. tiga belas .

509 73 40
                                    

🍁

Sederhana ; orangnya adalah dia—hanya saja, yang menghalangi nya adalah perasaan yang selama ini terbungkam.

__________________

Vito : iye zheyeng.

Chika bersumpah itu adalah pesan ter-alay yang pernah Vito kirimkan kepadanya selama kurang lebih 6 tahun mengenalnya.

Meski jika dipikir-pikir, dulu beberapa tahun belakang, lelakinya—Alvito Atalanta Fabumi pernah mengungkapkan kepadanya dengan tatapan yang begitu serius, bahwa ; sesederhana itu saya mengenal kamu, sama halnya sesederhana itu saya bahagia sama kamu. Jika dulu Chika mendengarnya sedikit geli, karena ungkapan itu terdengar sangat asing di telinganya mungkin akan berbeda cerita jika sekarang ia dengar. Entahlah bukan sebuah lelucon memang, tetapi Chika sungguh tertawa tanpa henti. Kemudian Chika semakin tertawa karena mengetahui penyangkalan dari Vito dengan membuat pernyataan, 'itu skrip theater Fiony,' kala malu mulai mendekapnya erat. Ya—lelaki itu mengkambinghitamkan sepupunya. Ah, mungkin jika diulang kembali, Chika akan merasa begitu bahagia mendengarnya, tentu tanpa embel-embel skrip theater dari sepupunya.

Chika tau, bagaimana Vito selalu berusaha membuat bahagia, bahkan sedari dulu. Jauh sebelum dia mengetahui bagaimana Vito menaruh atensi perasaan yang besar kepada dirinya.

Dan ya, Chika menyukai itu.

Vito : hahaha, yaudah sih kali-kali

Vito : gue lanjut kerja ah, bye.

Vito : gue mau ngomong, tapi nanti lo bilang alay. Tapi ga papa deh, dah sayang

Chika tersenyum simpul melihat bagaimana deret pesan yang ia terima dari Vito seperti bukan yang biasa dirinya terima. Ada bahagia yang menghangatkan, entah mengapa rasanya Chika akan selalu menyukai pesan random itu. "Freak banget najis." Ucapnya lirih.

Jika saja dia—Yessica Tamara Yasodana tau sebahagia apa dia hanya karena mengetahui perasaan yang besar itu nyata, bahwa ; benar adanya, berdampingan dan juga saling menggenggam dalam satu perasaan berhasil membuatnya mengatakan 'youre enough,' pada seseorang yang didamba dalam persembunyian ke-egoisannya, atau ke denialannya terhadap lelaki dengan nama belakang Fabumi. Mungkin, dia—Chika akan lebih berani mengatakannya sedari dulu. Akan tetapi, kini ia sedikit merasa bersyukur bahwa pengungkapannya ada di momentum sekarang, sebab ia merasakan jika itu adalah tepat.

Mungkin, hari itu harusnya menjadi yang lebih berharga bagi Chika. Tanpa pengungkap yang meromantisasi keadaan, Chika menyukai bagaimana tindakan Vito yang berbeda dengan lelaki lain. "Waini yang kemarin pamer cincin, bikin story lagi berduaan. Sekarang senyum-senyum, mana auranya keliatan bersinar banget. Jadi—udah?" Chika mengangkat satu alisnya manatap Satya yang kini mengambil duduk di hadapannya dengan celotehan yang panjang.

"Apaan deh."

"Ck, udah enggak usah pura-pura bego deh." Ucap Satya kesal, ia bahkan tak segan menyentil jidat Chika hingga sang puan meringis kesakitan. "Enggak jadian."

"Nyenyenye." Chika mendengus, ya beginilah jika sudah berada di kumpul-kumpul keluarga, bukan kebersamaan yang dia dapatkan, akan tetapi bullyan yang seakan direncanakan. "Dih, orang beneran enggak jadian kok, tanya aja sama orangnya."

"Emang iya Vit?" Chika mendelik mendengar Satya menyebut nama Vit, dengan gerakan cepat ia memutar tubuhnya, dan ya benar ada lelaki itu berjalan mendekat. Bahkan—kini tangannya sudah berada diatas kepalanya, mengusapnya dengan begitu lembut seperti biasa. "Dia punya gue intinya." Ucap Vito dengan tegas, ia mengecup puncak kepala Chika yang sialnya malah membuat Chika salting setengah mati. Sungguh, semenjak kejadian hari itu, Vito seakan selalu datang tiba-tiba dan bertindak diluar dugaaannya. Jika saja—beberapa hari belakang Chika akan biasa saja mendapatkan perlakuan manis Vito, maka kali ini rasanya berbeda, entah mengapa ia seakan diterbangkan begitu jauh oleh perasaan bahagia yang menerpanya.

Y . O . U . R . S  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang