MPB | M

8.5K 527 20
                                    

"Bukan tentang hati yang dipertanyaan saat ini, gue cuman heran. Lo itu sebenernya sekarang ini nganggep gue apa sih?"

Clara Anggarani Muktha

_______________

Clara dengan perlahan membuka matanya, denyutan dasyat dirasakannya saat dirinya mencoba bangun meski dengan keadaan mata belum sepenuhnya melihat apa pun.

"Asshhh!" Clara memegang kepalanya yang terasa nyeri, mencoba menyamakan diri dengan sinar lampu yang menjadi penghalang penglihataannya. Dan kini gadis itu sadar dan merengut kesal, tidak ada orang satu pun didalam ruangan itu.

"Infus lagi huh? Apa gue cabut aja ya?" Beo Clara yang merasa badannya baik-baik saja namun ya kepalanya yang masih dirasa sakit.

"Apanya yang mau dicabut hm? Infus?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Darma yang mampu membuat Clara seketika mengembangkan senyumnya dalam sekejap.

"PAPA?!! AAAA!! PAPAAA!!" Clara langsung memeluk tubuh Darma dengan erat dan dibalas tak kalah erat oleh Darma.

"Papa kapan pulang?! Clara kangennnnn tau!" Ucap Clara yang masih memeluk Darma.

"Papa pulang ya karena dapat kabar bahwa kamu kecelakaan ini, Papa sama Mama langsung khatir sama kamu." Ujar Darma sambil melepas pelukaanya dan mengelus surai hitam legam putrinya itu.

"Mama mana?"

Ceklek.

"Mama disini sayang," tutur Aira dengan senyuman hangat yang menghiasi bibirnya, dirinya mendekati Clara dan memeluk sayang putrinya itu.

"Syukurlah sekarang kamu udah sadar, Mama takut banget kalo sampe kejadian yang lebih buruk lagi dateng. Mama gak mau kan Clara anak Mama yang paling cantik setelah kakak Carol." Ucapan Aira yang diakhir membuat Clara mengendurkan senyumanannya.

"Cantikan Clara ih dari pada kak Carol! Mancungan juga hidung Clara, kedalem tapi." Aira tertawa mendengar ucapan Clara.

"Kamu ini aneh-aneh aja, ya udah mama kupasin buah ya?" Clara mengangguk semangat lagi.

"Ma, Ra. Kayanya Papa gak bisa lama-lama disini karena ada meting dadakan dari kantor. Clara ditemenin Mama dulu aja ya?"

"Ya gak papa kok Pa, dada! Hati-hati Pa!" Clara melambaikan tangannya dan memberikan kecupan jauh dan langsung ditangkap oleh Darma membuat gadis itu tersenyum kembali. Seperti saat ini lah yang Clara rindukan, bisnis. Satu kata yang memisahkan mereka dari keharmonisan keluarga, seharusnya setiap hari Clara mendapatkannya namun ini tidak untung-untungan jika satu bulan sekali.

"Ma kak Carol sama Saka mana?" Tanya Clara menatap Aira yang sedang mengupas buah jeruk.

"Nyari makan nak, Mama suruh. Kasian mereka belum makan ini udah jam 12 siang kasian nanti cacing-cacingnya pada demo." Kata Aira dengan menatap geli pada Clara.

"Hahaha, Mama ini! Yakali cacing demo yang ada mereka pada ujuk rasa."

"Ye kamu ini sama aja itu mah," Clara tertawa dan menerima buah jeruk yang diberikan Aira.

"Makan ya, ni Mama kupasin Pear kesukaan kamu. Habis makan buah nanti makan nasi biar cepet sembuh oke?"

"Iya dong Ma!" Aira tersenyum dan mengelus puncak kepala Clara.

"Tadi sakit gak pas bangun?"

Clara mengangguk, "Sakit banget. Nyut-nyutan Ma mana mata Clara tadi sempet gak bisa liat apa-apa kaya mau burem gitu."

"Mangkanya cepet sembuh biar bisa sehat ya?" Tanya Aira.

"Emangnya makan bisa bikin sembuh apa?" Aira mendengus, "Ya bisa dong namanya energi, energi juga sebagian dari kekuatan tubuh kita. Kalo gak ada energi gimana tubuh manusia? Energi juga butuh makan. Ih kamu ini Ra masa gitu aja gak tau," ucap Aira dengan muka sedikit merajuk namun tidak beneran.

Ceklek.

"Akbar?"

Clara terdiam ditempat dengan mulut yang berhenti mengunyak disana bukan  hanya berdiri sosok Akbar namun ada Raja dan Saka. Clara rasanya naik pitan ketika melihat mereka bersamaan.

"Gue mau masuk duluan. Lo beruda keluar dulu," ucap Saka yang mendahului Raja yang ingin berucap..

Raja dan Akbar saling melirik sinis dan mau tidak mau mereka harus keluar menuruti perintah Saka, Carol ada diluar namun dirinya ingin memberikan kesempatan pada Saka untuk berbicara pada Clara.

"Mama Abang mau ngomong dulu sama Clara ya? Mama tunggu diluar aja." Aira mengangguk dan tersenyum pada Clara yang menampikan raut wajah merengek tak ingin ditinggalkan. Akhirnya Aira keluar dengan menepuk dan mengelus pelan bahu Saka. Aira tau jika Saka juga berat berbicara pada Clara.

Hening.

Saka hanya berdiam diri seperti patung dihadapan Clara, sedangkan gadis itu masih mengunyah makanan-nya yang sempat tertunda tadi.

Terdengar helaan nafas dari Saka saat tidak mendapat respon dari Clara atas kehadirannya. Baru saja Saka hendak duduk dan berbicara Clara sudah berkata duluan.

"Dua kali dalam sehari ini lo nyakitin gue dan hampir bikin gue mati. Dan sekarang lo dateng seolah gak ada apa-apa ha? Lo pikir lo siapa? Meski lo kakak gue gak sepantasnya lo begitu Sak. Gue. Adek. Lo. Bukan. Pacar. Lo!" Ucapan Clara yang pelan namun menusuk itu mampu didengar oleh Saka.

"Gue____"

"Lo apa? Lo cuman ngasih alasan ke gue kalo lo sayang sama gue lah, lo ngelindungin gue lah. Lo ini lah lo itu lah! Bullshit tau gak Sak?! Gue mending gak punya kakak laki-laki kaya lo! Dari pada punya tapi bejat kaya lo!" Clara murka. Benar-benar murka atas sakit hatinya bukan fisiknya saja yang sakit tapi hatinya sudah cukup sakit dari dulu.

"Gue sayang sama lo Ra! Lo kenapa gak ngerti-ngerti sih?! Gue sayang sama lo Ra! Gue cinta sama lo! Lo puas?  Gue cinta sama lo! Itu kan yang mau lo dengar ha?!" Clara terdiam mendengar perkataan Saka yang menurutnya tak masuk akal.

"Gue adek lo Sak! Kita sedarah!"

"Tapi rasa ini gak bisa bohong Ra!"

Clara terdiam seribu bahasa sekuat tenaga agar gadis itu tidak menangis dan terlihat lemah dihadapan Saka.

"Bukan tentang hati yang dipertanyaan saat ini, gue cuman heran. Lo itu sebenernya sekarang ini nganggep gue apa sih?"

"Gue___"

Clara mendesah pelan, "Kalau misal lo nganggep gue sebagai wanita yang lo sukai dan bukan adik lo. Gue mundur Sak, gue akan pergi dari hidup lo."

Tbc.

My Possesive Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang