuran, dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Story : Hai Aji!! Day6
RomanceSeperti seseorang yang punya kesempatan kedua dalam hidupnya. Sebuah cerita juga punya paruh kedua. Begitu pula dengan kisahku yang masih terpusat pada orang yang sama. Bisa jadi ini second story antara aku dengan dia atau mungkin second story kami...