(46) Retak

17K 1.1K 70
                                    

Suara dentingan alat makan terdengar jelas di ruang makan yang cukup luas, meja panjang yang biasa hanya diisi tiga orang itu kini diisi oleh dua keluarga. Sesekali mereka mengobrol agar suasana tak terlalu canggung dan sepi.

"Vina lulusan Budi Bangsa juga, ya?" tanya July, mama dari Edrick secara mendadak.

Clavina yang ditanya pun mendongakkan kepalanya menatap July seraya mengangguk singkat dengan senyum ramah. Ia benar-benar menuruti ucapan bundanya untuk yang satu ini, tujuannya hanya ingin cepat-cepat pulang dan kembali di kamarnya yang sepi.

"Clavina ini kalau di sekolah paling pinter, Ma. Dia selalu dapat juara satu pararel, selalu menang lomba juga. Sayang dia enggak lulus di Budi Bangsa, coba kalau selesainya di sana, pasti dia jadi lulusan dengan nilai tertinggi deh," celetuk Edrick yang tertarik dengan pertanyaan mamanya.

Kedua mata July berbinar kala mendengar fakta tentang Clavina dari mulut putranya. "Oh iya? Berarti Clavina ini pinter banget dong. Aduh, anaknya udah cantik, sukses, mandiri, pintar lagi, tipe menantu idaman banget."

Lagi-lagi Clavina hanya memasang senyum canggung dengan pujian yang dilontarkan oleh ibu dari Edrick itu, sementara Clanara yang duduk di sebelah July hanya bisa menundukkan kepalanya dan melahap makanannya dalam diam. Semua orang kini berfokus pada Clavina, tak ada yang mengingatnya jika ia juga ada di sana.

"Clavina udah punya pacar belum?" tanya July tiba-tiba yang membuat Clavina tersedak dengan makanannya sendiri.

"Uhuk, uhuk!"

Buru-buru July menyodorkan gelas Clavina yang masih terisi penuh dengan jus jeruk itu, dan Clavina sendiri tanpa ragu menerima gelas yang diberikan oleh July dan meneguk isi gelas tersebut hingga sisa setengah.

"Hati-hati makannya, Sayang. Kalau kamu suka sama makanannya nanti kapan-kapan tante buatin lagi terus suruh Edrick antarin buat kamu," tegur July dengan senyum khas keibuannya.

Entah mengapa July merasa lebih dekat dengan Clavina yang terdengar asik dan supel ketika menjawab, dibanding dengan Clanara yang ragu-ragu dan pemalu ketika ditanya. Mungkin karena efek pekerjaan Clavina sebagai public figure membuatnya terlatih berbicara di depan umum dan menciptakan suasana yang santai.

"Jadi, kamu udah punya pacar belum nih?" Kini gantian Renda, papa Edrick yang bertanya dengan alis yang dinaik-turunkan.

"Alhamdulillah sudah punya, Om," ucap Clavina.

July dan Renda terlihat saling menatap kecewa satu sama lain, tetapi kemudian mereka kembali tersenyum dan menatap Clavina ramah. Clanara yang melihat perbedaan antara cara calon mertuanya menatap dirinya dan kakak kembarnya itu menatap cemburu pada Clavina.

Harusnya kan di sini dia yang menjadi pemeran utamanya. Harusnya dia yang diberikan banyak kasih sayang dan pertanyaan dari kedua calon mertuanya, bukan Clavina.

"Siapa pria beruntung yang bisa mendapatkan hati perempuan secerdas kamu ini?" tanya July lagi.

Clavina terdiam sejenak. "Om sama Tante tahu OXN Entertainment, kan? Agensi yang menaungi saya dan mendebutkan saya sebagai model. Nah, CEO-nya itu pacar saya," ucap Clavina tanpa ragu.

Sementara July dan Rendra yang mendengar penuturan Clavina tentang kekasihnya itu sontak saling terdiam di tempat. Kalau orang lain yang berbicara dan mengaku sebagai pacar daru Leon Oxana mungkin mereka tak akan percaya, tetapi beda hal dengan Clavina. Kedua mata indah gadis itu menampilkan kejujuran dan ketegasan dalam berbicara.

----

"Kakak, harusnya tadi kakak enggak perlu bicara panjang lebar seperti itu sama orang tua Edrick," tegur Alissa saat Clavina baru saja hendak merebahkan tubuhnya di kasurnya.

Gadis itu pun mengurungkan niatnya dan berdiri menatap bundanya terluka. "Kan Vina ditanya, enggak mungkin dong Vina enggak jawab pertanyaan mereka kalau ditanya. Bunda mau Vina dianggap sombong dan enggak punya sopan santun sama mereka?" balas Clavina jengah.

Ia sudah benar-benar jengah dengan tingkah bundanya kali ini. Tadi ia diminta untuk diam dan menjadi pasif, ia bisa menerimanya. Tetapi sekarang sopan santunnya dipertanyakan membuat Clavina tak bisa kembali diam.

"Ya harusnya Kakak enggak usah jawab panjang, Kakak cukup jawab seadanya aja biar mereka enggak tanya-tanya lagi," elak Alissa. "Kakak tadi lihat 'kan gimana adek? Dia cuma bisa duduk diam sambil makan karena semua orang fokus ke Kakak doang."

Kepala Clavina menggeleng pelan, pikirannya mulai menolak alasan-alasan Alissa yang sama sekali tidak rasional baginya.

"Bunda sebenernya kenapa sih? Dari tadi bunda loh yang maksa-maksa Vina buat ikut ke acara itu, kalau ujung-ujungnya bunda cuma mau jadikan Vina sebagai pajangan doang di sana lebih baik enggak usah ajak Vina. Lebih baik Vina tiduran sendiri di rumah kalau tahu kayak gini!"

Rahangnya mengeras seiiring dengan kepalanya yang mulai memanas. "Satu lagi, Bun. Kalau Clanara yang enggak bisa beradaptasi dengan calon mertuanya, kenapa yang disalahin harus Clavina? Harusnya Clanara yang diajar buat bisa ciptain lingkungan yang nyaman, harusnya Clanara yang bunda ceramahin bukan Clavina!"

"Bunda enggak sadar kalau tadi itu orang tua Edrick enggak nyaman dengan cara menjawab Clanara yang terkesan kaku?" tambah Clavina.

Alissa terdiam mendengar ucapan putrinya, ia berjalan menghampiri Clavina yang hanya berdiri dengan gaya malasnya. "Tapi, ka—"

"Tapi apalagi, Bun? Sebenarnya bunda ini takut 'kan kalau seandainya tadi kedua orang tua Edrick malah batalin pernikahan Clanara sama Edrick gara-gara lebih nyaman sama Vina?  Bunda takut kalau anak kesayangan bunda itu enggak jadi nikah dan jadi aib keluarga, kan? Pantas sih, orang dia juga murahan banget," cibir Clavina seraya merotasikan kedua matanya.

Plak!

Dalam hitungan detik, tangan Alissa yang semula berada di sebelah tubuhnya kini melayang dan mendarat dengan keras di pipi kanan Clavina. Tangan itu meninggalkan bekas kemerahan yang kontras dengan kulit putih Clavina.

Tubuh Clavina mematung, tak tahu harus bereaksi seperti apa dengan tamparan yang didapatkannya. Namun yang pasti kedua mata indahnya itu memancarkan kekecewaan yang begitu dalam.

"Ternyata benar, ya. Gelas yang udah hancur enggak bakal bisa disatuin kembali, sama seperti hubungan bunda sama Vina. Hubungan kita pada dasarnya udah hancur terlanjur parah, dan sampai kapan pun Bunda enggak pernah bisa merajut kembali hubungan itu."

Usai mengatakan hal itu Clavina langsung menyambar tasnya yang tergeletak di atas kasur, kemudian berlari kecil meninggalkan bundanya yang masih mematung di tempat. Ia berlari menuruni tangga, melewati ayah dan kedua saudaranya yang tengah duduk di ruang keluarga.

"Kakak, kamu mau ke mana malam-malam gini?" tanya Alanzio heran. Apalagi melihat putrinya berlari dengan sandal rumah bermotif kelinci itu.

Namun, Clavina sama sekali tak menjawab membuat ketiga orang yang melihatnya mengernyitkan dahi heran. Sementara dari lantai dua terlihat Alissa juga berlari menyusul setelah tersadar atas tindakannya, ia berteriak memanggil Clavina untuk menghentikan gadis itu.

Begitu keluar dari gerbang rumah, Clavina segera menghentikan salah satu ojek online yang kebetulan tengah lewat di depan rumahnya.

"Bang, jalan yang cepat. Nanti saya bayar berapa pun yang abang minta, asal sekarang abang jalan dulu yang cepat," pinta Clavina.

Bapak-bapak berjaket hijau itu langsung menuruti perintah Clavina dan membawa motornya dengan kecepatan tinggi untuk meninggalkan perumahan tempat Clavina tinggal.

----

To be continued...

Satu/dua kata untuk part ini!

Spam next di sini!

The Next QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang