. dua puluh empat .

392 61 13
                                    


🍁

Ya kalo jodoh juga pasti bakal bareng kan. Kalau enggak? Biar gue saling tawar-menawar sama Tuhan.

____________



"Katanya mau ke lombok drun. Kok enggak jadi?" Tanya Jesslyn di tengah-tengah bisingnya suara keyboard yang saling beradu, dan diantara rintik hujan pagi ini berhasil menarik atensi ketiga lelaki yang anteng duduk tanpa banyak bicara. Jesslyn dengan santai melewati ketiga manusia yang tengah melakukan ritual sebagai manusia normal, yaitu ; bekerja. Mungkin — jika saja hari ini minggu, ketiga lelaki itu akan lebih memilih berlama-lama di dalam selimut tebalnya yang hangat, dibandingkan duduk dihadapan laptop dan di antara wangi kopi yang menyeruak. Vito menghela nafasnya, menarik secangkir kopi cappucino untuk sekedar menghangatkan tenggorokannya sebelum memilih menjawab pertanyaan Jesslyn. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman, setidaknya — Vito sedikit bersyukur karena ditengah hujan yang melanda kota Jakarta pagi ini dia tidak perlu beranjak dari rumah ke kantor. "Batal apa gimana drun?" Vito pada akhirnya mengangkat pandangannya menatap lekat Jesslyn yang tengah mengaduk susu hamilnya tersebut. Ia kembali menghembuskan nafasnya dalam-dalam.

"Enggak jadi minggu ini, di tunda tapi enggak tau kapan jadinya. Ya, lo coba deh liat kerjaan gue ci, numpuk parah udah kaya sampah di Bantar Gerbong, gila-gila stres gue yang ada." Ucap Vito dengan frustasi, seraya menunjuk layar laptopnya yang penuh dengan revisi. Sungguh, Vito kali ini terlihat sangat jelas bahwasanya dia adalah manusia-manusia yang tertekan. Jesslyn — perempuan yang kini tengah hamil muda setelah enam bulan menikah dengan Satya pun menarik tungkainya mendekati Vito, menelisik pekerjaan yang kini tengah Vito kerjakan. Jesslyn mengangguk-angguk seolah dia memahami masalah yang sekarang tengah Vito alami.

Memang, seminggu yang lalu Vito merencanakan untuk pergi liburan dengan Chika — kekasihnya, dan tentu saja ia sudah mengantongi beberapa izin untuk membawa gadis itu bersenang-senang. Namun, semua hanyalah bayangan semata. Ya, siapa sangka, project yang Vito perkirakan akan selesai tepat waktu ternyata harus mundur dan harus mengalami revisi dibeberapa sudut karena permintaan klien yang tiba-tiba berubah pikiran. Jelas saja, hal itu membuat lelaki yang kini menginjakkan usia 23 tahun harus menunda rencana liburannya demi kliennya, juga — demi cuan nya. Beruntung, Chika — gadisnya cukup paham dengan profesi seorang Vito. Apalagi belum setahun Vito menginjak di dunia kerja di visual designer seperti ini. Lagi, helaan nafasnya kembali beradu dengan dinginnya udara pagi ini, rasanya ingin sekali Vito membaringkan tubuhnya seraya memejamkan matanya singkat setelah beberapa hari memilih menghabiskan banyak waktu untuk bekerja. Memang, barangkali — waktu dimana dia bekerja lebih banyak dihabiskan dibandingkan dengan waktu istirahat nya.

Tapi, apa boleh buat?

Jesslyn menepuk-nepuk bahu Vito beberapa kali seolah memeberikan semangat pada calon adik ipar sepupu nya itu. Vito mendengus malas, menjauhkan tangan Jesslyn dari bahunya. Sungguh, bagi Vito hal ini seperti ledekan dari Jesslyn untuk dirinya. Sudah biasa hal ini terjadi jika mereka tengah berada di satu atap yang sama. "Sue lo ci." Sungut Vito.

"Lho, gue ngasih semangat, apa nya yang salah?"

"Enggak ada, enggak ada."

Jesslyn mengangkat bahunya acuh seraya mendumel seperti biasa. Bagi Vito maupun Febian — hal ini juga yang menjadi satu hal yang mereka hafal. Bagaimana sosok Jesslyn yang sarkas juga penuh kasih sayang. Katanya ; cara Jesslyn perhatian tuh beda tipis dengan ngeledek. Satya yang melihat itupun terkekeh, kedekatan mereka satu sama lain memang selalu ada saja yang membuatnya terkesan. Mungkin, Satya beryukur terlahir di keluarga besar yang penuh warna ini, dekat tanpa sekat. Bahkan — ketika mereka belum resmi menjadi bagian keluarga nya sekalipun. "Gue ke atas deh yah, kerjaan gue tinggal meeting nanti siang. Semangat kalian. Yuk sayang." Ucap Satya setelah membereskan beberapa barangnya, ia mengulurkan tangannya pada Jesslyn kemudian beranjak meninggalkan ruang makan, hingga tersisa Febian juga Vito yang masih asik bercumbu dengan laptop nya sejak 2 jam yang lalu. Vito menghela nafasnya, sesekali ia memijat pangkal hidungnya pula, berharap pusing yang menerpa ini menguap begitu saja.

Y . O . U . R . S  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang