. dua puluh dua .

401 66 7
                                    

🍁

Pertemuan ; jadi, masa lalu dan masa depan?
______________________


"Sini dulu bang." Ucap Chika, hanya deheman kecil yang Vito berikan guna memberikan jawaban pada gadisnya, pada akhirnya langkah yang terseret lemas pun mengikuti jejak langkah perempuan itu. "Ini kayaknya kita harus stok banyak daging deh, soalnya kamu suka banget bikin steak." Celetuk Chika, tanpa persetujuan tangannya sudah mengambil beberapa jenis potongan daging.

"Mau salmon?"

"Terserah aja deh."

"Oke mau."

Benar ; mutlak rasanya bahwa Vito menyukai setiap ruang bersama gadisnya, ada beriringan dalam berbagai macam kesempatan. Tentu, Vito typekal laki-laki yang lebih suka menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya, seperti keluarga maupun pasangan. Katanya — quality time adalah penting. Terbukti beberapa kali urutan terasa dalam hidup Vito bukanlah pekerjaannya, tapi interaksi dengan orang-orang disekitar dia. Namun, sepertinya pernyataan itu tidak tepat dilontarkan pada malam Minggu yang syahdu, bahkan dibawah gemericik hujan yang tenang diluar saja sekalipun. Rasanya — ingin sekali Vito pulang kemudian membaringkan tubuhnya dibawah selimut tebal, dibandingkan menapak pada lantai Supermarket yang dingin.

Entah lah sudah berapa kali helaan nafasnya terdengar begitu gusar, entah berapa kali pula nada bicaranya terdengar begitu frustasi.

Ah, sial — andai saja Vito tau akan seperti ini, ia tidak akan segan membelokkan Gaga — Accord Prestige —  mobil tua kesayangannya, yang pada malam ini kembali ditumpangi oleh gadisnya menuju Caffe milik Aya. Rasanya membayangkan bersantai ria di sana jauh lenih menyenangkan dibandingkan ada dibawah tekanan jiwa ibu-ibu Chika yang sedari kemarin cukup membara entah mengapa. Sungguh, Vito tak bohong bahwasannya setiap kali berbelanja ia sepertinya lebih merasakan lelah dibandingkan harus duduk di depan komputer nya sendiri.

Jika orang lihat mungkin ini adalah sesuatu yang romantis, tapi sungguh Vito hanya ingin cepat keluar dari pusat perbelanjaan ini. Jika boleh ; siapapun tolong tarik Vito keluar dan tinggalkan Chika sendiri.

Ya, itupun jika Vito tega. Sayangnya lelaki itu tidak akan mungkin melakukannya.

"Chik."

"Hem?"

"Sayaaang."

"Apa, bentar aku lagi baca ini mana yang lebih bagus." Ucap Chika tanpa menolehkan kepalanya. Vito menghembuskan nafas dalam, hingga pada akhirnya apa yang dipilih Chika masuk ke dalam troli nya.

"Ada lagi?" Chika menoleh kilas sebelum pada akhirnya memilih untuk melangkah kan kakinya lebih dulu dibandingkan Vito yang sibuk mendorong troli dibelakangnya, yang demi apapun sudah terisi penuh, bahkan tak ada celah jika saja Chika masih ingin menaruh beberapa jenis makanan ringan misalnya. Ah, bahkan — sepertinya Vito harus mengambil satu troli lagi hanya untuk menampung apa-apa saja yang gadisnya ambil dengan tanpa pertimbangan. Helaan nafasnya terasa begitu berat, sungguh, ia sudah merasakan lelah pada kakinya, juga bosan yang mendekapnya. Jika saja Chika mengajaknya belanja tidak setelah Vito menghabiskan waktu lemburnya beberapa hari, mungkin semuanya baik-baik saja, tapi ada bersama Chika di supermarket sekarang rasanya bukan pilihan yang tepat. Chika barangkali merasa senang, namun tidak bagi seorang laki-laki 22 tahun pemilik nama belakang Fabumi ini. Jika saja dirinya tau, mungkin Vito akan lebih memilih menghabiskan malam minggunya dengan bermain game bersama Christyan.

Y . O . U . R . S  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang