🍁Berpura-pura abai dengan perasaan mu sebenarnya sulit.
_________________
"Kalau gue sayang sama lo gimana?"
Pejaman pada matanya terus saja dipaksa terkatup erat, meski pada akhirnya ia mendesah kesal karena kantuk tak kunjung menyerta. Pada akhirnya dia—Yessica Tamara Yasodana mengalah pada alam, untuk kali ini ia bangun, menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang kemudian membiarkan pikirannya yang penuh ini berkelana pada ujung malam.
Dibawah remang-remang lampu kamarnya, ia embiarkan bagaimana kuasa dirinya menjamah tentang lelaki 22 tahun yang mungkin saja sekarang masih terjaga menunggu pertandingan bola Eropa kesukaannya. Hah, sekelumit perasaan tak enak kala abai mulai menyertai, tak ada sapaan hangat yang seperti biasa diterima, sejak hari dimana dia mengucapkan selamat tinggal diujung pekan, ia selalu berharap esok tetap saja terasa sama. Tapi hari itu semuanya terasa berbeda, dan Chika sungguh merasakannya.
Entah lah—ia sebenarnya tak begitu memahami bagaimana antara dia dan Vito, bagaimana pernyataan ataupun pertanyaan yang beberapa hari dilontarkan secara spontanitas atau direncanakan kerap kali menganggu pikirannya. Lagi, Chika berdecak dengan kesal kala tak bersama lelaki itupun, kini dia tetep ada, dan ah, rasanya menyebalkan sekali jika pikirannya tertuju pada pemilik nama belakang Fabumi.
Vito : hehe iya ga papa santai
Vito : mo gue telfon, gue temenin abis lo drai dapur kalau mau dimatiin ya silahkan
Vito : 👍🏻👍🏻
Vito : haha, oke.
Hampir satu minggu sudah, percakapannya dengan Vito hanya sebatas berbalas story kemudian berhenti begitu saja. Ah—ada banyak yang menganggu pikirannya tentang bagaimana bisa dia merasa begitu jauh dengan Vito. Tangannya meraih bergulir pada layar ponsel, tak ada pesan yang tersirat bentuk perintah juga larangan, hanya tawa yang tertulis entah sungguhan tertawa atau hanya tak mampu memberikan banyak obrolan seperti biasanya?
Chika berdecak kesal, memejamkan matanya lagi tak kalah kuat, "Lo kenapa sih Chikaaa, jangan aneh-aneh deh ah," Gumamnya, kala jemarinya tak berhasil menulis beberapa kalimat dilayar ponsel, ketika hasrat ingin mempertanyakan apakah Vito baik-baik saja tak bisa dilempar.
Sekali lagi dia hanya bisa menghembuskan nafasnya berat. Mengenai Vito entah mengapa selalu menjadi kekhawatiran yang nomor satu, bahkan—ketika ia sudah mempertimbangkan menjalin hubungan dengan lelaki yang banyak disukai kaum hawa diluar sana, yaitu ; Sergito Adrian Madhava dia berfikir semuaya akan terasa begitu mudah dijalani, hanya dia dan Gito tanpa melibatkan Vito didalamnya. Jika begini maka akan timbul pertanyaan sekaki lagi ; benarkah menjadi kekasih Gito adalah keinginan hatinya yang sesungguhnya? Atau—hanya sekedar ingin menegaskan kepada Vito, yang sebenernya tak punya peran penting selain teman?
Chika bimbang dengan perasaannya sendiri, sungguh.
Ketika Chika manjawab bahwa ; dirinya pun menyayangi Vito, maka—sesungguhnya memang betul, namun entah mengapa keputusannya mengatakan hanya karena sebuah pertemanan rasanya berat sekali diterima.
Chika tahu, sangat.
Ada yang ingin sekali dia—Yessica Tamara Yasodana sampaikan, mengenai banyak hal yang barangkali mengganggu perasaan seseorang di seberang sana, atau yang barangkali pula tanpa Chika sadari semuanya berhasil menyakitkan bagi dia. Chika paham, bukan ia abai akan sebuah perasaan maupun tindakan dari sosok lelaki penyandang nama belakang Fabumi tersebut. Bukan, sungguh—Chika tak sebuta itu akan perasaan seseorang terhadapnya, termasuk dia yang sudah bersamanya hampir 6 tahun lamanya. Ia mampu merasakan bagaimana ketulusan tindakan yang Vito berikan bukan hanya sekedar kepada teman atau adik, ia paham betul bahwa ada harap lebih dari sebatas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Y . O . U . R . S [SELESAI]
Fanfictionsetiap manusia berhak berada pada cinta yang tepat.