. satu .

1K 85 6
                                    

🍁

Jadi—dia, sederhana bagaimana saya mengenalnya

______________

Beruntung ; hanya itu yang dapat disyukuri oleh lelaki 22 tahun yang kini tengah menguncir rambutnya yang sedikit gondrong, mata elangnya yang tajam seakan-akan tak ingin berpindah guna menelisik objek yang lain, yang bisa jadi lebih menarik, meskipun bagi dia si manusia bucin itu tak ada yang lebih indah dan menarik barang sejenak pun selain gadis yang dengan sempurna diciptakan Tuhan. Alvito Atalanta Fabumi, barangkali selalu saja ingin mendambanya lebih, namun sadar bagaimana sebuah perasaan tak mungkin selalu berbalasan dan bersanding.

Ah, bukan—tentu saja bukan tentang persoalan itu. Sebenarnya hanya ketidakmampuan dirinya saja yang tak lebih besar, sebab untuk mengungkapkan bagaimana perasaannya jatuh berkali-kali pada gadis jangkung yang sudah dia kenal beberapa tahun belakang pun rasanya tak ada sedikit nyali, Vito terlalu takut untuk kehilangan sosok Tamara dihidupnya.

Dia cantik, tentu. Vito—sapa akrabnya bersumpah sebagain penduduk kota Jakarta yang ramai-ruwet ini menyetujuinya, bagaimana sosok dia yang begitu cantik dari sudut pandang manapun dilihatnya.

Angin sore dengan sedikit permainannya, tak begitu kencang memang namun begitu lembut diterima, senyumnya tanpa sadar melengkung begitu saja menatap bagaimana dia—gadisnya—Yessica Tamara dengan damainya terbaring diatas kap mobil miliknya, matanya tertutup erat entah sungguhan terlelap atau hanya ingin menikmati bagaimana angin mempermainkannya dalam rasa kantuk dan damai yang menyetai. Rambutnya yang terurai tak segan sedikit dibawa angin menari-nari bebas, bahkan hidung bangirnya ingin sekali dijadikan singahan kup-kupu yang sengaja ikut memperhatikannya dalam dekat. "Udah bener kah mesinnya?" Vito tersentak, bersamaan dengan tubuhnya yang menegak dan senyuman yang sedari tadi mengembang sempurna seketika menghilang begitu saja. .

"Hem?"

Vito berdekhem kecil, melihat kembali mesin-mesin yang sempat dia sentuh hampir dua jam itu, Vito menghembuskan nafasnya begitu saja, "Belum, kayaknya harus dibawa ke bengkel."

Chika mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum ia tertarik menatap Vito yang kini kembali membereskan perkakas yang sempat ia keluarkan dari bagasi mobil. "Lagi?"

"Hn—mau gimana lagi, mobil tua kan?" Kali ini Chika mengangguk paham, Accord Prestige kesayangan sang pemilik ini bukan sekali ataupun dua kali mengalami masalah, bahkan Chika pun kerap menjadi saksi bagaimana lelaki tersebut mengeluh. Sempat dengan mudah Chika mengatakan jika seharusnya Vito mengganti saja mobilnya itu, tapi berakhir dengan bagaimana Vito marah kepadanya, menganggap jika Chika tak mampu menghargai apa yang dia miliki, sejak hari itu Chika tak lagi pernah menyinggungnya jika Gaga—nama mobil dengan cat putih kesayangan Alvito Atalanta Fabumi itu kembali bermasalah.

"Ayo turun Chik." Lagi-lagi Chika mengangguk, ia menerima uluran tangan Vito yang selalu saja sigap untuknya, mata Chika mengikuti pergerakan Vito yang mengambil jaket denim juga tas miliknya dari dalam mobil, "Mobil lo tinggal disini?" Ia meraih tangan Vito dan membersihkannya dengan tissue basah, sederhana tapi Vito suka.

"Iya, tadi udah bilang sama Ollan katanya nanti diambil sama Rudi." Tuturnya seraya memakaikan tas slempang pada bahu Chika, dia tak menolak. Vito selalu saja memperlakukannya dengan begitu baik, berbeda dari beberapa lelaki yang silih-berganti ikut serta menjadi bagaian cerita dalam hidupnya, meskipun hanya bertahan dalam hitungan bulan saja. Chika tak pernah bohong bahwa ; Alvito masih menjadi lelaki yang terbaik yang pernah ada dihidupnya.

Y . O . U . R . S  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang