(2) Rumah Kedua

37.6K 2.2K 10
                                    

Happy Reading!
.
.

"Bang, gue enggak bau rokok kan?" tanya Clavina saat mobil yang dikendari oleh Ryan sudah berhenti di pekarangan rumahnya.

Kepala Ryan mendekat ke wajah Clavina, mengendus wewangian yang keluar dari tubuh gadis cantik itu. Ia pun menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban. "Enggak kok. Tapi, lu ganti parfum lagi? Kok baunya beda sama yang kemarin."

"Iya, Bang. Parfum gue habis, terus belum ada stok lagi sampai bulan depan. Jadinya gue pakai parfum di supermarket dulu deh," adu Clavina dengan bibir dimajukan.

Ryan tergelak mendengar aduan gadis yang duduk di sebelahnya itu, ia tak habis pikir dengan gadis itu. Bagaimana bisa Clavina menghabiskan puluhan juta hanya untuk membeli sebotol parfum kesukaannya.

"Yaudah, yuk langsung turun," ajak Ryan seraya turun dari mobilnya mendahului Clavina.

Sejenak Clavina memperbaiki seragam putih abu-abu miliknya yang masih melekat dengan berantakan di tubuhnya. Sejak pulang sekolah tadi, ia memang tak sempat mengganti pakaian dan memiliki ikut tawuran dengan memakai seragamnya. Rok ketat sepaha yang menjadi bawahannya sama sekali tak bisa membatasi pergerakannya.

Ryan pun mengambil tangan Clavina dan menggandengnya masuk ke dalam rumahnya, tampak di ruang tamu kedua orang tuanya tengah mengobrol bersama dengan dua cangkir teh di atas meja.

"Mama, papa, liat abang bawa siapa."

Kedua mata mama Ryan langsung berbinar kala melihat gadis yang digandeng oleh putranya itu, ia langsung beranjak dari duduknya dan memeluk Clavina dengan erat dan penuh kehangatan. Tangannya mengusap pelan punggung gadis yang telah ia anggap seperti putrinya sendiri itu.

"Clavina, cantiknya mama. Yuk masuk, kamu udah makan belum? Kebetulan mama ada masakin udang asam manis, kamu suka kan?" ucap mama Ryan dengan antusias.

"Vivianne, itu Clavina baru sampai suruh duduk dulu, capek dia itu," tegur papa Ryan yang tak lain adalah Sagara itu.

Sagara dan Viviane adalah orang tua dari seorang Ryan Maxweell Pangestu, sahabat sekaligus sosok yang sudah Clavina anggap seperti abangnya sendiri. Kedua orang Ryan pun juga sudah Clavina anggap sebagai orang tuanya juga, saking dekatnya dengan mereka.

Tak jarang Clavina juga menginap di rumah orang tua Ryan saat butuh waktu untuk jauh dari keluarga kandungnya sebentar.

"Dasar, kalau udah ada Clavina pasti anak sendiri dilupakan," gumam Ryan tetapi masih mampu didengar oleh Vivianne.

Pria itu langsung dihadiahi tatapan tajam dan pelototan dafi wanita paruh baya berdarah Prancis itu. "Kamu ini! Kalau Clavina kan jarang ketemu sama mama, kalau kamu kan setiap hari juga ketemu. Mama aja sampai bosan lihat muka kamu itu."

Ryan mendengus kesal mendengar ucapan mamanya, tetapi kedua sudut bibirnya kemudian tertarik mengulas senyum kecil. Melihat Clavina tertawa bahagia di tengah-tengah keluarganya turut membuat hatinya menghangat. Ia senang ketika gadis itu bisa tertawa dengan bebas tanpa ada gurat kesedihan yang membayangi.

"Ma, laper," adu Ryan lagi.

"Sana makan, di meja makan udah mama siapin makanan tadi," ucap Vivianne santai.

Lagi-lagi Ryan hanya bisa mendengus kesal melihat sikap mamanya ketika sudah bertemu dengan Clavina, anak kandung sendiri pun dilupakan. Maklum saja, mamanya itu sangat menginginkan seorang putri, tetapi yang lahir malah putra sepertinya.

"Ma, aku makan sama Bang Ryan aja, ya," ucap Clavina dengan suara lembutnya.

"Yaudah, Sayang. Sana makan yang banyak, kamu kurusan banget ini," jawab Vivianne seraya memegang tangan kanan Clavina.

Clavina tergelak mendengar ucapan mamanya itu. "Enggak kurus ini, Ma. Yaudah, aku susulin Bang Ryan dulu."

Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur meninggalkan kedua orang tua Ryan yang kembali menonton televisi bersama di ruang tamu. Matanya menyusuri sekeliling rumah yang selama ini selalu membuatnya nyaman, rumah yang penuh dengan kehangatan dan melimpahkannya dengan kasih sayang.

Hingga ia pun menghampiri kursi yang berada di samping Ryan, ikut mendudukkan bokongnya di sana. Ia menatap Ryan yang tengah sibuk mengambil nasi dari dalam bakul.

"Sini Bang gue ambilin," ucap Clavina seraya mengambil alih centong nasi dari tangan Ryan.

Tanpa menunggu jawaban dari pria, ia langsung menaruh beberapa sendok nasi ke atas piring Ryan. Kemudian tangannya beralih pada piring-piring berisi lauk yang cukup beragam.

"Mau lauk apa, Bang?"

"Capcay sama ikan aja deh," ucap Ryan seraya menatap lapar pada lauk-pauk yang sudah memanggil-manggilnya.

Dengan cekatan Clavina memindahkan beberapa sendok capcay ke atas piring makan Ryan, diikuti dengan setengah ekor ikan bakar yang menggiurkan.

"MAMA, CLAVINA UDAH SIAP JADI MANTU MAMA NIH!" teriak Ryan asal yang langsung dihadiahi pukulan di keningnya.

"Sembarangan!"

Tangan Clavina terlihat kembali sibuk menyendok kan udang asam manis kesukaannya ke atas piringnya sendiri, wangi udang itu membuat perutnya keroncongan. Ah, masakan Vivianne memang paling sempurna di lidahnya.

Ia pun menyendokkan nasi beserta lauknya ke dalam mulutnya, mengunyahnya hingga halus dan menelannya. Tak ada pembicaraan lagi di antara mereka, yang ada hanya suara dentingan piring dan sendok yang bersahutan.

----

"Malam ini nginap enggak, Cla?" tanya Vivianne seraya menolehkan kepalanya pada Clavina yang duduk bersandar di pundak Ryan. "Kalau menginap nanti mama telepon bunda kamu."

"Menginap aja, Cla. Nanti papa kasih uang jajan kalau kamu nginap malam ini," sahut Sagara yang sedari tadi sibuk mengemil keripik bawang buatan istrinya.

Mata Clavina langsung berbinar mendengar uang jajan yang diiming-imingkan oleh papa Ryan itu, tubuhnya pun langsung tegap dan menatap Sagara. "Benar, Pa? Berapa? Minimal satu juta, ya."

"Buset, lu minta uang jajan atau lagi peras papa gue?" celetuk Ryan bercanda mendengar permintaan Clavina.

Padahal uang satu juta adalah hal yang kecil bagi keluarganya, apalagi sejak menikahi Vivianne membuat Sagara meneruskan perusahaan keluarga wanita itu yang bergerak di bidang tekstil. Perusahaan bertaraf internasional itu berhasil membawa kejayaan bagi keluarga kecilnya.

"Papa aja enggak masalah, kok lu yang masalah sih," ledek Clavina seraya menjulurkan lidahnya, mengejek Ryan.

"Udah-udah, kalian ini kalau ketemu pasti berantem. Kamu Ryan, mending bawa Clavina ke kamarnya," pinta Vivianne tegas. "Kasiah, pasti Clavina capek seharian sekolah."

"Terus Ryan enggak capek gitu, Ma?"

Kesal dengan sahutan putra semata wayangnya membuat Vivianne akhirnya menjewer telinga remaja itu hingga membuat Ryan berteriak kesakitan. Sementara Clavina dan Sagara yang menonton tertawa bersama di atas penderitaan Ryan.

"Masih mau kamu menjawab mama lagi?! Mau kamu mama kutuk jadi batu kali, hah?!" amuk Vivianne menatap puas telinga putranya yang memerah.

"Aduh, mama ini kejam banget sih kalau sama Ryan. Udah ah, yuk Cla, kita buat cucu aja buat mama sama papa," ucap Ryan seraya menarik tangan Clavina dan berlari secepat mungkin sebelum kembali mendapat amukan dari mamanya.

"RYAN! AWAS KAMU, YA!"

----
To be continued...

The Next QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang