🍁
Object favorit saya masih kamu.
_____________
Jimbaran, lagi—tak akan pernah ada kata bosan untuk datang kembali di sana. Suasananya yang menenangkan rasanya menjadi sesuatu yang berharga, benar-benar mampu menghilangkan pening atas keruwetannya selama berdrama ria dengan skripsi yang banyak sekali revisinya. Chika suka Bali, tentu saja. Jakarta tiak pernah memanjakannya dengan begitu sempurna seperti Bali, barangkali Jakarta hanya soal tuntutan kepenatannya saja. Kakinya, ia biarkan disapa oleh lembutnya air laut yang hilir bergantian menyapanya ke tepian pantai, rambutnya yang tergerai dimainkan oleh angin dengan sentuhan yang paling lembut pula. Hah—rasanya, ia selalu membutuhkan banyak waktu untuk berada seperti ini setiap saat. Tapi, tentunya tak mungkin.
"Chik, sini!" Chika perlahan membuka matanya, ia menangkap gelak tawa yang begitu lepas, tanpa sadar senyumnya pun ikut mengembang. Ah, kini Chika tahu bahwa ; benar—mencari kebahagiaan tak perlu harus merepotkan, orang sekitarmu adalah sumber kebahagiaan yang sebenarnya terlalu abai untuk dirinya sadari. Karena, barangkali Chika terlalu sibuk mencari yang menjadi definisi bahagia paling sempurna, meskipun dia tau jelas tidak pernah ada celah sempurna dalam konteks apapun.
Tapi kini Chika menyadari satu hal, bahwasanya ada bersama mereka adalah kebahagiaan yang dia butuhkan. Sesederhana itu.
"Chika ayo sini!" Sekali lagi, namanya dipanggil dengan keras oleh mereka, Chika tersenyum lepas seraya menganggukkan kepalanya. Mungkin cukup bagi dia berduaan dengan alam, bercengkrama lewat keterangan yang dirinya dapatkan. Dan kini saatnya kembali membaur ke bagian dari cerita yang tengah mereka abadikan bersama-sama.
Vito mengulurkan tangannya pada Chika, yang tentu saja tak akan ditolaknya. Chika tersenyum hangat ketika pandangan mereka saling bertubrukan, Chika selalu suka mata elang Vito yang lembut kala menyapanya. "Duh, lo ngapain deh disana sendirian ntar keseret sama Ratu pantai selatan gimana?" Celetuk Dey dengan heboh, seperti biasa. Chika mengangkat bahunya acuh, dan duduk disamping Vito.
"Lagian ini Bali Dey."
"Ya bisa aja."
"Dah ah, jangan ngaco." Ucap Vito menengahi. Vito menyelipkan rambut Chika yang berterbangan ke belakang telinga berharap angin tak begitu mengganggu gadis ini untuk beberapa saat. Namun harapnya hanya sebatas harap, Vito berdecak kecil karena berkali-kali angin begitu asik bermain dengan rambut gadisnya ini, hingga membuat rambut panjang Chika berterbangan begitu saja. "Cepol aja yah Chik, mau makan soalnya ganggu gini rambutnya." Chika menoleh, paham akan tatapan itu Vito mengangguk mengiyakannya. Dengan telaten Vito membuat cepolan pada rambut Chika, serapih mungkin. Tentu, alasannya agar gadis ini makan seafood bakat dengan tenang dan nikmat.
Empat orang yang dengan gratis dipertontonkan adegan seperti itu jelas saja melongo dibuatnya. Bukan hanya tentang perlakuan manis Vito, akan tetapi bagaimana cara Vito merapihkan rambut Chika begitu lihai seperti sudah terbiasa dengan itu, jelas kaget—lagipula siapa yang percaya? Vito benar-benar begitu intens dengan Chika.
Ah, jadi bagaimana bisa Vito memperlakukan Chika dengan baik namun kedoknya masih saja sebatas teman. "Udah, sakit enggak gue bikinnya?" Chika menggeleng dengan senyuman gummy smile sebagai jawabannya, Vito pun ikut tersenyum dengan lembut. "Thank you." Bisik Chika, Vito mengangguk pelan. Kembali fokus dengan seafood nya.
Dey menatap Jesslyn dengan tatapan tak percaya, gadis itu berdehem kecil disana yang mengundang tatapan bertanya-tanya dari mereka. "Duh, gue yang mau nikah, yang jelas status enggak pernah digituin." Celetuk Jesslyn dengan iri, ya tentunya sekaligus menyinggung Satya—calon suaminya, yang kini mendelik malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Y . O . U . R . S [SELESAI]
Fiksi Penggemarsetiap manusia berhak berada pada cinta yang tepat.